Gantang merupakan satuan dan alat takaran beras yang umum digunakan di tengah masyarakat Melayu. Selain itu, penggunaan satuan takaran beras ini juga umum dijumpai di daerah Sumatra Barat yang didominasi oleh masyarakat Minangkabau.
Meskipun umumnya takaran beras menggunakan satuan kilogram, penggunaan gantang masih bisa dijumpai di tengah masyarakat walau tidak sebanyak dulunya. Padanan satuan gantang ke kilogram juga berbeda-beda di masing-masing wilayah, sehingga perlu disesuaikan kembali di setiap lokasinya.
Tahukah Kawan, selain berfungsi untuk mengukur satuan beras, ternyata ada juga sebuah mitos yang berkaitan dengan gantang di tengah masyarakat Melayu. Ada perlakuan khusus yang mesti diterapkan pada alat takaran beras ini untuk mencegah hal-hal yang tidak menyenangkan nantinya.
Lantas apa saja mitos yang berkaitan dengan gantang di tengah masyarakat Melayu?
Gantang, Alat Takaran Beras Khas Masyarakat Melayu
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, gantang merupakan satuan volume beras yang umum digunakan di tengah masyarakat Melayu. Selain itu, penyebutan gantang juga bisa merujuk kepada alat yang digunakan untuk mengukur satuan beras tersebut.
Alat gantang berbentuk silinder seperti gelas. Alat takaran beras ini umumnya memiliki panjang 19 cm, lebar 24 cm, dan cekungan di dalam 17 cm.
Gantang dibuat dengan menggunakan bahan dasar kuningan. Namun ada juga masyarakat yang membuat alat takar ini dengan menggunakan bahan dasar kayu.
Keberadaan gantang di tengah masyarakat Melayu diketahui sudah berkembang sejak lama. Dilansir dari buku Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional Daerah Kalimantan Barat, keberadaan gantang khususnya di tengah masyarakat melayu Ketapang diketahui sudah ada sejak pertengahan abad ke-18, tepatnya pada masa Kerajaan Tanjungpura.
Pengenalan gantang ini diketahui berasal dari pedagang dan pendatang Bagdad yang datang ke sana. Pada waktu itu, gantang menjadi salah satu hadiah yang diberikan oleh para pedagang ini kepada pihak Kerajaan Tanjungpura.
Sejak itu gantang digunakan secara umum di tengah masyarakat untuk menimbang volume beras. Perbandingan satuan gantang ke kilogram biasanya berbeda-beda di setiap daerah.
Namun umumnya satu gantang sebanding dengan 1,5 hingga 2,5 kilogram.
Mitos Seputar Gantang
Keberadaan gantang ternyata lebih dari sekadar alat takar beras di tengah masyarakat Melayu. Ada beberapa mitos dan kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat terkait alat takar ini.
Mitos yang berkembang ini berkaitan dengan perlakuan terhadap alat gantang yang dimiliki oleh seseorang. Berikut dua mitos yang berkembang di tengah masyarakat terkait alat takaran beras tersebut, yakni.
1. Mitos Melangkahi Gantang
Mitos pertama yang berkembang terkait gantang adalah tidak boleh untuk melangkahinya. Jika seseorang yang melakukan hal ini, maka dia akan mendapatkan penyakit nantinya.
Orang yang melangkahi gantang dipercaya akan terkena penyakit burut atau hernia.
2. Mitos Memberikan Gantang ke Orang Lain
Kepercayaan lain yang berkembang di tengah masyarakat Melayu terkait gantang adalah cara memberikannya kepada orang lain. Ada aturan khusus yang mengatur tentang tata cara memberikan alat takar beras tersebut.
Jika seseorang ingin memberikan gantang ke orang lain, maka dia mesti meletakkannya di lantai atau meja terlebih dahulu. Setelah itu barulah orang lain mengambil gantang tersebut.
Artinya tidak boleh seseorang memberikan gantang secara langsung dari satu tangan ke tangan lainnya. Meskipun tidak diketahui apa bahaya yang terjadi jika melanggar mitos ini, kepercayaan seputar gantang ini menjadi bagian tradisi di tengah masyarakat sejak dulunya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News