Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya budaya, bahasa, serta tradisi. Hampir setiap daerah memiliki cara unik untuk mengekspresikan identitasnya, mulai dari tarian, musik, kuliner, hingga ritual adat.
Keberagaman inilah yang kemudian diwujudkan dalam berbagai festival budaya yang diselenggarakan sepanjang tahun.
Bulan Oktober menjadi salah satu momen istimewa karena banyak daerah di Indonesia menggelar festival budaya yang bukan hanya meriah, tetapi juga sarat makna.
Festival-festival ini bukan sekadar tontonan, melainkan wadah untuk merawat tradisi, mempererat persatuan, dan tentu saja menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Mengutip dari laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), berikut festival budaya dari Sumatra hingga Papua.
Festival Pesona Mentawai, Sumatra Barat (2—4 Oktober 2025)
Festival Pesona Mentawai (FPM) 2025 yang memasuki edisi keenam merupakan agenda tahunan pemerintah daerah untuk memperkenalkan potensi wisata Mentawai ke tingkat internasional.
Diselenggarakan di Desa Wisata Mapaddegat, Tuapeijat, acara ini berfokus pada pengembangan homestay dan pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat, khususnya generasi muda.
Festival ini merayakan perpaduan alam dan budaya Mentawai yang berakar pada kearifan leluhur. Lebih dari sekadar hiburan, FPM menjadi ruang apresiasi untuk melestarikan sekaligus mengembangkan warisan budaya, serta memastikan keberlangsungannya bagi generasi mendatang.
Festival Pesona Selat Lembeh, Sulawesi Utara (8—12 Oktober 2025)
Festival Pesona Selat Lembeh yang berawal dari tradisi syukuran hasil laut, kini berkembang menjadi ajang internasional untuk memperkenalkan keberagaman budaya, suku, dan agama di Kota Bitung.
Sejak 2016—2025, festival ini rutin digelar dengan melibatkan lebih dari 90% musisi lokal, menghadirkan ratusan UMKM, serta mendorong pertumbuhan pariwisata daerah.
Pada edisi ke-9 tahun 2025, festival ini tampil dengan konsep baru yang lebih beragam, mulai dari Sailing Pass Perahu Mural, Karnaval Laut, Carnaval Costume, Bitung Kota Kuliner, hingga kompetisi fotografi bawah laut.
Festival ini bukan hanya menawarkan hiburan, tetapi juga pengalaman unik yang melibatkan masyarakat secara langsung serta memberi dampak nyata bagi ekonomi kreatif dan sektor pariwisata Kota Bitung.
Festival Lamaholot, Nusa Tenggara Timur (7—10 Oktober 2025)
Lamaholot adalah salah satu etnis besar di Nusa Tenggara Timur yang mendiami wilayah Lembata, Solor, Adonara, Flores bagian timur, hingga sebagian Kepulauan Alor, dengan identitas budaya yang masih terjaga melalui bahasa, paguyuban, dan aktivitas sosial masyarakatnya.
Keberadaan komunitas Lamaholot, baik di tingkat nasional maupun internasional, bukan hanya berperan dalam melestarikan budaya, tetapi juga menjadi sarana promosi pariwisata, khususnya di kawasan ALTAKA (Alor, Lembata, Larantuka).
Festival Lamaholot pun hadir sebagai ruang apresiasi budaya, di mana tahun 2024 mengangkat isu strategis tentang tenun, sastra Sole Oha, dan konservasi bahari, sementara pada 2025 fokusnya lebih tajam dengan tema “Eksotis Tenun Lamaholot”.
Tema ini diharapkan mampu menarik perhatian wisatawan, mulai dari pencinta kain tradisional, pegiat budaya, fotografer, hingga kreator digital yang dapat memperkenalkan tenun Lamaholot lebih luas lagi.
Festival Asmat Pokman, Papua Selatan (7—11 Oktober 2025)
Budaya Papua Selatan yang mencakup filsafat, religi, dan seni terbukti mampu bertahan meski dihadapkan pada arus modernisasi, meskipun perubahan sosial tetap memberi pengaruh pada orientasi para seniman, termasuk di Asmat.
Sejak 1981, Pesta Budaya Asmat yang kini dikenal sebagai Festival Asmat Pokman menjadi ruang penting bagi masyarakat, adat, gereja, dan pemerintah untuk menjaga identitas budaya sekaligus mengembangkannya.
