Di tengah dinamika kajian keagamaan dan wacana historis yang terus berkembang, salah satu isu yang menarik untuk dibahas adalah penggunaan diksi “koran” dalam bahasa Indonesia. Kata ini memang umum dipakai untuk menyebut media cetak berita atau surat kabar, tapi ada klaim yang menyatakan bahwa penggunaan kata tersebut memiliki muatan ideologis yang tak terduga, terutama ketika dikaitkan dengan penamaan kitab suci dalam bahasa Prancis, yakni “Qur’an”. Kawan GNFI, dalam tulisan ini, kita akan membuka diskusi tentang bagaimana penggunaan diksi “koran” oleh orientalistik cenderung mengaburkan otoritas Al-Qur’an sebagai kitab suci.
Pertama-tama perlu dipahami bahwa kata “koran” dalam bahasa Indonesia berasal dari serapan bahasa Belanda "krant" yang berarti surat kabar, yang pada gilirannya juga berkaitan dengan istilah Prancis “courant” (berarti berjalan atau beredar).
Dari sisi bahasa dan sejarah, istilah ini berkembang sebagai sebutan untuk media cetak yang memuat berita, informasi terkini, dan opini. Surat kabar yang disebut “koran” telah ada sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia dan berjalan secara independen dari konteks keagamaan apa pun. Jadi, etimologi kata “koran” yang dipakai untuk berita sangat jelas dan terpisah dari istilah “Qur’an”.
Namun, persoalannya muncul ketika sebagian kalangan orientalistik dan bahkan media Barat menggunakan fonetik serupa “Koran” (baca: Qur'an atau Al-Qur’an) dalam konteks penerjemahan kitab suci Islam ke bahasa-bahasa Eropa.
Ada dugaan bahwa penamaan ini sengaja dimaksudkan untuk menyamakan Al-Qur’an dengan “bacaan umum” atau teks biasa yang dapat dibaca dan ditafsirkan secara subyektif tanpa otoritas ilahi yang mengikat.
Strategi ini tentu saja berimplikasi luas terhadap bagaimana Al-Qur’an dipandang, tidak lagi sebagai firman Tuhan dengan otoritas mutlak, melainkan sekadar teks yang setara dengan bacaan atau literatur pada umumnya.
Dalam konteks ini, penggunaan kata “koran” menjadi bagian dari usaha pengaburan otoritas, yang melemahkan posisi Kitab Suci bukan hanya secara terjemahan, tetapi juga dalam konteks pemahaman ideologis dan kultural.
Orientalis cenderung menggunakan bahasa dan istilah yang menunjukkan reduksi makna Al-Qur’an demi tujuan akademik maupun politik tertentu yang menginginkan pengontrolan wacana agama Islam. Penamaan “koran” sebagai terjemahan atau representasi Al-Qur’an alih-alih mempertahankan keunikan istilah asli bukan semata soal pelafalan atau adaptasi linguistik, melainkan bagian dari strategi lebih besar untuk mendemistifikasi dan mengidentifikasi kitab suci tersebut dalam kerangka literatur biasa. Ini jelas berbeda secara fundamental dengan konsep otoritas kitab dalam tradisi Islam yang melandasi Al-Qur’an sebagai wahyu yang sakral dan mutlak.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia sendiri telah menyerap kata “koran” dengan arti yang berbeda, yakni surat kabar atau media berita, tanpa adanya konotasi ideologis negatif yang melekat. Ini membuktikan bahwa penggunaan istilah tersebut dalam bahasa sehari-hari adalah netral dan berjalan sendiri tanpa keterkaitan langsung dengan makna keagamaan.
Namun, karena kedekatannya dengan istilah Qur’an dalam bahasa asing, ada risiko kebingungan makna yang berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak dengan agenda tertentu.
Kawan GNFI, memahami konteks ini penting untuk melawan segala bentuk pembauran makna atau penyamaran yang bisa mereduksi nilai-nilai dan otoritas Agama Islam. Istilah adalah alat yang kuat dalam membentuk persepsi, dan istilah “koran” dalam konteks orientalistik perlu disikapi dengan kritis agar tidak mengaburkan posisi Al-Qur’an sebagai kitab suci yang otoritatif.
Kesimpulannya, penggunaan diksi “koran” oleh orientalistik memiliki dimensi yang lebih dari sekadar bahasa. Ia merupakan alat yang digunakan untuk mengaburkan otoritas Al-Qur’an dengan menyamakan kitab suci tersebut dengan bacaan umum, yang dapat menghilangkan kekhususan dan keagungan yang melekat pada Al-Qur’an.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita, Kawan GNFI, untuk terus meluruskan persepsi ini dan menjaga kemurnian makna serta penghormatan terhadap kitab suci umat Islam.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News