muhammad farid sayur untuk sekolah menanam harapan di bayuwangi - News | Good News From Indonesia 2025

Muhammad Farid: Sayur untuk Sekolah, Menanam Harapan di Bayuwangi!

Muhammad Farid: Sayur untuk Sekolah, Menanam Harapan di Bayuwangi!
images info

Masa depan sebuah bangsa bisa ditentukan oleh sepiring sayur? Kedengarannya sederhana, bahkan mungkin sepele. Tapi, di balik sepiring sayur yang tersaji di meja makan, ada cerita tentang gizi, kesehatan, dan kesempatan belajar anak-anak kita.

Bagi sebagian orang, sayur hanyalah pelengkap makan. Namun, bagi Muhammad Farid, seorang pemuda asal Banyuwangi, Jawa Timur, sayur adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Ia percaya, pendidikan tidak hanya dibangun lewat buku dan papan tulis, tapi juga lewat nutrisi yang cukup agar anak-anak bisa tumbuh cerdas dan sehat. Dari keyakinan itulah lahir gerakan “Sayur untuk Sekolah”, sebuah inisiatif sederhana tapi berdampak besar, yang akhirnya mengantarkan Farid menerima apresiasi bergengsi SATU Indonesia Awards.

Muhammad Farid asal Banyuwangi menggerakkan program “Sayur untuk Sekolah”, menghubungkan gizi, pendidikan, dan gotong royong hingga raih SATU Indonesia Awards. - Tiyarman Gulo

Mengenal Muhammad Farid

Farid bukanlah sosok yang lahir dari keluarga serba ada. Ia tumbuh di lingkungan pedesaan Banyuwangi, di mana kehidupan masyarakat banyak bergantung pada hasil pertanian. Sejak kecil, ia terbiasa melihat orang tua dan tetangga bekerja keras di ladang.

Di balik kesederhanaan itu, ia menyaksikan satu hal yang sering kali luput dari perhatian. Banyak anak di desanya berangkat ke sekolah dengan perut kosong atau hanya sarapan seadanya. Bukan karena mereka tidak ingin makan, melainkan karena keterbatasan ekonomi keluarga. Akibatnya, di sekolah mereka cepat lelah, sulit berkonsentrasi, dan prestasi pun ikut menurun.

Farid sadar, ada kaitan erat antara asupan gizi dengan kualitas pendidikan. Anak-anak yang sehat tentu lebih siap menerima pelajaran. Dari situlah, ia mulai merajut mimpi untuk mencari solusi.

Lahirnya Ide “Sayur untuk Sekolah”

Inspirasi Farid datang dari hal yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, yaitu sayur-mayur. Banyuwangi terkenal dengan lahan suburnya, tempat berbagai tanaman bisa tumbuh dengan baik. Namun ironisnya, tidak semua hasil bumi itu sampai ke meja makan anak-anak sekolah.

Farid pun berpikir, “Bagaimana kalau anak-anak sekolah bisa ikut menanam sayur sendiri, lalu menikmatinya untuk kebutuhan gizi mereka sehari-hari?”

Gagasan itu sederhana, tapi punya banyak manfaat.

  1. Anak-anak belajar bercocok tanam, sehingga lebih dekat dengan alam.
  2. Hasil panen bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan makan di sekolah.
  3. Orang tua dan guru bisa ikut serta, sehingga tercipta gotong royong.
  4. Anak-anak mendapat gizi tambahan, yang mendukung perkembangan otak dan tubuh mereka.

Farid kemudian mulai merintis program Sayur untuk Sekolah dengan melibatkan sekolah-sekolah dasar di desanya. Ia mengajak anak-anak membuat kebun kecil di halaman sekolah. Dari mencangkul, menanam bibit, hingga memanen, semua dilakukan bersama.

Baca Juga: Justitia Avila Veda Advokat Korban Kekerasan Seksual, Suara Bagi yang Tak Terdengar

Perjalanan Program

Awalnya, tidak mudah. Ada yang meremehkan ide Farid. Ada juga yang ragu, apakah anak-anak bisa serius merawat kebun sayur. Tapi dengan tekad kuat, Farid membuktikan bahwa ide ini bisa berjalan.

Ia mulai dengan menyediakan bibit sederhana. Kangkung, bayam, sawi, dan cabai. Jenis sayuran ini dipilih karena mudah ditanam dan cepat dipanen. Anak-anak pun antusias, apalagi mereka merasa seperti bermain sambil belajar.

