Pernah nggak sih Kawan baca sebuah cerita yang awalnya bikin ketawa, tetapi setelah dipikir-pikir isinya seperti menyindir keadaan nyata? Cerita yang tokohnya bisa pejabat, birokrat, atau tokoh penting lain, dan kelakuannya terasa kocak sekaligus menyebalkan?
Nah, cerita seperti itu sering disebut teks anekdot. Tidak sedikit siswa atau pembaca umum pernah menemukannya di buku pelajaran Bahasa Indonesia, di media massa, bahkan di media sosial. Anekdot memang sengaja dibuat singkat, padat, menghibur, sekaligus menyelipkan kritik yang tajam.
Pengertian Teks Anekdot
Secara umum, teks anekdot adalah cerita singkat yang lucu, menggelitik, dan biasanya menyindir fenomena sosial atau perilaku tokoh tertentu.
Tokoh yang sering diangkat biasanya orang terkenal, pejabat, atau figur publik, karena tingkah mereka dianggap cukup relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Walaupun singkat, teks anekdot memiliki kekuatan besar. Ia bisa menjadi semacam "cermin" untuk masyarakat, sekaligus menjadi “tamparan halus” bagi orang-orang yang dikritik. Oleh sebab itu, anekdot sering dipakai dalam wacana kritik politik, sosial, maupun pendidikan.
Perbedaan Anekdot dan Humor
Banyak dari Kawan mungkin masih keliru membedakan antara anekdot dan humor. Padahal, keduanya punya fungsi berbeda.
- Humor, dibuat semata-mata untuk hiburan. Tidak ada pesan serius di dalamnya. Tujuannya hanya membuat orang tertawa.
- Anekdot, selain mengundang tawa, juga menyampaikan kritik atau pesan moral. Ceritanya mungkin konyol, tapi mengandung sindiran terhadap keadaan nyata.
Misalnya, jika ada cerita tentang orang terpeleset kulit pisang, itu humor. Tapi kalau ada cerita pejabat yang terpeleset kulit pisang karena sibuk selfie saat meninjau pasar, itu anekdot karena menyindir kebiasaan pejabat yang lebih mementingkan pencitraan.
Struktur Teks Anekdot
Agar mudah dipahami, anekdot biasanya mengikuti pola tertentu. Dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia, struktur teks anekdot dibagi menjadi lima:
- Abstraksi, Bagian pengantar cerita yang memberi gambaran awal.
- Orientasi, Menjelaskan situasi atau latar cerita.
- Krisis, Bagian inti, yaitu munculnya masalah atau hal kocak yang absurd.
- Reaksi, Respon atau tanggapan tokoh terhadap krisis tadi.
- Koda, atau penutup, biasanya berisi sindiran atau simpulan lucu.
Struktur ini membuat anekdot tetap rapi, walau singkat dan penuh humor.
Contoh Teks Anekdot
1. Jembatan Impian
Suatu hari, pejabat datang meresmikan jembatan baru. Warga menyambut dengan riang gembira.
Pejabat: Dengan bangga saya resmikan jembatan ini sebagai bukti perhatian pemerintah!
Warga: Terima kasih, Pak! Akhirnya kami bisa menyeberang lebih mudah!
Begitu pita dipotong, warga langsung mencoba melintas. Baru melangkah dua langkah, papan jembatannya “krek!” patah.
Warga: Pak, ini kok jembatannya cuma dari dua papan kayu?
Pejabat (senyum lebar): Tenang, itu baru tahap awal. Tahap kedua nanti kita tambah satu papan lagi!
Warga: …jadi tahap ketiga kita dapat paku, Pak?”
2. Rapat Darurat
Pemerintah mengadakan rapat darurat yang katanya untuk membahas masalah banjir.
Pejabat 1: Baik, agenda rapat ini sangat penting.
Warga: Akhirnya soal banjir dibahas juga!”
Pejabat 1: Bukan… kita akan membahas masalah seragam untuk acara tahunan. Warnanya harus elegan!”
Semua pejabat sibuk berdebat warna seragam, ada yang usul biru laut, ada yang usul merah marun.
Sementara itu, para warga…
Warga: Banjir udah sepinggang, tapi yang mereka pikirin seragam.
Warga lain: Mungkin mereka mau berenang secara elegan!
3. Jalan Baru
Sebuah desa akhirnya punya jalan baru setelah bertahun-tahun rusak. Pemerintah pun menggelar acara peresmian.
Pejabat: Kami bangga menghadirkan jalan ini untuk rakyat!
Warga: Syukur, akhirnya kami bisa lewat tanpa takut banjir.
Tapi sebelum warga sempat lewat, jalan ditutup untuk sesi foto pejabat.
Warga: Jalannya buat kita atau buat foto, sih?
Warga lain: Sepertinya hari ini jalannya jadi studio foto dulu, besok baru kita lewat sini.
4. Proyek Jalan Aspal Ajaib
Suatu hari pejabat datang dengan rombongan besar ke sebuah desa. Kamera wartawan sudah siap, warga dikumpulkan.
Pejabat: Dengan ini kami resmikan jalan baru yang bisa meningkatkan perekonomian rakyat!”
Semua tepuk tangan, bahkan ada yang berteriak, “Hidup pemerintah!
Begitu warga mencoba melewati jalan, baru dua hari dipakai, aspalnya sudah berlubang di mana-mana.
Warga 1: Pak, ini jalannya kok udah kayak kolam ikan?
Warga 2: Iya,malah kayak kolam lele.
Warga 3: Tenang, itu memang jalan multifungsi. Bisa untuk kendaraan, bisa juga untuk budidaya ikan!
5. Gaji dan Rakyat
Di sebuah talk show TV, seorang pejabat diwawancarai.
Host: Pak, banyak rakyat mengeluh harga kebutuhan naik. Apa solusinya?
Pejabat: Ya rakyat harus belajar hidup sederhana. Jangan konsumtif!
Penonton di studio mulai berbisik-bisik. Seorang wartawan berani angkat tangan.
Wartawan: Kalau begitu, kenapa gaji dan tunjangan pejabat tidak ikut disederhanakan, Pak?
Pejabat (tersenyum kaku): Eee… itu beda. Kami kan bekerja keras untuk rakyat.
Seorang ibu penonton nyeletuk keras-keras,
Ibu-ibu: Iya Pak, kami juga kerja keras tiap hari buat bayar pajak. Jadi kapan kita gajian juga?
Dari contoh-contoh tadi, kita bisa melihat bahwa teks anekdot bukan sekadar cerita lucu. Ia hadir sebagai media untuk menyampaikan kritik sosial dengan cara ringan dan menghibur. Bedanya dengan humor biasa adalah adanya pesan moral yang bisa ditangkap pembaca.
Anekdot yang menyindir pejabat bukan bermaksud menghina, tetapi mengingatkan bahwa jabatan adalah amanah. Kalau pejabat hanya sibuk pencitraan atau memperkaya diri, masyarakat pun akan menyindir mereka lewat humor yang “menggelitik tapi menohok.”
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News