Kegiatan yabg dilaksanakan beragam, mulai dari seni ukir, kuliner khas seperti pangkur sagu, ekowisata trip bakau, lokakarya seni tubuh, talkshow ekonomi kreatif, hingga pesta adat seperti pesta perahu.
Festival ini bukan hanya sarana pelestarian budaya, tetapi juga wadah apresiasi dan motivasi bagi seniman lokal. Itu sekaligus menjadi bagian dari rangkaian festival budaya di Indonesia yang memperlihatkan betapa kayanya warisan tradisi bangsa, dari Sumatra hingga Papua.
Nusa Penida Festival, Bali (9—11 Oktober 2025)
Nusa Penida Festival 2025 yang berlangsung pada 9–11 Oktober di Lapangan Umum Sampalan akan menjadi perayaan budaya dan pariwisata penuh warna, menampilkan keindahan alam, tradisi, dan seni khas Nusa Penida.
Festival ini menghadirkan beragam agenda, mulai dari tari garapan, lomba baleganjur, ritual pakelem, hingga bazaar kerajinan dan kuliner lokal.
Tak hanya menyuguhkan hiburan, pengunjung juga bisa ikut tur ekowisata, snorkeling, dan berbagai aktivitas konservasi seperti penanaman mangrove dan terumbu karang, pelepasan tukik, hingga aksi bersih pantai.
Festival ini bukan sekadar ajang seni dan budaya. Namun, juga wadah edukasi tentang pelestarian lingkungan serta dorongan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, sekaligus memperkuat identitas budaya Nusa Penida di mata dunia.
Festival Danau Poso, Sulawesi Tengah (10—12 Oktober 2025)
Festival Danau Poso 2025 menjadi momentum istimewa karena menandai penyelenggaraan ke-25, sekaligus mengukuhkan posisinya sebagai salah satu festival budaya tertua dan paling bersejarah di Indonesia.
Festival ini merepresentasikan harmoni budaya yang hidup di sekitar Danau Poso melalui perpaduan tradisi lokal dan sentuhan modern.
Dengan konsep baru Festival Kota, seluruh kawasan Tentena akan disulap menjadi panggung besar, menampilkan seni, karnaval budaya, pameran foto, kuliner, hingga area UMKM yang tersebar di berbagai titik.
Inovasi ini tidak hanya membawa festival lebih dekat dengan masyarakat dan wisatawan, tetapi juga memperkuat identitas budaya lokal, menjadikan Tentena dan Danau Poso sebagai destinasi budaya sekaligus wisata yang membanggakan.
Iraw Tengkayu, Kalimantan Utara (11—12 Oktober 2025)
Festival Iraw Tengkayu di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, merupakan perayaan budaya yang sarat makna. Dilakukan sebagai wujud syukur masyarakat atas hasil laut sekaligus penghormatan terhadap sejarah pelayaran leluhur.
Acara ini dirangkaikan dengan Pekan Kebudayaan Daerah yang menampilkan beragam kegiatan, mulai dari pameran tari khas, pawai budaya, lomba tarian, kuliner lokal, hingga prosesi adat penurunan Padaw Tuju Dulung ke laut sebagai simbol identitas Suku Tidung.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, festival ini juga dimeriahkan tari kolosal yang melibatkan sekitar 200 pelajar SMA/SMK se-Kota Tarakan, menjadikannya ajang kebudayaan yang meriah sekaligus memperkuat jati diri masyarakat setempat.
Festival Pesona Meti Kei, Maluku (21—27 Oktober 2025)
Fenomena pasang surut terbesar di Kepulauan Kei yang dikenal sebagai “Met Ev” atau “Meti Kei” menjadi momen penting bagi masyarakat setempat untuk menangkap ikan, mengumpulkan kerang, dan hasil laut lainnya.
Tradisi penangkapan ikan khas Kei yang disebut “Wer Warat” atau “Tarik Tali” menjadi daya tarik utama, di mana masyarakat bersama-sama membentangkan daun kelapa di laut lalu menariknya ke darat hingga menghasilkan tangkapan ikan melimpah.
Festival ini tidak hanya menjadi perayaan budaya yang dinantikan masyarakat lokal. Namun, juga atraksi wisata yang menarik minat wisatawan mancanegara untuk menyaksikan keindahan tradisi sekaligus pesona alam Kepulauan Kei.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News