Di tengah hiruk pikuk pemberitaan yang kerap menyoroti kondisi krisis, masih ada kisah tentang harapan, kerja nyata, dan cinta yang perlu disebarkan. Melalui SATU Indonesia Awards, banyak anak muda Indonesia yang menjadi bukti hidup selaku inisiator perubahan di lingkungan masing-masing. Di antara banyaknya penerima penghargaan, ada tiga perempuan yang kisahnya mengingatkan kita bahwa kebaikan bisa tumbuh di mana saja dan melalui cara apa saja: Mira Susanti, Triana Rahmawati, dan Elsa Maharani. Ketiganya bergerak melalui caranya sendiri, tidak selalu besar, tidak selalu disorot, namun berarti dan menerangi kehidupan banyak orang.
Mira Susanti, Menyatukan Kesehatan dan Cinta Lingkungan
Bagi Mira Susanti, menstruasi bukan hanya urusan biologis, namun juga pintu menuju kemandirian dan kepedulian lingkungan. Inisiatifnya melalui Green Lady Indonesia, Mira mengajak perempuan memahami tubuh mereka sendiri sekaligus menjaga bumi dengan beralih ke penggunaan pembalut kain yang bisa digunakan ulang. Gerakan yang ditempuh Mira ini muncul karena keprihatinannya atas minimnya edukasi kesehatan reproduksi di daerah serta banyaknya limbah pembalut sekali pakai yang berimbas pada pencemaran lingkungan.
Ia memulai dari lingkup kecil dengan mengedukasi enam perempuan yang kini menjadi mitra dan duta edukasi Green Lady Indonesia. Kini, gerakannya meluas ke kota-kota lain dengan kegiatan rutin seperti pelatihan pembuatan pembalut kain, kelas edukasi reproduksi, hingga kampanye Menstruasi Sehat, Bumi Sehat. Atas inisiasinya, Mira menerima apresiasi SATU Indonesia Awards kategori Kesehatan pada 2021. Lewat langkah yang ditempuhnya, Mira membuktikan bahwa merawat diri berbanding lurus dengan merawat bumi.
Triana Rahmawati, Sahabat bagi Mereka yang Terpinggirkan
Kepedulian lahir dari keberanian untuk mendekat, bukan menghakimi, adalah hal yang berlaku bagi Triana Rahmawati. Sejak menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret, ia mendirikan Griya Schizofren, komunitas pendamping bagi orang dengan masalah kejiwaan (OMDK) agar bisa hidup lebih bermakna di tengah masyarakat. Menemani pasien berbincang, berkarya, atau sekadar berjalan sore bersama adalah hal sederhana, namun hangat dan bermakna. Akan tetapi, di balik kesederhaan itu ada semangat besar untuk memudarkan stigma. Menurut Tiara, OMDK hanya perlu merasa memiliki teman untuk kesehariannya.
Griya Schizofren berkembang menjadi komunitas lintas kota yang mengolaborasikan pendampingan sosial, pelatihan relawan, juga advokasi kebijakan publik tingkat daerah. Kerap terdapat tantangan yang dihadapi, contohnya ketika harus menjalankan program dengan dana pribadi, namun hal tersebut tak menghentikan langkahnya. Tahun 2017, Triana dianugerahi SATU Indonesia Awards kategori Kesehatan atas dedikasinya. Penghargaan tersebut bukan menjadi akhir, melainkan awal untuk memperluas jejaring kebermanfaatan. Kini, Griya Schizofren aktif menghadirkan literasi kesehatan mental ke sekolah-sekolah dan masyarakat umum. Triana mengajarkan satu hal penting, bahwa terkadang yang paling dibutuhkan seseorang bukanlah obat secara harfiah, melainkan teman yang benar-benar hadir.
Elsa Maharani, Menjahit Asa, Menumbuhkan Mandiri
Elsa Maharani telah mengubah sehelai kain menjadi jembatan menuju kemandirian, diawali dari usaha kecil menjahit hijab rumahan. Ia mendirikan Kampung Jahit, sebuah gerakan sosial yang memberdayakan ibu rumah tangga dan perempuan penyandang disabilitas. Elsa percaya setiap perempuan memiliki potensi asalkan diberi ruang kepercayaan. Ia mengajarkan keterampilan menjahit, membantu pemasaran, bahkan menyediakan pelatihan digital agar para anggota bisa menjual produknya sendiri.
Kini, Kampung Jahit memiliki ratusan anggota yang sebagian bekerja dari rumah dan sebagian bekerja sebagai pengrajin tetap. Elsa dinobatkan sebagai penerima SATU Indonesia Awards pada tahun 2020 kategori Kewirausahaan atas dedikasinya menjahit perubahan sosial dari hal-hal kecil. Untuknya, bisnis bukan hanya berbicara laba, namun juga tentang membukakan pintu bagi mereka yang semula tak memiliki kesempatan. Bukan sekadar menjahit kain, namun Elsa juga menjahit mimpi.
Benang Merah dari Tiga Perempuan Hebat
Dari Mira, kita belajar bahwa upaya menjaga diri dapat berarti menjaga bumi. Dari Triana, kita paham bahwa kehadiran dengan empati bisa menyembuhkan jiwa-jiwa yang terluka. Dari Elsa, kita tahu bahwa pemberdayaan adalah bentuk cinta terhadap sesama perempuan. Tiga kisah ini melahirkan bukti bahwa inspirasi tak selalu muncul dari panggung besar, kadang ia lahir dari gerakan sederhana, dari langkah yang mendekat tanpa pamrih, dan dari tangan-tangan yang menjahit. Seperti semangat GNFI, “Good news is everywhere”, kebaikan pun bisa tumbuh di mana saja selama masih ada suar-suar yang menyalakan cahayanya.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News