Bandara Mozes Kilangin adalah bandara kelas II yang terletak di Kota Emas atau Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Bandara dengan kode internasional TIM ini melayani penerbangan domestik dari dan menuju Mimika.
Bandara Mozes Kilangin menjadi hub di Papua yang juga melayani pengiriman logistik ke daerah pedalaman Papua, di mana beberapa area hanya dapat dijangkau dengan pesawat. Bandara dengan panjang runway 2.935 m x 45 m itu memiliki beberapa fasilitas umum, mulai dari musala, ruang ibu menyusui, toilet khusus disabilitas, playground, sampai smoking room atau area khusus merokok.
Di sisi lain, bandara juga dilengkapi fasilitas approach, mengingat Mimika adalah salah satu tempat dengan intensitas hujan tinggi di Indonesia. Approach atau rambu penerangan itu dipasang di sekitar landasan pacu sebagai petunjuk bagi pilot mengenai posisi, arah pendaratan, dan jarak landasan saat pendaratan.
Bandara Milik PT Freeport yang Kini Dikelola Pemerintah
Bandara Mozes Kilangin sebenarnya bukan bandara yang dibangun oleh pemerintah Indonesia, melainkan PT Freeport Indonesia di tahun 1970. Bandara ini dibuat untuk operasional perusahaan yang berbasis di Mimika.
Melalui mozezkilanginairport.com, pada 2013, pengelolaan bandara dialihkan dan dilakukan oleh Unit Pelaksana Bandara Umum (UPBU) karena statusnya berubah menjadi bandara umum. Kemudian, mulai dilakukan perbaikan dan perluasan pada bandara setelahnya.
Kini, Bandara Mozes Kilangin melayani ribuan penumpang tiap harinya. Meskipun sudah berubah menjadi bandara umum, tetap ada sarana khusus bagi PT Freeport Indonesia untuk membantu kegiatan operasional mereka.
Di bagian depan bandara, ada ban raksasa yang dipajang. Ban ini adalah ban Haul Truck, kendaraan super besar yang dipakai di tambang milik PT Freeport Indonesia di Mimika. Ban tersebut dihiasi dengan 22 bendera dari berbagai negara yang ikut membantu proses pembangunan bandara.
Kawan GNFI, ada yang menarik dari bandara satu ini. Dikatakan oleh PT Freeport Indonesia melalui akun Instagramnya, beberapa ruas jalan di Bandara Mozes Kilangin ternyata memakai aspal berbahan campuran tailing.
Sebagai informasi, tailing atau amang dalam bahasa Indonesia, adalah limbah sisa hasil pertambangan. Pasir sisa tambang dimanfaatkan sebagai campuran aspal untuk mendukung upaya keberlanjutan.
Tak berhenti di situ, PT Freeport juga dilaporkan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika untuk menggunakan material tailing ini sebagai unsur utama untuk membangun infrastruktur. Jalan Trans-Nabire, kantor pemerintahan Kabupaten Mimika, jalan dan Jembatan Pomako, lapangan parkir gedung pertemuan Eme Neme Yauware Timika, dan bangunan lainnya adalah contoh infrastruktur yang dibangun dengan pencampuran tailing.
Asal Usul Nama Bandara Mozes Kilangin
Namanya diambil dari seorang guru asal Mimika, Mozes Abraham Kalmalan Kilangin Tenbak. Mozes merupakan guru pertama asal Suku Amungme yang menamatkan pendidikannya di Belanda.
Ia bahkan dijuluki sebagai Uru Me Ki yang berarti Guru Besar. Melansir dari Majalah Kementerian Perhubungan, selain berjasa di bidang pendidikan, Mozes juga memiliki peran besar untuk membantu meluruskan kesalahpahaman antara PT Freeport Indonesia dan masyarakat Amungme.
Saat itu, PT Freeport Indonesia yang ingin membuka pertambangan sempat ditentang oleh masyarakat adat setempat. Bagi suku Amungme, wilayah yang akan dijadikan tambang itu adalah wilayah suci, tempat bagi nenek moyang mereka.
Di sinilah Mozes berperan sebagai penengah antara dua pihak tersebut. Sebagai ‘tanda balas jasa’ atas upaya Mozes itu, bandara tersebut dinamakan Bandara Mozes Kilangin. Selain itu, ada patung Mozes yang tengah mengenakan jas yang juga menjadi ikon bandara.
Saat ini, Bandara Mozes Kilangin menjadi salah satu bandara tersibuk di Bumi Cendrawasih. Lokasinya yang strategis membuat konektivitas menjadi mudah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


