Perempuan yang berdaya adalah fondasi bagi kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, akses perempuan terhadap pengetahuan harus diperjuangkan sebaik-baiknya. Namun, realitas menunjukkan betapa banyak perempuan Indonesia yang menghadapi keterbatasan mengenyam pendidikan dasar.
Salah satu dari sedikitnya perjuangan akses pendidikan bagi kaum perempuan datang dari pedalaman Dusun Bahonglangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sebuah pengabdian yang diinisiasi oleh Andi Appi Patongai bersama Yayasan 1000 Guru Sulsel yang bernama Rural Women Empowerment (RWE) menjadi bukti dari banyaknya kontribusi yang bisa dilakukan anak muda bagi keberdayaan perempuan di Indonesia.
Lalu, apa yang mendasari Appi dan tim relawan dalam pelaksanaan program ini? Apa tantangan dan suka duka yang dialami? Hingga apa saja buah manis yang berhasil dipetik dari perjuangan ini? Selamat membaca dan temukan jawabannya yang menginspirasi!
Bermula dari Beragam Keresahan
“Kami sering sekali berhutang untuk memenuhi kebutuhan kami karena kami tidak bisa mengelola keuangan,” ungkap Ecce, salah satu warga Bahonglangi, seperti yang dikutip dari Tempo.co.
Terdengar sederhana, tetapi ungkapan tersebut menjadi cerminan dari kompleksitas masalah yang dihadapi perempuan di pedalaman Bahonglangi. Kemampuan calistung (membaca, menulis, dan menghitung) yang rendah menyebabkan mereka tidak memahami konsep pengelolaan keuangan keluarga, termasuk menabung dan jual beli hasil sumber daya.
Tak jarang mereka menjual murah jerih payah mereka karena ketidaktahuan atas nilai barang yang dimiliki, misalnya seekor sapi yang dijual dengan harga Rp. 3 Juta, padahal bisa bernilai dua kali lipat.
Ketidakmampuan ini membuat masyarakat Bahonglangi tidak mampu memenuhi kebutuhan, termasuk pendidikan anak-anak mereka. Akses sekolah yang sulit karena jarak yang jauh, membuat para orang tua di Bahonglangi harus menguras kantung jika ingin mengirim anak-anak mereka ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Alasan inilah yang menyumbang tingginya angka putus sekolah di Bahonglangi. Anak-anak yang telah selesai di sekolah dasar lebih memilih untuk membantu orang tuanya menyambung kehidupan.
Peliknya masalah tersebut mendorong Andi Appi Patongai bersama Yayasan 1000 Guru Sulsel menggagas program Rural Women Empowerment (RWE) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan calistung dan pemberdayaan ekonomi kaum perempuan di pedalaman Bahonglangi.
Empat Fase Pengabdian yang Penuh Asa dan Rintangan
Program ini dimulai awal tahun 2018 setelah Appi dan kawan-kawan mengobservasi kebutuhan para perempuan di Bahonglangi. Sebanyak 28 perempuan dengan rentang usia 18 - 50 tahun mengikuti bimbingan dari para tim relawan setiap dua minggu sekali.
Dikutip dari BaKTI News, pelatihan dibagi menjadi empat fase: fase pertama berfokus pada peningkatan kemampuan calistung, lalu diikuti fase pelatihan manajemen keuangan dan keterampilan wirausaha, fase pemasaran produk yang diolah dari sumber daya alam di Bahonglangi, hingga fase terakhir yang mendorong terbentuknya kelompok usaha sebagai wadah bagi kaum perempuan untuk mengimplementasikan keterampilan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat Bahonglangi.
Namun, bimbingan oleh tim relawan tidak berhenti di situ. Appi dan kawan-kawan akan tetap mendampingi para perempuan di Bahonglangi, baik secara langsung maupun jarak jauh melalui telepon setelah program dilaksanakan.
Selama program berlangsung, tim relawan yang berdomisili di Makassar perlu menghadapi tantangan perjalanan yang panjang setiap kali berkunjung ke Bahonglangi. Jarak antara Bahonglangi dan Makassar harus ditempuh selama 7 jam (4 jam berkendara ditambah 3 jam berjalan kaki). Belum lagi perihal pendanaan akomodasi dan sarana pembelajaran yang awalnya berasal dari kantung para relawan sendiri.
