Pendidikan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pendidikan yang inklusif harus diperjuangkan.
Dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) PBB dijelaskan, penting untuk memasukkan isu disabilitas sebagai bagian integral dari strategi pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, negara wajib mengakui hak penyandang disabilitas atas pendidikan.
Untuk mewujudkan hak pendidikan tanpa diskriminasi, negara wajib memastikan sistem pendidikan inklusif di semua jenjang. Negara wajib memfasilitasi pembelajaran bahasa isyarat dan promosi identitas linguistik komunitas tuli.
Menuju Komunikasi Inklusif, Bahasa Isyarat Akan Masuk Kurikulum Nasional
Indonesia pun selangkah lebih maju untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif. Pemerintah berencana memasukkan bahasa isyarat ke dalam kurikulum pendidikan. Tujuannya, memastikan tidak ada satu pun warga negara tertinggal dalam pembangunan.
Inisiatif ini menjadikan penguatan bahasa isyarat sebagai pintu masuk untuk membuka akses pendidikan, layanan publik, dan partisipasi sosial yang lebih luas bagi komunitas Tuli di seluruh Indonesia.
“Bahasa adalah jembatan inklusi. Dengan Bahasa Isyarat yang diakui, difasilitasi, dan diajarkan secara luas, kita membuka pintu bagi partisipasi penuh penyandang disabilitas Tuli dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan bermasyarakat,” kata Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK.
Kisah Wimar, Dalang Cilik Penyandang Autisme yang Jatuh Cinta pada Wayang Kulit
Walaupun bisa dikatakan tertinggal dibandingkan negara lain, langkah pemerintah untuk memasukkan bahasa isyarat sebagai kurikulum nasional patut diapresasi. Pemerintah dapat melihat bagaimana negara-negara lain menerapkan bahasa isyarat sebagai bagian dari pendidikan.
Mereka menjadikan bahasa isyarat sebagai bagian resmi kurikulum. Ada yang bersifat wajib, ada yang opsional, bahkan ada yang mengikat lewat undang-undang. Negara-negara yang lebih dulu menerapkan bahasa isyarat di dalam sistem pendidikan di antaranya:
Kopi Kamu, Coffee Shop Indonesia yang Berdayakan Anak Down Syndrom sebagai Barista
Filipina: FSL sebagai Bahasa Resmi
Filipina mengesahkan Republic Act No. 11106 (Filipino Sign Language Act) tahun 2018. Undang-undang ini menetapkan Filipino Sign Language (FSL) sebagai bahasa resmi untuk pendidikan penyandang tuli, media penyiaran, dan layanan pemerintah.
Tahun 2022, pemerintah Filipina mengeluarkan Pelaksanaan Undang-Undang Republik No. 11106 atau Undang-Undang FSL. Di dalamnya menyatakan FSL sebagai bahasa isyarat nasional dan mengamanatkan penggunaannya di semua sekolah, kantor pemerintah, tempat kerja, dan media penyiaran sebagai sarana untuk menyediakan akses peluang bagi warga Filipina yang tunarungu.
FSL bukan hanya diajarkan sebagai pelajaran tambahan, tapi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah bagi siswa tuli. Pemerintah juga mewajibkan lembaga pendidikan melatih guru dan menyediakan interpreter resmi.
Mengagumi Lukisan Memukau Karya Penyandang Autisme Vincent Prijadi
Finlandia: Hak Belajar Lewat Bahasa Isyarat
Di Finlandia, sejak tahun 1995, hak belajar anak tuli dilindungi oleh Basic Education Act. Undang-undang ini menjamin bahwa siswa yang menggunakan Finnish Sign Language berhak mendapat pendidikan dalam bahasa itu.
Artinya, bahasa isyarat di sana bukan sekadar mata pelajaran, melainkan bahasa pengantar utama dalam kelas. Negara juga mengakui bahasa isyarat sebagai bagian dari identitas budaya komunitas tuli.
Untuk mendukung program tersebut, Finlandia melakukan pembentukan program pelatihan guru bahasa isyarat di Universitas Jyväskylä.
