Stasiun Purwakarta (PWK) adalah sebuah stasiun di Purwakarta, Jawa Barat, yang dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS). Stasiun ini dibangun untuk memangkas waktu tempuh perjalanan dari Jakarta ke Bandung dan resmi beroperasi 27 Desember 1902.
Beroperasinya Stasiun Purwakarta dilakukan seiring dengan dipindahkannya ibu kota Karisidenan Karawang ke Purwakarta oleh Gubernur Jenderal Van De Bosch.
Stasiun Purwakarta merupakan stasiun kereta api kelas I sekaligus tempat pemberhentian kereta api utama di Purwakarta di bawah tanggung jawab Daerah Operasional (Daop) II Bandung. Stasiun peninggalan kolonial satu ini melayani berbagai rute perjalanan, baik jarak jauh, menengah, hingga lokal.
Arsitektur bangunannya pun sederhana, selayaknya stasiun kereta api warisan Belanda lainnya. Fasadnya sangat jamak ditemui di bangunan stasiun lain yang dibangun pada periode 1880-1990. Ada sedikit sentuhan gaya Yunani kuno di desain Stasiun Purwakarta yang pernah diminati di masanya.
Peninggalan Kolonial yang Kini Jadi Cagar Budaya
Pembangunan kereta api di jalur Purwakarta tak lepas dari proyek besar pemerintah Hindia Belanda yang dimulai pada 1881. Saat itu, jalur kereta yang dibangun pertama adalah arah Batavia-Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung, yang kemudian diresmikan pada 1884.
Menyadur dari budaya.data.kemdikbud.go.id, pembangunan transportasi berbasis rel ini terus berlanjut hingga tahap V yang dimulai di awal abad ke-20. Salah satu jalur kereta api yang dibangun adalah jalur Batavia-Bandung lewat Purwakarta.
Lebih lanjut, melalui disipusda.purwakartakab.go.id yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Purwakarta, pembangunan rel di Purwakarta-Bandung sempat menghadapi masalah pelik timbang jalur lainnya. Ini disebabkan karena banyak sungai dan jurang yang dalam.
Perlu ada jembatan dengan panjang 200 meter. Bahkan, pemerintah Hindia Belanda sampai menggali terowongan Sasaksaat yang kini juga menjelma menjadi terowongan aktif terpanjang di Indonesia.
Jalur kereta api ini diresmikan pada 27 Desember 1902 dan terus diperpanjang hingga ke Padalarang pada tahun 1906. Berkat pembangunan masif itu, perjalanan Batavia-Bandung bisa ditempuh dengan waktu yang lebih singkat lewat Purwakarta.
Sebagai informasi tambahan, pernah ada Dipo Lokomotif yang dibangun di sini. Alasannya sederhana, karena Stasiun Purwakarta mengarah ke Bandung yang memiliki jalur menanjak dan berkelok.
Dipo Lokomotif diperlukan untuk mendukung operasional kereta api yang melintasi medan terjal. Dipo tersebut juga menyediakan lokomotif uap cadangan bagi kereta yang siap digunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Namun, setelah era lokomotif uap berakhir di tahun 1980-an, Dipo Lokomotif di Purwakarta akhirnya berhenti beroperasi. Melansir dari KAI, tahun 2019, Dipo Purwakarta dialihfungsikan menjadi kantor dan gudang.
Stasiun Kereta Api Purwakarta saat ini sudah ditetapkan menjadi salah satu cagar budaya, sesuai dengan SK Menbudpar No: PM.58/PW.007/MKP/2010.
Punya Kuburan Kereta Api
Hal yang unik dari Stasiun Purwakarta adalah adanya fasilitas kuburan kereta api. Tempat ini menjadi lokasi peristirahatan terakhir bagi gerbong-gerbong kereta yang sudah tua.
Tidak banyak stasiun kereta api di Indonesia yang dijadikan lokasi persemayaman kereta. Stasiun Purwakarta menjadi salah satu lokasi penguburan gerbong-gerbong tua, mulai dari bekas KRL, KRD, sampai kereta penumpang.
Lokomotif tua yang sudah ‘menjemput ajalnya’ bakal diletakkan di sini. Puluhan bangkai kereta yang sudah afkir ditumpuk di sana.
Lokasi kuburan ini berada dalam kompleks Stasiun Purwakarta, tepatnya di pekarangan emplasemen stasiun. Dikatakan bahwa kereta-kereta tua yang sudah tidak dipakai itu ada yang dijual, dikilokan, sampai dihancurkan. Bahkan, ada juga yang ditimbun selayaknya manusia yang sudah meninggal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News