Di tengah panasnya matahari Kupang, sekelompok anak muda tampak sibuk memunguti sampah di tepi pantai. Mereka datang tanpa seragam resmi, tanpa sponsor besar, hanya dengan semangat yang sama yaitu menjaga bumi tetap bersih.
Di antara mereka, ada sosok yang menjadi penggerak utama, Norbet U.K Laki Pali, Ketua World Clean Up Day Indonesia (WCDI) Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bagi Norbet, gerakan ini bukan sekadar kegiatan bersih-bersih.
"Kami tidak hanya membersihkan lingkungan, tapi juga menumbuhkan harapan dan ruang aman untuk saling peduli," ujarnya dalam wawancara.
Berawal dari Keresahan dan Kepedulian

Norbet U.K Laki Pali saat sedang "Aksi Bersih". Foto: Dok. Pribadi.
Sebelum terjun di isu lingkungan, Norbet aktif di komunitas yang bergerak di bidang kesehatan mental. Namun, sekitar tahun 2020, perjalanannya berubah arah setelah bertemu dengan teman-teman yang fokus pada isu iklim. Dari situlah ia mulai memahami bahwa lingkungan dan kesejahteraan manusia adalah dua hal yang saling terkait.
Melihat kondisi lingkungan sekitar yang kian memprihatinkan, Norbet tertarik untuk beraksi bersama menjaga kebersihan. Ia kemudian bergabung dengan World Clean Up Day Indonesia, gerakan global yang berfokus pada aksi nyata mengatasi permasalahan sampah. Tak lama kemudian, ia dipercaya untuk memimpin gerakan tersebut di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Membersihkan Sampah, Menumbuhkan Harapan

World Clean Up Day Indonesia NTT. Foto: Dok. Pribadi.
World Clean Up Day Indonesia NTT menggelar "Aksi Bersih", kegiatan yang dilakukan di pantai, sungai, dan pasar. Meski tanpa anggaran besar, semangat gotong royong membuat gerakan ini tetap berjalan.
Para relawan datang dengan membawa karung dan sarung tangan sendiri, sementara tim WCDI mengatur lokasi dan pemilahan sampah. Sampah yang dapat didaur ulang diserahkan kepada komunitas seperti Bank Sampah Pemulihan Timur, sedangkan sampah residu diangkut dengan bantuan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Namun, bagi Norbet, dampak terbesar bukan hanya pada tumpukan sampah yang berkurang, tapi juga pada kesadaran yang tumbuh di antara peserta. Banyak yang awalnya tidak tahu tentang isu lingkungan, kini mulai memahami pentingnya tindakan kecil dalam menjaga bumi.
Menariknya, "Aksi Bersih" juga menjadi ruang yang aman bagi anak muda untuk saling bertemu dan berbagi cerita. Pada masa-masa sulit, termasuk saat meningkatnya kasus bunuh diri di tahun 2023, kegiatan ini bahkan berfungsi sebagai wadah dukungan mental dan sosial bagi pesertanya.
Dari Infrastruktur Hingga Persepsi Publik
Perjuangan Norbet dan tim tidak selalu mudah. Sistem pengelolaan sampah di NTT masih menghadapi banyak tantangan. TPA di Kupang, misalnya, masih menggunakan metode open dumping, di mana sampah hanya ditumpuk begitu saja tanpa proses pemrosesan yang benar. Tempat penampungan sementara pun minim fasilitas pemilahan, sehingga upaya warga untuk memilah sampah di rumah sering kali berakhir sia-sia.
Masalah lain datang dari kurangnya kesadaran masyarakat. Masih banyak yang berpikir bahwa urusan sampah adalah tanggung jawab pemerintah atau petugas kebersihan semata. Padahal, menurut Norbet, “kebersihan itu bukan tugas, tapi sikap hidup.”
Kendala logistik juga menjadi cerita tersendiri. Tak jarang, saat dukungan dari pemerintah batal mendadak, para relawan harus mengeluarkan uang pribadi untuk menyewa kendaraan pengangkut sampah. Situasi ini makin rumit ketika ada komunitas lain yang meninggalkan tumpukan sampah tanpa diangkut, yang kemudian justru menurunkan citra gerakan lingkungan.
Langkah Kecil dari Rumah Sendiri

Relawan Aksi Bersih. Foto: Dok. Pribadi.
Penghargaan SATU Indonesia Awards yang diterima Norbet bukanlah akhir dari perjuangannya, melainkan awal dari langkah yang lebih besar. Setelah mendapat penghargaan itu, ia semakin yakin bahwa perubahan nyata bisa dimulai dari hal kecil dari tangan-tangan yang peduli.
Norbet percaya, perubahan besar berawal dari tindakan kecil. Ia mengajak masyarakat untuk mulai dari rumah sendiri seperti membatasi penggunaan plastik, membawa tas dan botol minum sendiri, serta memilah sampah rumah tangga.
Ia juga menekankan pentingnya pola pikir baru yatu melihat bumi bukan sebagai warisan, melainkan titipan yang harus dijaga. Konsep permaculture, di mana tak ada sampah yang keluar dari rumah, menjadi inspirasi yang ingin ia sebarkan lebih luas.
Norbet berharap World Clean Up Day NTT tetap menjadi ruang aman bagi kolaborasi pemuda dan wadah pembelajaran tentang lingkungan. Ia juga ingin mendorong kebijakan konkret dari pemerintah, seperti pembatasan penggunaan plastik di toko dan mal, serta percepatan perbaikan sistem pengelolaan sampah di TPA.
“Gerakan ini bukan tentang satu orang, tapi tentang semua orang yang percaya bahwa bumi ini masih bisa diselamatkan, sedikit demi sedikit, dari tangan ke tangan.”
Norbet dan para relawan membuktikan bahwa aksi bersih bukan sekadar kegiatan, melainkan simbol harapan, bahwa masih banyak anak muda Indonesia yang peduli, berani, dan terus berbuat baik untuk bumi yang sama-sama kita pijak.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


