Di tengah keterbatasan fasilitas belajar, guru dan siswa SDN 11 Sepadit di Desa Sekaih tetap menunjukkan semangat tinggi untuk mengajar dan belajar. Sekolah dasar yang berada di wilayah perbatasan Ketungau Hulu, Kalimantan Barat ini menjadi salah satu contoh ketangguhan dunia pendidikan di daerah terpencil.
Kondisi ini menarik perhatian Tim Ekspedisi Patriot UI dan UNTAN yang tengah melakukan evaluasi terhadap fasilitas pendidikan, kualitas pembelajaran, serta potensi pengembangan sekolah di kawasan transmigrasi.
Ekspedisi Patriot merupakan program di bawah Kementrian Transmigrasi yang mana salah satu agendanya melakukan rekomendasi untuk evaluasi kawasan transmigrasi. Salah satu hal yang menjadi bahan evaluasi tim Ekspedisi Patriot adalah fasilitas pendidikan di SDN 11 Sepadit, Kecamatan Ketungau Hulu.
Ketua tim Ekspedisi Patriot untuk Ketungau Hulu, dari Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Sosial UI (DPIS UI), Apt. Tri Wahyuni M, Biomed, Ph.D, memimpin program ini dengan fokus utama pada pengumpulan data untuk rekomendasi dan evaluasi Kawasan Transmigrasi pada Provinsi Kalimantan Barat, Sintang, Ketungau Hulu.
Kegiatan Ekspedisi Patriot pada wilayah Ketungau Hulu juga dilaksanakan atas kolaborasi Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Masih menurut Tri Wahyuni, kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Ekspedisi Patriot oleh Kementerian Transmigrasi RI yang bekerja sama dengan perguruan tinggi seluruh Indonesia, termasuk Universitas Indonesia.
Tim ini terdiri atas Maharani Arfila, S.Hum, Zakiya Rozqi Auliya’, S.Si, Bayu Aji, dan Murni Kartika Pakhsi Jaladara yang merupakan alumni dan mahasiswa UI dan Untan.
Sejak dimulai pada September 2025, program Ekspedisi Patriot dimanfaatkan oleh tim wilayah Ketungau Hulu untuk meninjau fasilitas pendidikan di daerah tersebut. Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah SDN 11 Sepadit di Desa Sekaih. Kunjungan ini menjadi bagian dari fokus Output 1: Rekomendasi untuk Evaluasi Kawasan Transmigrasi, yang bertujuan menilai kondisi dan kelayakan infrastruktur dasar pendidikan di wilayah transmigrasi.

Kunjungan Tim Ekspedisi Patriot di SDN 11 Sepadit, Desa Sekaih, Kecamatan Ketungau Hulu | Dokumentasi Pribadi
Hasil kunjungan menunjukkan bahwa fasilitas pendidikan di SDN 11 Sepadit masih sangat memprihatinkan. Kepala sekolah, Wellyanti Oktavia Selan, mengungkapkan kesulitannya akibat minimnya sarana pendukung proses belajar mengajar. Sekolah yang berdiri sejak 1984 itu belum pernah mengalami renovasi menyeluruh, sehingga banyak bagian plafon yang bocor dan menggantung, berpotensi membahayakan warga sekolah.

Keadaan ruang kelas SDN 11 Sepadit di Desa Sekaih, Kecamatan Ketungau Hulu | Dokumentasi Pribadi
Meskipun tinggal di tengah-tengah keterbatasan, siswa SDN 11 Sepadit tetap menjaga semangat belajarnya dengan selalu hadir dan aktif berkegiatan di sekolah.
“Anak-anak di sini semangat belajarnya tinggi. Jarang ada yang telat, biasanya jam 6 pagi sudah datang dan minta kunci kelas untuk buka sendiri” ujar Wellyanti saat ditemui di kediamannya.
Masih menurut Wellyanti, anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dapat langsung memenuhi kekurangan fasilitas dan program sekolah. Fasilitas sekolah hanya mendapat dua puluh persen alokasi anggaran dan harus dibagi pula untuk gaji guru honorer. Besar harapan Wellyanti agar sekolah yang ia pimpin mendapat perhatian dari pemerintah agar lebih layak seperti sekolah-sekolah lain.
Selain mewawancarai kepala sekolah, Tim Ekspedisi Patriot juga berkesempatan meninjau area sekolah bersama para siswa SDN 11 Sepadit. Pada Senin siang (29/9), enam siswa terlihat bermain di halaman sekolah karena pulang lebih awal. Philip bersama teman-temannya kemudian mengajak Tim Ekspedisi Patriot berkeliling melihat kondisi sekolah. Ruang kelas enam tampak sederhana namun tertata rapi.
“Fasilitas pendidikan di sini masih sangat terbatas. Pojok baca ini kami buat atas inisiatif siswa kelas enam, tapi kami masih kekurangan buku,” ujar Philip, siswa kelas enam SDN 11 Sepadit.
Philip menuturkan bahwa jarak menuju SMP cukup jauh dan harus keluar desa sehingga mustahil ditempuh dengan berjalan kaki. Pernyataan itu dibenarkan oleh Tim Ekspedisi Patriot yang membutuhkan lebih dari satu jam perjalanan dengan sepeda motor dari jalan poros utama untuk mencapai Desa Sekaih. Kondisi jalan di desa tersebut pun masih berupa tanah merah yang licin dan berisiko membuat kendaraan tergelincir jika tidak berhati-hati.

Tim Ekspedisi Patriot meninjau kebun milik siswa SDN 11 Sepadit, Desa Sekaih, Kecamatan Ketungau Hulu | Dokumentasi Pribadi
“Kami sulit membayangkan jika anak-anak harus menempuh jalan seperti ini hanya untuk pergi ke sekolah. Pemerintah seharusnya memastikan tersedianya fasilitas dasar seperti akses jalan yang layak, atau bahkan membangun SMP di wilayah ini agar siswa lebih mudah melanjutkan pendidikan,” tutur Mahar saat kunjungan.
Temuan-temuan ini menjadi bahan evaluasi untuk pembangunan fasilitas pendidikan di kawasan transmigrasi. ketersediaan fasilitas dasar pendidikan sudah menjadi kewajiban pemerintah sekaligus hak setiap anak di Indonesia. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar cita-cita.
Kunjungan Tim Ekspedisi Patriot Universitas Indonesia ke SDN 11 Sepadit menjadi awal dari langkah-langkah strategis untuk memperkuat pendidikan di kawasan perbatasan. Dengan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan akademisi, pemerataan pendidikan bukan lagi sekadar harapan, tetapi kenyataan yang bisa diwujudkan bersama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News