selembar kain sejuta harapan inovasi qorry oktaviani dalam melestarikan mangrove - News | Good News From Indonesia 2025

Selembar Kain, Sejuta Harapan: Inovasi Qorry Oktaviani dalam Melestarikan Mangrove

Selembar Kain, Sejuta Harapan: Inovasi Qorry Oktaviani dalam Melestarikan Mangrove
images info

Selembar Kain, Sejuta Harapan: Inovasi Qorry Oktaviani dalam Melestarikan Mangrove


Di antara hembusan angin laut dan aroma asin di pesisir Jambi, ada kisah seorang perempuan muda yang mengubah kepeduliannya terhadap alam menjadi karya yang penuh makna. Namanya Qorry Oktaviani. Ia bukan berasal dari keluarga seniman atau pengusaha, tapi dari seorang lulusan Biologi Universitas Andalas yang sangat mencintai alam.

Qorry Oktaviani
info gambar

Qorry Oktaviani | Foto: Linkedin/Qorry Oktaviani


Sejak kuliah, Qorry sudah tertarik pada ekosistem mangrove — hutan bakau yang menjadi pelindung garis pantai dari abrasi. Namun setelah melihat langsung kondisi mangrove di lapangan, hatinya tergerak. Banyak kawasan pesisir di tempatnya rusak karena penebangan, alih fungsi lahan, dan kurangnya kesadaran masyarakat. Dari situlah muncul tekad dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Bukan dengan cara besar seperti proyek pemerintah, tetapi dari hal kecil yang bisa ia lakukan sendiri bersama warga desa.

Dari Hutan ke Selembar Kain

Akar mangrove
info gambar

akar mangrove | Foto: Pixabay


Sekitar tahun 2020, Qorry mengajak beberapa ibu rumah tangga di Desa Tungkal Satu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, untuk bergabung dengannya. Ia tidak datang dengan rencana yang sempurna, tapi dengan semangat belajar bersama. Mereka membentuk kelompok bernama Batik Pangkal Babu.

Ide awalnya sederhana namun berani: bagaimana kalau bahan dari alam, terutama pohon mangrove, digunakan sebagai pewarna alami untuk kain batik? Waktu itu, belum banyak yang percaya ide seperti ini bisa berhasil. Apalagi, sebagian warga bahkan belum pernah membatik sama sekali.

Namun Qorry yakin, kalau ada kemauan, pasti bisa dipelajari. Mereka mulai bereksperimen dengan kulit kayu bakau, daun, dan buah pidada. Bahan-bahan itu direbus untuk menghasilkan warna cokelat, merah, dan jingga alami yang lembut. Tidak jarang hasilnya gagal, warnanya tidak keluar, atau kainnya malah rusak. Tapi dari setiap kegagalan, mereka belajar lebih banyak lagi.

buah mangrove
info gambar

buah mangrove | Foto: Pixabay


Hari demi hari, proses itu menjadi kegiatan yang menyenangkan. Suara rebusan, tawa para ibu, dan percikan warna di atas kain menjadi bagian dari kehidupan mereka. Dalam setiap garis malam dan motif yang digoreskan, ada cerita tentang alam, tentang laut, dan tentang harapan.

baca juga

Tantangan dan Keraguan

ilustrasi membatik
info gambar

ilustrasi membatik | Foto: Pixabay


Perjalanan Qorry tentu tidak semudah kelihatannya. Banyak orang di sekitar yang awalnya menertawakan idenya. Mereka menganggap batik dari mangrove tidak akan laku dijual, karena warnanya tidak secerah batik pabrikan. Beberapa bahkan berkata bahwa membatik itu hanya buang-buang waktu.

Selain itu, Qorry juga harus menghadapi keterbatasan dana dan alat. Proses membatik secara tradisional memerlukan banyak kesabaran. Satu lembar kain saja bisa memakan waktu hingga tiga minggu. Namun di tengah semua tantangan itu, Qorry tetap bertahan. Ia percaya bahwa konservasi alam tidak harus selalu dengan larangan atau aturan, tetapi bisa lewat pendekatan kreatif yang menyenangkan.

