Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang menekankan kembali pentingnya mengaktifkan sistem keamanan lingkungan atau Siskamling di tingkat RT/RW. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Nomor 300.1.4/e.1/BAK yang dikeluarkan pada 3 September 2025. Melalui aturan ini, Mendagri menegaskan bahwa penguatan Siskamling dan pos ronda menjadi salah satu cara efektif untuk menjaga ketertiban umum di masyarakat.
Jejak Panjang Siskamling di Indonesia
Siskamling bukanlah hal baru dalam sejarah keamanan rakyat Indonesia. Sistem ini sudah dikenal sejak masa awal Republik, ketika negara masih lemah dalam hal legalitas maupun kekuatan aparat. Dalam situasi itu, masyarakat mengambil inisiatif sendiri untuk menjaga lingkungannya melalui ronda malam atau pembentukan kelompok penjaga.
Kristiansen dalam bukunya Violent Youth Groups in Indonesia mencatat, kelahiran kelompok pemuda atau milisi pada 1950-an kerap tumpang tindih dengan peran polisi, TNI, hingga preman lokal. Ia menegaskan bahwa banyak inisiatif Siskamling pada periode itu berasal dari kalangan muda.
“Mereka membayangkan sebagai penjaga-penjaga bangsa dengan cara menjaga lingkungan sekitar mereka, setelah mengamankan senapan dan senjata-senjata lainnya,” tulis Kristiansen.
Para pemuda itu, meski belum matang dari segi usia maupun pengalaman, memiliki semangat tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan. Siskamling bagi mereka bukan sekadar menjaga kampung, melainkan bagian dari identitas sebagai pejuang bangsa.
Inspirasi Militer dan Semangat Pemuda
Keterlibatan pemuda dalam Siskamling juga tergambar dalam riset Arya W Wirayuda melalui jurnal Praktik Sistem Keamanan Swakarsa pada Masa Pasca Kolonial di Jawa Timur. Ia mengungkapkan bahwa banyak pemuda kala itu terinspirasi dari praktik militer Jepang dalam mengamankan desa.
“Mereka memandang diri mereka sebagai perwujudan ketertiban dan keamanan, meskipun tidak sedikit yang ambil bagian dalam kekerasan politik dan aksi-aksi pengrusakan terhadap rumah-rumah penduduk,” jelas Arya.
Ia menambahkan, kelompok pemuda ini sering berpatroli dengan pakaian ala militer. Mereka menganggap diri sebagai barisan terdepan rakyat Indonesia yang baru saja menghirup napas kemerdekaan. Bahkan, menurut Arya, ruang kota dianggap sebagai kanvas besar untuk menuangkan slogan, tulisan, dan bendera sebagai simbol perjuangan.
“Setelah RI mendapatkan kedaulatan, sejumlah laskar secara swakarsa tetap memandang diri sebagai para penjaga, bukan hanya sebagai penjaga kota atau kampung, melainkan negara secara keseluruhan,” tambahnya.
Penertiban di Era Revolusi
Meski semangat Siskamling lahir dari patriotisme, praktiknya tidak selalu mendapat restu negara. Pasca-perang kemerdekaan, beberapa kelompok Siskamling kerap melakukan tindakan main hakim sendiri yang justru menimbulkan keresahan.
Koran Kedaulatan Rakyat edisi 12 Desember 1949, dalam artikel berjudul Awas Intimidasi dan Provokasi, menyoroti perlunya penertiban atas sistem keamanan swakarsa tersebut. Saat itu, TNI menegaskan agar masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang.
“Saat TNI mengumumkan ‘dalam persoalan keamanan, setiap orang jangan bertindak semaunya sendiri, namun hendaknya mengikuti aturan hukum yang sudah digariskan otoritas bangsa kita’,” demikian dikutip dari pemberitaan itu.
Memasuki era 1950-an, negara mulai menata ulang sistem keamanan masyarakat. Polisi Indonesia dibentuk sebagai kekuatan resmi yang berkembang pesat dan terorganisasi. Dengan hadirnya lembaga formal, praktik keamanan swakarsa diarahkan agar tidak menjadi ancaman bagi stabilitas negara.
“Metode ini merupakan solusi bagi masyarakat yang sudah terbiasa melakukan penjagaan di masa perang revolusi, selain bahwa mengurangi kekhawatiran negara keamanan swakarsa pada gilirannya justru akan menjadi ancaman bagi otoritas mereka,” tulis Arya dalam penelitiannya.
Relevansi Siskamling Hari Ini
Kini, Siskamling kembali ditegaskan perannya oleh pemerintah melalui surat edaran Mendagri. Di tengah tantangan modern seperti kejahatan jalanan, narkoba, hingga potensi konflik sosial, kehadiran pos ronda dan patroli lingkungan dinilai tetap relevan. Selain menjaga keamanan, Siskamling juga menghidupkan kembali nilai gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Dengan sejarah panjang sejak masa revolusi, Siskamling bukan sekadar sistem keamanan, melainkan simbol keterlibatan warga dalam menjaga ruang hidup mereka. Di era modern, revitalisasi Siskamling bisa menjadi jembatan antara aparat resmi dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan harmonis.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News