Seni batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia berupa kain berpola yang dibuat menggunakan teknik khusus dengan bahan lilin sebagai perintang sebelum di celupkan ke dalam pewarna, serta memiliki makna dan filosofi mendalam pada setiap motifnya.
Jenis motif pada Batik di Indonesia cukup beragam, mencerminkan kekayaan budaya Indonesia dan setiap motif memiliki filosofi dari nilai-nilai kehidupan, seperti kesuburan, keberanian, cinta, keseimbangan, kemakmuran, dan kebijaksanaan. Contoh yang paling populer di masyarakat seperti motif mega mendung yang melambangkan ketenangan, kesabaran, dan harapan agar seseorang tetap sejuk serta bisa menahan amarah. Lewat motifnya juga masyarakat bisa mengenal identitas dari mana batik tersebut berasal seperti motif parang yang berasal dari Yogyakarta, motif mega mendung dari Cirebon, motif tuntrum dari Solo. Begitu pula dengan daerah Desa Bumiaji yang memiliki motif batik khas-nya yaitu Bantengan.
Asal-usul Bantengan
Bantengan merupakan pengembangan dari kesenian kebo-keboan Ponoragan yang ada di Ponorogo. Seni Kebo-keboan dimaknai sebagai tolak bala dan penyelamat Raja Surakarta Paku Buwana II dari berbagai serangan pemberontak keraton.
Pesilat dari pegunungan sekitar Mojokerto, Malang dan Batu melihat kesenian Kebo-keboan sehingga berinisiatif membuat kesenian serupa tetapi menggunakan media topeng dengan bentuk hewan banteng. Melestarikan seni budaya Bantengan tidak melulu harus dengan atraksi silat atau kesenian serupa, namun bisa membuat perkembangan melalui media lain seperti yang dilakukan oleh Anjani Sekar Arum.

Mengenal Kreativitas Anjani
Anjani Sekar Arum, seorang wanita asli Batu yang telah berhasil mengembangkan juga melestarikan budaya Bantengan. Ayahnya yang bernama Agus Tubrun adalah seorang pegiat seniman kota Batu sekaligus pendiri kelompok budaya Bantengan Nuswantara. Semangat untuk melestarikan seni budaya Bantengan telah diwarisi oleh Anjani dari Ayahnya hanya saja dengan cara yang berbeda.
Anjani melestarikan budaya Bantengan dengan cara mengalihwahanakan menjadi karya batik dengan motif Bantengan. “Bantengan itu merupakan warisan nenek moyang kita, dan kita memiliki kewajiban untuk melestarikannya. Kita tidak boleh membiarkan budaya ini terpinggirkan, terutama karena kita adalah penjaga budaya,” ujar Anjani.

membatik tulis | Foto: Wikimedia Commons/Ardyansa Nugraha
Seorang seniman memiliki interpretasi masing-masing dalam memandang, memahami, dan mengahayati karya seni dan budaya. Proses kreatif memiliki relevansi yang tidak dapat dilepaskan dengan bagaimana seorang seniman menggerakan daya yang berkaitan dengan kreativitas, orisinalitas, dan autentisitas. Begitupun dengan kreativitas Anjani Sekar Arum dalam merespon seni Bantengan. Seni Bantengan dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan seni batik oleh Anjani. Menariknya kreativitas Anjani di bentuk dari lingkungan dan keluarganya yang notabene Ayahnya adalah pegiat seni Bantengan sedangkan alasan Anjani menggunakan media seni batik dalam mengalihwahanakan seni Bantengan dikarenakan Anjani sendiri memiliki latar pendidikan jurusan seni dan desain di Universitas Negeri Malang, dari dua hal tersebut kita bisa melihat bagaimana perkembangan seni dan budaya tidak bisa terlepas dari lingkungan dan latar pendidikan sang seniman.
Perjalanan Anjani dalam Membuat Batik Bantengan
Perjalanan lahirnya motif batik Bantengan tidak mudah. Meski Anjani berkuliah di jurusan seni dan desain, namun tidak ada dosen khusus yang mengajari Anjani cara membatik, ia pun pergi ke kota Solo dan Yogya untuk belajar teknik pewarnaan batik.
Kerja keras Anjani pun membuahkan hasil. Tahun 2014, Anjani menggelar pameran perdananya di Galeri Raos, Batu, Jawa Timur. lima puluh empat karya kain batik yang dipamerkan oleh Anjani laris terjual. Selain itu istri Walikota Batu, Dewanti Rumpoko mengajak Anjani untuk membuka Pameran Batik Bantengan di Praha Republik Ceko.
Di tahun yang sama , Anjani juga membangun sebuah sanggar yang bernama Sanggar Batik Tulis Andhaka. Lokasinya tak jauh dari Alun-alun Kota Batu. Sanggar sekaligus galeri batik ini terus berkembang hingga akhirnya lokasinya dipindahkan ke Desa Bumiaji.
Tahun 2017, Dinas Pendidikan Kota Batu menjalin kerja sama dengan Anjani untuk mensosialisasikan Batik Bantengan ke sekolah-sekolah dengan tujuan agar para siswa dapat mengenal lebih jauh tentang Batik Bantengan. Saat ini lebih dari 2.000 motif batik telah dihasilkan. Setiap bulannya juga ada puluhan kain batik yang dihasilkan dan dijual dengan harga kisaran Rp300.000-Rp750.000 per-lembarnya.
Lewat kisah perjalanan kreativitas Anjani Sekar Arum, kita bisa melihat bahwa seni dan budaya Indonesia cukup beragam dan lewat akar tradisi kita juga bisa memodifikasinya dengan perkembangan teknologi sekarang agar para generasi muda memiliki daya tarik untuk turut membantu bahkan menjadi pegiat dari seni dan budaya Indonesia.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News