bukan belanda inilah penjajah pertama yang jadi awal kolonialisme di nusantara - News | Good News From Indonesia 2025

Bukan Belanda! Inilah Penjajah Pertama yang Jadi Awal Kolonialisme di Nusantara

Bukan Belanda! Inilah Penjajah Pertama yang Jadi Awal Kolonialisme di Nusantara
images info

Bukan Belanda! Inilah Penjajah Pertama yang Jadi Awal Kolonialisme di Nusantara


Penjajahan selalu menghadirkan luka sejarah, tetapi dari sana pula lahir semangat perlawanan yang membentuk identitas bangsa. Dalam narasi kolonialisme di Indonesia, Belanda kerap menjadi tokoh utama. Namun, sebelum Belanda menancapkan kekuasaan panjangnya, ada bangsa lain yang lebih dulu datang dengan ambisi besar: Portugis.

Bangsa Portugis menjadi pintu masuk kolonialisme Eropa di Nusantara. Kehadiran mereka berawal dari semangat penjelajahan samudra setelah jalur perdagangan rempah-rempah di Konstantinopel dikuasai Turki Utsmani pada tahun 1453. Demi mencari jalur baru menuju pusat rempah, Portugis dan Spanyol berlomba menembus lautan. Mereka membawa misi tiga G—Gold, Glory, dan Gospel—yakni mengejar kekayaan, kejayaan, sekaligus menyebarkan agama Katolik.


Misi Penjelajahan dan Jejak Awal di Nusantara

Pada Juli 1497, Raja Manuel I dari Portugis mengutus Vasco da Gama memimpin ekspedisi laut besar-besaran dari pelabuhan Lisabon. Setelah perjalanan panjang, pada 1498 ekspedisi tersebut tiba di Kalikut dan Goa, India. Di setiap wilayah yang disinggahi, Vasco da Gama menancapkan padrao—batu bertanda lambang Portugis—sebagai simbol klaim kekuasaan.

Meski berhasil membuka kantor dagang di Goa, Portugis menyadari India bukanlah pusat rempah. Kabar tentang Malaka yang menjadi simpul perdagangan Asia Tenggara pun sampai ke telinga mereka. Pada 1511, armada Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque menyerbu dan merebut Malaka. Peristiwa ini menandai titik balik: dimulainya penjajahan Eropa di Asia Tenggara.

Dari Malaka, Portugis kemudian melanjutkan ekspedisi ke timur. Pada 1512, Francisco Serrão memimpin armada ke Kepulauan Maluku, pusat cengkih dan pala. Di sana, mereka menjalin hubungan dengan Sultan Ternate yang tengah berkonflik dengan Tidore. Portugis menawarkan bantuan militer dengan imbalan monopoli perdagangan rempah. Kesepakatan ini memberi keuntungan besar bagi Portugis sekaligus membuka jalan bagi penyebaran agama Katolik di Nusantara. Sejarawan Adnan Amal bahkan mencatat, komunitas Katolik mulai tumbuh di Ternate pada periode ini.


Tumbangnya Kekuasaan Portugis di Maluku

Namun, hubungan harmonis itu tak bertahan lama. Keserakahan Portugis yang memonopoli perdagangan dan bertindak sewenang-wenang menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan rakyat Maluku. Puncaknya terjadi pada 1570 ketika Portugis membunuh Sultan Hairun, penguasa Ternate yang semula menjadi sekutu mereka.

Tindakan tersebut memicu kemarahan rakyat. Putra Sultan Hairun, Sultan Baabullah, bangkit memimpin perlawanan. Selama lima tahun, Ternate mengepung benteng Portugis hingga akhirnya pada 1575, mereka berhasil diusir dari Maluku. Portugis pun kehilangan pijakan utamanya dan hanya mampu bertahan di Timor Timur (kini Timor Leste).

Secara keseluruhan, kekuasaan Portugis di Indonesia berlangsung singkat, sekitar enam dekade. Meski Spanyol sempat hadir pada 1521, pengaruh keduanya meredup setelah Belanda datang. Pada 1605, VOC menyerang benteng Portugis di Maluku dan mengakhiri sisa kekuasaan mereka. Dari situlah babak panjang penjajahan Belanda dimulai.


Jejak Sejarah yang Tersisa

Walaupun telah lama meninggalkan Nusantara, warisan penjajahan Portugis masih dapat dijumpai hingga sekarang. Di bidang budaya, musik keroncong yang populer di tanah air memiliki akar dari tradisi musik Portugis yang dibawa oleh para pelautnya.

Dalam bahasa, banyak kosakata serapan Portugis yang masih digunakan sehari-hari, seperti meja, sabun, pesta, dan Minggu. Di Maluku dan Nusa Tenggara Timur, nama-nama keluarga seperti da Costa, Dias, dan Rodriguez menjadi saksi percampuran budaya.

Pengaruh terbesar lainnya ialah penyebaran agama Katolik. Komunitas Katolik yang mulai dirintis Portugis berkembang hingga hari ini, terutama di kawasan timur Indonesia. Selain warisan nonfisik, bangunan-bangunan peninggalan mereka masih berdiri, antara lain Benteng Tolukko dan Benteng Kalamata di Ternate, serta Penjara Kema di Minahasa Utara.

Peninggalan ini mengingatkan bahwa sejarah kolonialisme di Indonesia tidak hanya berkaitan dengan Belanda, melainkan juga dimulai dari Portugis. Dari rempah-rempah yang menjadi rebutan, hingga benteng yang kini menjadi objek wisata sejarah, jejak Portugis tetap hidup dalam denyut budaya dan identitas masyarakat Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.