3 Kedai Kopi Hits di Sekitar Stasiun Sudirman, Ada Kafe yang Pakai Bahasa Isyarat!
Norwegia: Dari Pendidikan Hingga Orang Tua
Norwegia juga memberi perhatian serius. Education Act (1998) menjamin anak-anak tuli yang menggunakan Norwegian Sign Language (NSL) berhak atas pendidikan dasar dan menengah dalam bahasa itu.
Uniknya, pemerintah juga memberi kursus NSL gratis bagi orang tua dengan anak tuli, agar komunikasi di rumah tidak terputus. Sejak 2016, kebijakan ini diperluas hingga ke usia prasekolah.
Belajar Bahasa Isyarat di Pusbisindo: Dari Pemula hingga Mahir
Brasil: Eksperimen di Tingkat Negara Bagian
Di Brasil, Negara Bagian Santa Catarina pada 2024 mengesahkan hukum baru yang mewajibkan penggunaan Libras (Brazilian Sign Language) dalam pendidikan anak tuli.
Sistemnya bersifat bilingual. Anak-anak belajar menggunakan dua bahasa: Portugis (tertulis) dan Libras (isyarat). Model ini dimulai sejak pendidikan anak usia dini hingga universitas.
Mulai Masifnya Inklusivitas, Video PKKMB Perkenalan Maba UB 2024 Wajib Pakai Bahasa Isyarat
India: Masuk Sebagai Mata Pelajaran Pilihan
India memasukkan Indian Sign Language (ISL) ke dalam Kebijakan Pendidikan Nasional 2020. Namun, statusnya masih sebagai mata pelajaran pilihan, bukan wajib untuk semua.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah menerbitkan kamus ISL dengan lebih dari 10.000 kata. Ini menjadi upaya memperkuat standar dan pengajaran bahasa isyarat di sekolah-sekolah tertentu.
Kenya: Masih dalam Proses
Kenya juga menunjukkan niat serius. Tahun 2023, Kenya Sign Language Bill diajukan ke parlemen. Isinya ingin menjadikan Kenya Sign Language (KSL) sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menengah.
Selain itu, guru diwajibkan mendapat pelatihan, dan pemerintah menyediakan interpreter resmi. Meski belum disahkan, langkah ini menunjukkan arah yang lebih inklusif.
BISINDO dan SIBI, Dua Bahasa Isyarat Indonesia untuk Komunitas Tuli
Bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia, dasar hukum terkait disabilitas memang sudah ada, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Peraturan tersebut berisi pengakuan atas bahasa isyarat.
Sebagai wujud inklusifitas, Indonesia juga telah meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Intinya, UU tersebut memberikan kesempatan yang sama di semua bidang kehidupan dan aksesibilitas bagi para disabilitas.
Akan tetapi, implementasi kebijakan tersebut masih lemah. Salah satu hambatan utama adalah penempatan isu disabilitas yang masih terpusat di Kementerian Sosial, padahal isu ini bersifat lintas sektor.
“Padahal, isu disabilitas itu lintas sektor. Karena berdasarkan UU nomor 8 tahun 2016 sendiri sudah ada berbagai peraturan-peraturan afirmatif yang menempatkan teman-teman disabilitas, baik itu dalam segi pekerjaan, pendidikan, pemenuhan atas hak informasi dan lain sebagainya,” kata Peneliti bidang keseteraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) dari Seknas FITRA, Rizqika Arrum Bakti, dikutip dari Tirto.
Penerapan bahasa isyarat sebagai bagian dari kurikulum nanti, jelas komitmen dari Kementerian Pendidikan dibutuhkan. Yang jelas, pemerintah perlu memikirkan anggaran untuk berbagai kebutuhan, seperti pelatihan guru, penyediaan materi ajar, hingga ketersediaan juru bahasa isyarat yang terstandardisasi.
Marosok, Tradisi Tawar Menawar Ternak yang Gunakan Bahasa Isyarat di Minangkabau
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News