Pasar Papringan dibuka pada tahun 2016 di Temanggung, lalu dipindahkan ke Dusun Ngadiprono pada tahun 2017. Letaknya di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Ini merupakan salah satu program dari Lembaga Swadaya Masyarakat Spedagi Movement dan Komunitas Mata Air.
Hutan Bambu yang dulunya adalah pembuangan sampah akhir ilegal, kemudian dibersihkan dan dikembangkan oleh Singgih Susilo Kartono bersama dengan anggota Komunitas Spedagi yang dibentuk olehnya.
Mengutip dari Website Spedagi, peradaban kota sekarang menjadi pusat kehidupan dunia karena industrialisasi. Selain sumber daya alam yang dihisap ke kota, migrasi dari desa ke kota telah menyebabkan kekosongan intelektual di desa. Saatnya untuk menyelamatkan masa depan dunia.
Desa-desa yang sehat akan berkontribusi pada keberlanjutan kehidupan dengan kembali ke desa dan bekerja di sana bersama orang-orang yang tinggal di sana.
Dalam hal ini, masyarakat setempat diberikan pelatihan untuk praktik tentang manajemen juga pengelolaan Pasar Papringan. Pendampingan dilakukan oleh Komunitas Spedagi kepada masyarakat desa, sebelum Pasar Papringan dilakukan. Dengan demikian, pelaksanaan terarah untuk memastikan keberhasilan operasional.
Bukan hanya itu saja, produk yang akan dijualkan juga melalui proses pendampingan juga pelatihan agar produk yang disajikan berkualitas.
Pihak pengelola selalu melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, termasuk ketika melakukan analisis kebutuhan. Kegiatan ini berfungsi sebagai pedoman untuk merencanakan program.
Adanya Pasar Papringan mendorong ekonomi masyarakat serta pembentukan lingkungan dan kehidupan yang sehat, membuat masyarakat menjadi lebih peduli dan sadar lingkungan.
Setelah kegiatan Pasar Papringan diselenggarakan, dilakukan sebuah evaluasi bersama masyarakat. Tujuan dari evaluasi ini adalah jika terdapat kendala dan kekeliruan maka akan diberikan rencana perbaikan untuk penyelesaian.
Dengan begitu, masyarakat dapat memahami masalah yang ada dan mampu menyelesaikannya.
Dilansir dari Website masterplandesa, Pengembangan pasar Papringan dapat diselesaikan dengan menumbuhkan rasa memiliki pada setiap masyarakat desa, mengurangi kepentingan yang bertentangan, dan meningkatkan transparansi dan keterlibatan masyarakat.
Kesuksesan Pasar Papringan ini juga dibantu oleh pemerintah desa. Membangun hubungan yang baik dengan berbagai stakeholder dan berkomunikasi dengan mereka merupakan bagian penting dari proses pengembangan proyek ini.

Suasana Pasar Papringan di Tengah Hutan Bambu | Dokumen Pribadi
Berkonsep pohon bambu alami menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Pasar Papringan. Masyarakat setempat juga menyediakan homestay atau penginapan dengan tinggal bersama warga lokal.
Adapun fasilitas yang disediakan adalah toilet, playground, tempat makan,tempat oleh-oleh, hingga tempat pijat. Makanan dan minuman yang dijual di sana tidak menggunakan bahan pengawet dan MSG. Semua adalah hasil bumi dari pertanian warga sekitar. Cara memasaknya pun sangat tradisional dengan menggunakan tungku kayu bakar.

Kepring Alat Pembayaran di Pasar Papringan | Dokumen Pribadi
Alat pembayarannya menggunakan “kepring” atau bambu yang didesain unik serta menarik. Kepring tersebut dapat ditukarkan pada loket pembayaran dan bernilai Rp2000. Jam operasional Pasar Papringan di mulai pukul 06.00–12.00 WIB. Kegiatan pasar dilakukan sebanyak 2 kali dalam 35 hari, yakni saat Minggu Wage dan Minggu Pon. Bagaimana, apakah kamu tertarik mencoba?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News