Setelah ditetapkan melalui Resolusi 42 C/28 pada November 2023 silam, akhirnya bahasa Indonesia resmi tercatat sebagai salah satu bahasa resmi Sidang Umum UNESCO, organisasi yang membawahi bidang pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kawan GNFI, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa resmi atau official language di Sidang Umum UNESCO, di mana bahasa ini akan dipakai di komunikasi penerjemahan dokumen resmi, seperti amandemen konstitusi, resolusi, dan laporan hasil sidang. Artinya, bahasa Indonesia kini bersanding dengan sembilan bahasa lain, yaitu bahasa Arab, Mandarin, Inggris, Prancis, Hindi, Italia, Portugis, Rusia, dan Spanyol untuk dipakai dalam Sidang Umum UNESCO.
Dengan demikian, per 2025, masyarakat Indonesia dapat mulai mengakses informasi dan kebijakan UNESCO dengan bahasa Indonesia.
Dosen dan Pakar Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Tri Wahyono, M.Pd., menjelaskan bahwa pengakuan bahasa Indonesia menjadi hal bersejarah dalam diplomasi bangsa di ranah global. Tak hanya itu, penggunaan bahasa Indonesia di agenda internasional juga menjadi tahap penting untuk mencapai pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa global yang sejajar dengan bahasa besar lainnya.
“Ini bukan puncak, tapi tahapan penting menuju pengakuan yang lebih luas, termasuk oleh PBB. Momentum ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia memiliki kekuatan budaya dan identitas yang diakui dunia,” jelasnya dalam umy.ac.id.
Popularitas Bahasa Indonesia di Dunia
Lebih lanjut, proses internasionalisasi bahasa Indonesia diungkap Tri sudah dimulai sejak lama, bahkan jauh sebelum UNESCO memutuskan untuk memasukkannya sebagai bahasa resmi sidang. Salah satu program andalan yang disebutnya memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Indonesia di dunia adalah Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), yang makin digemari di berbagai negara.
Ia menyebut, hingga tahun 2025, jumlah penutur bahasa Indonesia menembus 300 juta orang, termasuk penutur asing di negara-negara lain. Saat ini, 57 negara sudah menggunakan atau mengajarkan bahasa Indonesia. 54 kampus di luar negeri juga menjadikan bahasa Indonesia sebagai program studi atau mata kuliah yang diminati mahasiswanya.
“Vietnam bahkan sudah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing kedua sejak 2007, sementara di Australia, bahasa Indonesia diajarkan sejak jenjang sekolah dasar,” terang Tri.
Keberhasilan bahasa Indonesia yang menembus batas dunia tidak lepas dari karakter bahasanya yang lebih sederhana, terbuka, dan mudah dipelajari. Tri mengatakan, secara gramatikal, bahasa Indonesia relatif tidak rumit.
Hal ini disebabkan karena bahasa nasional ini tidak mengenal perubahan bentuk kata akibat waktu (tense) maupun perbedaan gender seperti dalam bahasa Arab atau Prancis. Selain itu, struktur kalimatnya pun lebih universal, mirip dengan bahasa Inggris yang menggunakan rumus subjek, predikat, dan objek.
Menuju Bahasa Indonesia yang Mendunia
Pengakuan bahasa Indonesia untuk Sidang Umum UNESCO menjadi salah satu jalan menuju pengakuan yang lebih besar, yakni menjadikan bahasa ini sebagai bahasa resmi PBB. Untuk mencapai target dan ambisi tersebut, diplomasi budaya dan bahasa sebagai instrument soft power dinilai Tri harus makin diperkuat.
Sebagai produk budaya, memperkuat posisi bahasa Indonesia di kancah global harus dimulai dengan memperkuat fondasi budayanya terlebih dahulu. Namun, mengapa diplomasi budaya?
Terkait hal ini, Tri menjelaskan jika diplomasi budaya adalah jalur yang paling realistis untuk memperluas pengaruh bahasa Indonesia. Banyak warga asing yang tertarik belajar bahasa Indonesia karena kekayaan budaya Nusantara yang menarik.
Namun, faktor lain seperti ekonomi dan politik juga ikut memengaruhi. Tri berkata, Indonesia saat ini dipandang sebagai pasar yang amat strategis di kawasan, sehingga memahami bahasa Indonesia disebutnya dapat membantu untuk memahami karakter masyarakat dan konsumen Tanah Air.
Tak ketinggalan, Tri mendorong segenap elemen bangsa untuk memperkuat diplomasi bahasa melalui pendidikan, program pertukaran pelajar, dan penggunaan bahasa Indonesia di forum internasional. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam pengembangan BIPA dan penguatan citra bangsa di mata global.
“Tantangan terbesar sebenarnya bukan di luar negeri, tapi di dalam negeri, sejauh mana kita bisa bangga, menjaga, dan menggunakan bahasa Indonesia dengan kesadaran bahwa bahasa adalah jati diri bangsa,” pungkas Tri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News