Masyarakat Aboge atau Alif Rebo Wage, adalah komunitas masyarakat Jawa yang menganut sistem kalender hasil akulturasi penanggalan Jawa dan Islam. Dalam kepercayaan dan ajaran masyarakat Jawa Aboge, mereka mempercayai terdapat hal-hal sakral yang mewarnai kehidupannya. Salah satu hal sakral tersebut terkait waktu-waktu ketika melaksanakan kegiatan, diantaranya adalah Tahun Dudo.
Tahun Dudoadalah sebutan tahun yang menurut sistem penanggalan Jawa Islam dilarang untuk kegiatan pernikahan. Tahun Dudo terjadi karena dalam siklus penanggalan Jawa terdapat tahun yang tidak memiliki pasangannya.
Sistem penanggalan Aboge menggunakan siklus sewindu atau 8 tahun dalam perputaran waktunya. Nama-nama tahun dalam siklus sewindu di antaranya Aboge, Akadpon, Jamahpon, Jesohing, Daltugi, Bemisgi, dan Waninwong.
Dalam sistem sewindu tersebut, terdapat 6 tahun yang saling berpasangan dan 2 tahun yang tidak memiliki pasangan. Dasar mengapa terdapat tahun yang memiliki pasangan dan tidak memiliki pasangan adalah hari pasaran Jawa tanggal 1 suro pada setiap tahun tersebut.
Misal pada tahun pertama yaitu Aboge (Alif Rebo Wage) dan tahun ke delapan yaitu Jimatge (Jimakhir Jumat Wage). Kedua tahun tersebut memiliki hari pasaran yang sama, yakni Wage, atas dasar tersebut masyarakat Jawa menyebutnya sebagai tahun memiliki pasangan.
Dengan demikian, keenam tahun untuk memiliki pasangannya antara lain Aboge dan Jimatge; Akadpon dan Jamahpon; serta Daltugi dan Bemisgi. Sedangkan 2 tahun lainnya yang tidak diperbolehkan memiliki pasangan adalah Josohing dan Waninwong. Kedua tahun tersebut adalah tahun yang dipercaya oleh masyarakat Jawa Aboge sebagai tahun Dudo, termasuk masyarakat Kedungmulyo.
Tabel Tahun Dudo dalam Siklus Aboge | Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tahun Dudo adalah tahun yang sakral bagi kepercayaan masyarakat Jawa Aboge. Masyarakat Jawa Aboge mempercayai bahwa Tahun Dudo adalah tahun yang hanya tidak baik untuk melangsungkan pernikahan. Sedangkan untuk melaksanakan kegiatan lain tetap diperbolehkan.
Masyarakat Jawa Abogepercaya bahwa apabila mereka melangsungkan pernikahan pada tahun tersebut akan membawa petaka atau dampak buruk yang akan terjadi kedepannya. Kebanyakan orang tua penganut kepercayaan Aboge tidak berani menikahkan anaknya di Tahun Dudo untuk menghindari segala resiko yang akan terjadi jika melanggarnya.
Ketika ada seseorang yang ingin menikah pada Tahun Dudo atau mendekati tahun tersebut, para orang tua akan mengingatkan untuk menunggu terlebih dahulu sampaiTahun Dudo tersebut berakhir.
Biasanya mereka sudah pasti mengetahui kapan Tahun Dudotersebut terjadi. Bila mereka lupa nantinya sering kali diingatkan oleh sesepuh desa saat menghitung hari dan tanggal baik untuk melangsungkan pernikahan.
KesakralanTahun Dudotelah dipercaya oleh masyarakat Jawa Aboge sejak lama. Mereka memiliki ketakutan akan dampak buruk yang akan terjadi bila melanggar kesakralan Tahun Dudo tersebut.
Dampak yang dipercaya akan terjadi oleh masyarakat Jawa Aboge sering kali terkait keberlangsungan pernikahan kedua pihak pasangan tersebut, seperti usia pernikahan yang tidak langgeng, perceraian, susah memiliki anak, sulit rezekinya dan sebagainya.
Bahkan jika ada salah satu pihak keluarga ada yang meninggal, tak jarang dikaitkan dengan kejadian mereka melanggar Tahun Dudo. Meskipun hingga saat ini terdapat beberapa masyarakat yang mulai acuh terkait hal tersebut, kesakralanTahun Dudo tetap terjaga hingga saat ini pada kehidupan masyarakat Jawa Aboge sebagai antisipasi mereka akan dampak buruk yang akan terjadi nantinya.
Pada siklus sewindu Aboge, tahun 2024 ini jatuh pada tahun Jesohing, sehingga tahun ini merupakan Tahun Dudo. Oleh karena itu, masyarakat Jawa Aboge percaya bahwa tahun 2024 ini adalah tahun yang tidak baik untuk menikah. Dengan demikian, banyak dari mereka tidak mau melaksanakan pernikahan sepanjang tahun Jesohing tersebut.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