Ketika panen tiba, kebahagiaan meledak. Sayur hasil kerja keras mereka benar-benar bisa dimasak untuk makan bersama di sekolah. Ada rasa bangga tersendiri: mereka tidak hanya belajar membaca atau berhitung, tapi juga belajar bertani, berbagi, dan menikmati hasil jerih payah bersama.

Program ini kemudian berkembang. Beberapa sekolah mulai rutin mengadakan kegiatan “panen sayur” setiap bulan. Hasil panen tidak hanya dinikmati oleh murid, tapi juga bisa dibawa pulang untuk keluarga. Guru-guru ikut merasa terbantu, karena anak-anak jadi lebih sehat dan bersemangat belajar.

Tantangan yang Harus Dilalui

Tentu saja perjalanan ini tidak mulus. Farid harus menghadapi banyak tantangan.

  • Dana terbatas. Tidak semua sekolah punya lahan luas atau sarana bercocok tanam.
  • Skeptisisme masyarakat. Ada yang menganggap program ini hanya sekadar kegiatan iseng.
  • Keberlanjutan. Bagaimana memastikan program ini tidak berhenti di tengah jalan, apalagi jika guru atau murid berganti.

Namun, Farid tidak menyerah. Ia aktif mencari dukungan, mulai dari komunitas lokal, pemerintah desa, hingga lembaga swasta. Ia juga rajin mengedukasi orang tua tentang pentingnya gizi. Lambat laun, kepercayaan masyarakat tumbuh.

Dampak Nyata di Lapangan

Hasil kerja keras Farid mulai terlihat nyata. Beberapa perubahan positif yang lahir dari program Sayur untuk Sekolah antara lain,

  • Anak-anak lebih sehat. Mereka mendapat tambahan nutrisi dari sayuran segar hasil kebun sekolah.
  • Prestasi meningkat. Anak-anak jadi lebih fokus belajar, jarang mengantuk di kelas.
  • Sekolah jadi hidup. Halaman sekolah yang dulunya kosong kini hijau penuh tanaman.
  • Gotong royong terjaga. Guru, murid, dan orang tua bahu-membahu menjaga kebun.
  • Kesadaran lingkungan. Anak-anak belajar mencintai bumi dengan cara sederhana: menanam.

Bagi Farid, ini bukan sekadar program gizi, tapi juga pendidikan karakter. Anak-anak belajar tentang tanggung jawab, kerja keras, dan arti kebersamaan.

Apresiasi SATU Indonesia Awards

Upaya Farid yang konsisten akhirnya mendapat pengakuan. Ia terpilih sebagai penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards, sebuah penghargaan yang diberikan kepada anak muda Indonesia yang berkontribusi nyata untuk masyarakat.

Penghargaan ini bukan hanya sebuah piala atau piagam, melainkan penguat semangat. Farid merasa, perjuangannya tidak sia-sia. Ia ingin agar program ini bisa direplikasi di banyak tempat lain di Indonesia.

SATU Indonesia Awards juga membuka jalan bagi Farid untuk menjalin kolaborasi lebih luas. Dengan dukungan ini, ia berharap lebih banyak sekolah dan desa yang bisa mengadopsi konsep serupa.

Pesan Inspiratif dari Farid

Farid sering mengatakan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil. Menanam sayur mungkin terlihat sederhana, tapi dampaknya bisa berlipat ganda. Dari satu kebun kecil, lahir generasi sehat yang siap belajar dan menggapai mimpi.

Ia juga menekankan bahwa semua orang bisa berkontribusi. Tidak perlu menunggu kaya atau pintar luar biasa. Cukup punya niat, kepedulian, dan keberanian untuk bertindak.

Saatnya Kita Menanam Harapan

Kisah Muhammad Farid adalah bukti bahwa inspirasi bisa lahir dari hal sehari-hari. Ia tidak menciptakan teknologi canggih atau proyek besar bernilai miliaran. Ia hanya melihat masalah di sekitarnya, lalu mencari solusi sederhana yang bisa dijalankan bersama.

“Sayur untuk Sekolah” bukan hanya soal menanam dan memanen sayuran, melainkan menanam harapan, memanen masa depan.

Kini, pertanyaannya kembali pada kita: apakah kita mau ikut mengambil peran, sekecil apapun, untuk membuat perubahan di sekitar kita?

Karena seperti yang Farid tunjukkan, dari sepetak kebun kecil di Banyuwangi, lahir inspirasi besar untuk seluruh Indonesia.

#kabarbaiksatuindonesia

Baca Juga: Kreasi Anjani Sekar Arum Jaga Seni Batik dan Tradisi Bantengan Melalui Motif Ikoniknya

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TG
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.