Di era media sosial, rasa suka pada selebritas sudah jadi bagian dari hidup banyak orang. Kita mengikuti keseharian mereka, menonton kontennya, dan merasa akrab meski sebenarnya tidak pernah bertemu. Untuk sebagian besar orang, ini cuma hiburan.
Namun bagi sebagian lainnya, rasa suka itu bisa tumbuh begitu kuat sampai mengarah pada keterikatan emosional yang mendalam. Dari yang awalnya sekadar mengagumi, hubungan parasosial ini bisa berubah menjadi celebrity worship.
Fenomena ini sudah lama diteliti dalam psikologi. Salah satu penelitian yang paling sering dijadikan rujukan adalah dari McCutcheon, Lange, dan Houran (2002) melalui Celebrity Attitude Scale (CAS).
Mereka menjelaskan bahwa celebrity worship memiliki tiga tingkat, mulai dari hiburan semata, keterlibatan emosional yang intens, hingga perilaku yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Pada tingkat tertinggi, bentuk keterikatannya sudah menyerupai ketergantungan.
Tidak semua penggemar akan sampai pada tahap tersebut. Celebrity worship biasanya muncul dari berbagai faktor psikologis yang saling berkaitan dan membentuk pola kedekatan yang lebih intens dengan figur publik.
Kenapa Hubungan Parasosial Bisa Berubah Menjadi Celebrity Worship?
1. Kebutuhan Emosional yang Tidak Terpenuhi
Beberapa orang menjadikan selebritas sebagai sumber kenyamanan. Mereka merasa “diterima” oleh figur publik yang tidak mengenalnya. Hubungan parasosial menjadi tempat berlabuh ketika kebutuhan emosional dalam kehidupan nyata tidak terpenuhi.
2. Harga Diri yang Rendah
Penelitian Maltby, Houran, dan McCutcheon (2003) menemukan bahwa individu dengan self-esteem rendah lebih rentan membangun keterikatan berlebihan dengan selebritas. Figur tersebut dipandang mampu menutup kekurangan diri atau memberi rasa berharga.
3. Kesepian dan Minimnya Hubungan Dekat
Hubungan parasosial lebih mudah muncul pada individu yang merasa kesepian atau kurang memiliki relasi sosial yang hangat. Kedekatan dengan selebritas terasa aman karena tidak menuntut interaksi dua arah.
4. Kepribadian yang Mudah Terbawa Fantasi
Sebagian individu memiliki kecenderungan melarikan diri ke dunia imajinatif. McCutcheon dan rekan-rekannya menemukan bahwa tipe kepribadian ini lebih mudah membangun hubungan parasosial yang intens dengan figur publik.
5. Ilusi Kedekatan dari Media Sosial
Media sosial memperkuat ilusi kedekatan melalui konten personal seperti vlog atau Instagram Story. Paparan ini membuat hubungan terasa nyata, padahal tetap satu arah.
Ketika Kekaguman Mulai Mengganggu Kehidupan
Masalah mulai muncul ketika aktivitas yang berkaitan dengan idola menguras waktu, emosi, atau uang. Pada tingkat paling tinggi yang disebut borderline pathological, seseorang bisa merasa memiliki hubungan khusus dengan selebritas tertentu.
Ada yang marah berlebihan saat idolanya dikritik, ada pula yang terus mengikuti setiap aktivitas selebritas hingga mengabaikan hal penting lain dalam hidupnya.
Pada titik ini, rasa suka tidak lagi sekadar hiburan. Hubungan parasosial berubah menjadi sesuatu yang menyerupai ketergantungan emosional.
Kapan Kita Perlu Mulai Waspada?
Beberapa tanda berikut bisa menjadi sinyal awal bahwa hubungan dengan idola mulai tidak sehat:
Merasa gelisah jika tidak mengikuti kabar idola, karena kondisi emosional mulai bergantung pada aktivitas selebritas tersebut.
Memikirkan selebritas hampir setiap waktu, hingga mengganggu fokus pada sekolah, pekerjaan, atau hubungan sosial di dunia nyata.
Mulai mengabaikan aktivitas penting demi mengikuti idolanya, seperti menunda tanggung jawab atau menarik diri dari lingkungan sekitar.
Menggunakan uang secara berlebihan untuk kebutuhan fandom, meskipun berdampak pada kondisi finansial pribadi.
Merasa memiliki hubungan istimewa dengan selebritas, padahal tidak pernah berinteraksi secara langsung.
Jika tanda-tanda ini mulai muncul, ada kemungkinan seseorang telah berada pada tingkat celebrity worship yang tidak sehat.
Bagaimana Agar Relasi dengan Idola Tetap Sehat?
Menyukai selebritas adalah hal yang wajar. Kekaguman bahkan bisa menjadi sumber inspirasi positif. Namun, batas antara terinspirasi dan bergantung secara emosional sangat tipis. Menjaga kesadaran bahwa selebritas adalah bagian dari hiburan, bukan pusat kehidupan, menjadi kunci utama.
Mengisi waktu dengan aktivitas bermakna, membangun hubungan sosial di dunia nyata, serta mengembangkan harga diri dari kemampuan dan pencapaian pribadi dapat membantu menjaga keseimbangan. Pada akhirnya, selebritas seharusnya menjadi sumber motivasi, bukan fondasi identitas diri.
Memahami batas antara mengagumi dan menggantungkan diri menjadi langkah penting agar budaya mengidolakan tetap sehat, manusiawi, dan tidak menggerus kehidupan nyata kita sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


