Kawan GNFI, pernahkah kita sadar bahwa sebagian besar data penting Indonesia tersimpan di luar negeri? Banyak kementerian, perusahaan, bahkan masyarakat bergantung pada teknologi asing. Sebut saja Google Cloud, AWS, Microsoft Azure, Alibaba Cloud, dan layanan cloud internasional lainnya.
Bayangkan data kita melayang-layang, melewati batas negara, disimpan dan dikelola oleh pihak asing. Sekilas, mungkin kita merasa data pribadi tidak seberapa penting. Namun, dalam sektor yang lebih sensitif—seperti pemerintahan, pertahanan, atau layanan publik—penyimpanan data di pihak luar bisa menjadi ancaman serius.
Apakah kita benar-benar punya kendali atas data dan infrastruktur digital kita? Apakah kita akan selamanya menjadi konsumen, atau justru bisa menjadi produsen teknologi yang berdaulat?
Pertanyaan itulah yang mendorong Irfan Y. Pratama meluncurkan Awanio, sebagai upaya mencapai kedaulatan digital indonesia.
Kedaulatan Digital
Kedaulatan digital dapat dikatakan sebuah konsep, dimana indonesia mampu mengelola, membuat, dan mengatur data secara lokal. Regularisasi ini bukan hanya mengenai residensi, melainkan kepemilikan, pemrosesan hingga penggunaan perangkat lunak yang berasal dari dalam negeri. Karena sifat data yang sangat sensitif, pengelolaannya harus dilakukan secara mandiri. Cloud yang dikelola secara lokal menjadi penting karena adanya aspek sovereignty: Software Sovereignty, Data Sovereignty dan Operation Soverignty. Ketiga aspek tersebut penting bagi keberlanjutan bisnis dan kemandirian bangsa di masa depan.
Dari IT Expert ke Builder
Irfan Y. Pratama Lulus dari BINUS University dengan jurusan Information Technology, kemudian melanjutkan studi pascasarjana di Leiden University, Belanda, dan meraih gelar Master of Science (ICT in Business). Karir profesionalnya dimulai pada tahun 2011 sebagai Network Engineer Intern di Orange. Setelah itu, ia bergabung sebagai Junior Researcher di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) selama 2011–2012. Karirnya kemudian berkembang di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), selama hampir 9 tahun dengan berbagai peran strategis. Mulai dari IT Infrastructure Specialist, IT Infrastructure Lead, hingga Sr. IT Planning & Management. Pada tahun 2014, Irfan menjadi Co-Founder PT Yuta Karya Mandiri, sebuah perusahaan yang berevolusi dari kontraktor umum menjadi perusahaan dengan portofolio bisnis yang lebih luas, termasuk layanan teknologi informasi.
“At the very first itu harus jadi IT expert dulu, karena kalau mau jadi builder dia harus expert dulu in something,” ucap Irfan dalam podcastBloomberg Technoz.
Berkarir hampir satu dekade di perusahaan yang besar, Irfan mengetahui bagaimana perusahaan mengelola data, infrastruktur teknologi, pembuatan produk yang bagus, dan produk yang diterima pasar. Berkecimpung di ranah cloud computing, Irfan terbiasa memegang produk dari perusahaan teknologi yang sangat besar (Tech Giants). Dari situlah Irfan tahu bahwa beberapa kebutuhan BUMN tidak semua ter-cover oleh Tech Giants, karena beberapa kebutuhan menyangkut kearifan lokal.
Pada tahun 2019, komitmennya pada dunia teknologi kembali mencuri perhatian. Irfan bersama Iskandar Soesman, Agung Surya Bangsa, dan Akbar Kusuma Negara mendirikan Awanio, sebuah penyedia layanan cloud lokal. Awanio membawa Irfan pada julukan “Navigator Jaringan Jarak Jauh” dan menerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 di bidang teknologi.
Awanio
Awanio awalnya dibangun sebagai penyedia Platform as a Service (PaaS), mendukung kebutuhan klien untuk hosting aplikasi dan data. Kemudian, layanan Awanio terus berkembang sebagai Cloud Enabler Platform yang dapat diinstal dan digunakan di Infrastruktur TI. Lebih dari sekadar bisnis, Awanio hadir sebagai bagian dari membangun kemandirian bangsa di ranah teknologi.
Sebagai produsen lokal, headquarter Awanio berada di Indonesia yang otomatis akan sangat dekat dengan user. Lokalitas ini juga membuka kesempatan untuk membuat suatu fitur dan fungsionalitas yang cocok dengan kearifan lokal. Customer tentu dimudahkan dalam mengakses support, atau jika terjadi sesuatu pada platform. Berbeda dengan produk Tech Giants yang memiliki ticketing system dan membutuhkan kemampuan bilingual, bahkan multilingual. Selain itu, keunggulan Awanio juga terletak pada biaya yang lebih kompetitif.
“Biaya menjadi hal krusial apalagi di tengah efisiensi anggaran, sehingga competitive advantage tersebut banyak membawa client berpindah ke Awanio,” ujarnya dalam Youtube Tempodotco.
Baru-baru ini, Awanio menjalin kerja sama dengan Techna-X Berhad dan PMBI Technology Sdn. Bhd., pada 28 Agustus 2025. Penandatanganan kemitraan strategis ini akan mendorong pengembangan teknologi bersama di tingkat ASEAN, tidak hanya sekadar transfer teknologi.
Perjalanan Irfan dalam mengembangkan Awanio tidak selalu mulus. Hal yang menjadi low point nya dalam berbisnis adalah penolakan client. Namun, penolakan tersebut justru membuka ruang perbaikan baginya. Selain itu, semangat yang diberikan Tim Awanio menjadi bahan bakar Irfan selalu bangkit terus dan berkarya. Misi besar awanio adalah bersama-sama dengan seluruh ekosistem membangun kedaulatan digital.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News