green architecture solusi desain bangunan hemat energi dan ramah lingkungan - News | Good News From Indonesia 2025

Green Architecture: Solusi Desain Bangunan Hemat Energi & Ramah Lingkungan

Green Architecture: Solusi Desain Bangunan Hemat Energi & Ramah Lingkungan
images info

Green Architecture: Solusi Desain Bangunan Hemat Energi & Ramah Lingkungan


Seiring meningkatnya krisis iklim dan degradasi lingkungan global, pendekatan desain bangunan kini tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab ekologis. Dalam konteks ini, green architecture atau arsitektur hijau hadir sebagai solusi strategis.

Fokusnya tidak hanya pada efisiensi energi, tetapi juga pada penciptaan ruang hidup yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan. Di Indonesia, penerapan arsitektur hijau menjadi semakin relevan, mengingat karakteristik iklim tropis yang menuntut pengelolaan panas dan kelembapan secara cermat, serta meningkatnya tekanan urbanisasi terhadap daya dukung lingkungan.

Fenomena Sick Building Syndrome (SBS) masih banyak dijumpai di bangunan perkantoran di Indonesia. SBS merujuk pada kondisi ketika penghuni bangunan mengalami keluhan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas lingkungan di dalam gedung.

Biasanya disebabkan oleh ventilasi buruk, pencahayaan alami minim, atau material bangunan yang mengandung zat berbahaya. Di sinilah Green Architecture menawarkan solusi: menciptakan bangunan yang efisien, berkelanjutan, dan mendukung kesehatan penghuninya.

Efisiensi Energi sebagai Inti Desain

Efisiensi energi merupakan salah satu prinsip paling utama dalam Green Architecture. Desain yang baik memperhatikan orientasi bangunan, pengaturan pencahayaan alami, serta pengurangan ketergantungan terhadap pendingin udara buatan.

Jendela berukuran besar dan sistem ventilasi silang memungkinkan pertukaran udara alami secara optimal, sekaligus menurunkan konsumsi energi listrik. Selain itu, lampu LED hemat energi kini menjadi standar penerangan dalam bangunan ramah lingkungan.

Teknologi ini terbukti mampu menghemat konsumsi listrik hingga 70% dan memiliki umur pakai yang jauh lebih panjang dibandingkan lampu konvensional.

Prinsip efisiensi ini juga diterapkan pada sistem pendingin udara (AC) di bangunan-bangunan tinggi. Sistem AC terpusat dengan teknologi indirect cooling bekerja dengan cara memanfaatkan air sebagai media pendingin sehingga lebih efisien secara energi dan ramah lingkungan, di mana mampu menghemat listrik dan menurunkan emisi karbon dalam jumlah besar.

Pemanfaatan Material Ramah Lingkungan

Penerapan Green Architecture juga tidak terlepas dari pemilihan material bangunan yang bersifat lokal, tahan lama, dan ramah lingkungan. Material seperti keramik bertekstur kasar pada lantai dapat meminimalkan pantulan panas dan memberikan kenyamanan termal alami.

Di sisi lain, penggunaan bahan-bahan daur ulang atau yang dapat diperbaharui menjadi strategi penting. Pemilihan material dengan emisi VOC (volatile organic compounds) rendah juga menjadi syarat mutlak dalam menciptakan kualitas udara dalam ruang yang sehat.

Konsep ini juga menyentuh estetika bangunan. Misalnya, desain atap hijau (green roof) tidak hanya berfungsi sebagai elemen pendingin pasif yang menyerap panas dan menurunkan suhu bangunan, tetapi juga memberikan nilai visual yang menyatu dengan alam.

Dinding vegetasi (green wall) pada fasad luar atau ruang dalam juga semakin banyak digunakan sebagai elemen fungsional sekaligus dekoratif, yang mampu menyerap polutan dan meningkatkan kualitas udara.

Optimalisasi Lahan dan Tata Ruang

Pemilihan lokasi dan pengelolaan lahan turut menentukan keberhasilan konsep green building. Pemanfaatan lahan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menjadi langkah awal menuju keberlanjutan.

Proporsi ruang terbuka hijau (RTH) yang memadai, minimal 30% dari luas tapak, tidak hanya berfungsi sebagai area resapan air hujan, tetapi juga sebagai pengatur iklim mikro dan penghasil oksigen.

Desain lansekap yang menyesuaikan kontur tanah dan iklim lokal membantu mengurangi pengangkutan material, menghemat energi, dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan. Pemanfaatan vegetasi lokal seperti trembesi, kenanga, atau akasia dapat membantu menyerap emisi gas buang serta mengurangi dampak urban heat island.

Dengan demikian, perancangan tidak hanya mempertimbangkan bangunan secara individual, tetapi juga menyatu dengan sistem ekologis kota secara keseluruhan.

Penerapan Konsep Green Building di Indonesia

Green Building adalah bentuk evolusi dari Green Architecture yang mencakup seluruh siklus hidup bangunan, mulai dari desain, konstruksi, hingga operasional dan perawatannya. Di Indonesia, sertifikasi Green Building diberikan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) melalui sistem penilaian Greenship.

Enam kategori utama yang dinilai mencakup tata guna lahan, efisiensi energi, konservasi air, siklus material, kualitas udara dalam ruang, serta manajemen lingkungan bangunan.

Menara BCA di Jakarta merupakan salah satu bangunan yang berhasil mencapai peringkat Platinum dalam sertifikasi Greenship. Keberhasilan ini tidak hanya dilihat dari segi teknis, tetapi juga dari sisi manajemen operasional yang efisien dan komitmen terhadap konservasi lingkungan. Penerapan lampu LED sensor cahaya, sistem daur ulang air, dan ventilasi alami merupakan bagian dari strategi yang diterapkan untuk menurunkan konsumsi energi hingga 35% dan mengurangi emisi karbon secara signifikan.

Investasi untuk Masa Depan

Meskipun pembangunan green building memerlukan investasi awal yang sedikit lebih tinggi, penelitian menunjukkan bahwa hanya dengan penambahan anggaran sekitar 5% dari biaya konstruksi standar, konsumsi energi dapat ditekan hingga 50%.

Efisiensi ini menjadikan konsep arsitektur hijau sebagai investasi jangka panjang yang bukan hanya memberikan penghematan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat urban secara keseluruhan.

Green Architecture bukan sekadar tren estetika atau simbol kepedulian lingkungan. Ini adalah pendekatan ilmiah yang menggabungkan teknologi, ekologi, dan nilai sosial dalam satu sistem berkelanjutan.

Dengan penerapan menyeluruh, desain hemat energi ini dapat menjadi fondasi kota-kota masa depan yang sehat, inklusif, dan tangguh terhadap krisis iklim.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.