Namun, tantangan yang dihadapi tak menyurutkan semangat tim relawan untuk melaksanakan program ini dengan sepenuh hati, karena meyakini akan ada hasil positif yang akan diperoleh. Apakah pada akhirnya, keyakinan itu berbuah manis?
Memanen Hasil: Melek Literasi Hingga Penurunan Angka Putus Sekolah
Jarak ratusan kilometer yang ditempuh relawan selama kurang lebih satu tahun nyatanya tak sia-sia. Appi dan tim relawan berhasil mengurai beragam masalah yang dihadapi perempuan di Bahonglangi, salah satunya kemampuan literasi yang rendah.
Program ini berhasil meningkatkan kemampuan calistung peserta (86%) yang kini mampu membaca, menulis, dan berhitung dengan lancar, ditambah dengan pengetahuan manajemen keuangan keluarga yang baik.
Menariknya, pelatihan ini mampu mengurangi angka putus sekolah dan pernikahan anak di Bahonglangi. Jika sebelumnya, 95% dari anak-anak yang telah lulus sekolah dasar tidak melanjutkan pendidikan, maka setelah program ini dilaksanakan, 98% lulusan sekolah dasar memilih untuk lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu, program RWE juga mendorong peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya di Bahonglangi, khususnya beras merah dan madu hutan. Perempuan berkontribusi dalam proses panen, pemilahan produk yang layak jual, pengemasan, hingga pemasaran ke daerah luar Bahonglangi, termasuk kota besar seperti Makassar.
Yang terpenting dari keseluruhan manfaat yang diperoleh para perempuan di Bahonglangi adalah meningkatnya perhatian pemerintah setelah program ini dilaksanakan. Kunjungan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone hingga Bupati Bone meningkatkan bantuan dana sosial untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat Bahonglangi. Hal ini juga menjadi dasar bagi masyarakat Bahonglangi untuk berinteraksi dengan pihak luar guna meningkatkan peluang-peluang ekonomi yang lebih besar.
Hal ini menjadi bukti, betapa langkah-langkah sederhana yang dilakukan Appi dan tim relawan mampu mengubah nasib masyarakat Bahonglangi hingga hari ini. Lalu, apa yang bisa dipetik dari kisah yang sangat menginspirasi ini?
Sebuah Inspirasi Bagi Seluruh Anak Muda Indonesia
Kawan GNFI bisa membayangkan bagaimana perubahan yang terjadi jika sosok seperti Appi dan tim relawan dari Yayasan 1000 Guru Sulsel bertebaran di setiap sudut Indonesia.
Ada banyak kelompok masyarakat yang tidak memperoleh akses pendidikan seperti mereka yang tinggal di kota-kota besar. Harapan hanya mereka gantungkan kepada anak-anak muda yang masih memiliki energi besar dan ide-ide segar untuk menemukan mereka dan memberikan sedikit perhatian terhadap apa yang mereka butuhkan.
Seperti di Bahonglangi, program RWE selayaknya percikan api yang mampu menarik perhatian pemerintah untuk memberikan akses yang layak kepada masyarakat Bahonglangi untuk mencapai kesejahteraannya melalui sumber daya yang dimiliki.
Maka tidak heran, jika Appi dan kawan-kawan akhirnya menerima apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 2019. Sebuah penghormatan dari pengabdian tulus yang telah berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat.
Demikian kisah penerima apresiasi SATU Indonesia Awards Tahun 2019, yaitu Andi Appi Patongai dan kawan-kawan yang berhasil menggagas program Rural Women Empowerment (RWE) di Bahonglangi. Semoga, dari kisah sederhana nan menginspirasi ini mampu menggugah Kawan GNFI untuk mengambil langkah yang sama dan memberi manfaat dari apa yang dimiliki untuk mencapai keberdayaan masyarakat. Selamat menggagas ide dan melangkah lebih jauh!
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News