Dengan sabar, ia memberi pemahaman kepada warga bahwa mangrove bukan hanya pohon liar di pinggir laut, tapi juga sumber kehidupan. Dari sana, masyarakat mulai tertarik dan perlahan ikut membantu. Mereka melihat hasil batik yang indah dan mulai bangga karena ternyata bahan dari alam sendiri bisa bernilai ekonomi.

Harmoni Antara Alam dan Perempuan

Seiring waktu, Batik Pangkal Babu mulai berkembang. Karya mereka kini tidak hanya dikenal di desa, tapi juga ke luar daerah. Beberapa pembeli dari luar Jambi bahkan datang khusus untuk melihat proses pembuatan batik mangrove.

Yang membuat karya ini istimewa bukan hanya karena warnanya yang alami, tetapi juga makna di baliknya. Motif-motif yang mereka buat menggambarkan kehidupan di pesisir: akar bakau yang kuat, burung laut yang bebas, dan bunga pidada yang indah. Semua itu menjadi simbol hubungan manusia dengan alam.

Lebih dari sekadar kain, batik ini membawa semangat pemberdayaan. Para ibu rumah tangga yang dulunya tidak punya penghasilan kini bisa membantu ekonomi keluarga. Mereka merasa dihargai karena karyanya tidak hanya bernilai jual, tapi juga mengandung pesan pelestarian lingkungan. Qorry tidak hanya mengajarkan membatik, tapi juga menanamkan rasa percaya diri dan cinta terhadap lingkungan.

Dari Desa ke Penghargaan Nasional

Ketekunan Qorry tidak sia-sia. Produk batik mangrove mulai mendapat perhatian dari banyak pihak. Produksinya kini bisa mencapai puluhan lembar per bulan, dengan harga jual antara Rp135.000 hingga Rp350.000 tergantung jenis dan motifnya. Warna-warna alami yang lembut dan corak khas pesisir membuatnya memiliki daya tarik tersendiri.

Tidak hanya sukses secara ekonomi, Qorry juga berhasil membawa nama baik desanya. Batik mangrove menjadi identitas baru Desa Tungkal Satu, sekaligus bentuk nyata bahwa inovasi bisa lahir dari desa kecil di tepi laut.

Atas dedikasi dan konsistensinya, Qorry menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra. Penghargaan itu diberikan kepada anak muda Indonesia yang berdampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan. Namun bagi Qorry, penghargaan itu bukan akhir dari perjuangan. Ia justru menganggapnya sebagai semangat baru untuk terus melangkah.

Pelajaran dari Qorry Oktaviani

Kisah Qorry memberikan banyak pelajaran bagi siapa pun, terutama bagi kita yang kadang merasa perubahan itu sulit dimulai. Mulailah dari yang ada. Jangan menunggu segalanya sempurna untuk bergerak. Gunakan potensi lokal. Apa yang sering kita anggap biasa, bisa jadi luar biasa kalau kita melihatnya dengan sudut pandang baru. Jaga alam sambil berkarya. Lingkungan bukan musuh pembangunan, tapi bagian dari kehidupan yang perlu dijaga bersama. Bersabar dan konsisten. Hasil tidak akan datang dalam semalam. Setiap usaha kecil hari ini akan menjadi besar jika dilakukan terus-menerus.

Penutup

Karya Qorry Oktaviani membuktikan bahwa cinta terhadap alam bisa diterjemahkan dalam bentuk yang indah dan bermakna. Dari pohon bakau yang dulu sering diabaikan, kini lahir batik yang menghidupkan ekonomi, memberdayakan perempuan, sekaligus menjaga lingkungan.

Melalui tangan-tangan sederhana di pesisir Jambi, Qorry tidak hanya menciptakan batik, tapi juga menenun kisah tentang keberanian dan ketulusan. Ia menunjukkan bahwa siapa pun bisa memberi perubahan, asal ada niat dan hati yang tulus.

Dari selembar kain, Qorry mengajarkan aku dan kawan untuk melihat alam dengan cara yang lebih hangat bukan hanya untuk dimanfaatkan, tapi juga untuk dicintai dan dirawat.

#kabarbaiksatuindonesia

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.