masa depan keuangan negara pajak digital jadi penyelamat - News | Good News From Indonesia 2025

Masa Depan Keuangan Negara, Pajak Digital jadi Penyelamat?

Masa Depan Keuangan Negara, Pajak Digital jadi Penyelamat?
images info

Gelombang digitalisasi telah membawa dampak signifikan untuk perekonomian Indonesia. Aktivitas yang sebelumnya dilakukan di pasar fisik kini beralih ke platform daring. Pembelian barang kebutuhan sehari-hari dapat dilakukan melalui e-commerce.

Hiburan tersedia lewat media digital dan transaksi finansial menjadi lebih praktis dengan aplikasi berbasis layanan. Perubahan ini mendorong pergeseran dalam gaya hidup masyarakat sekaligus menciptakan era baru dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Transformasi tersebut tentu membuka peluang yang luas. Sektor ekonomi digital menciptakan pekerjaan baru, mempercepat penyebaran barang dan jasa, serta memperluas akses pasar hingga ke luar negeri.

Namun, peluang tersebut juga membawa tantangan besar bagi pemerintah dalam mempertahankan pendapatan negara. Pajak sebagai tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih sangat tergantung pada sektor tradisional seperti pajak penghasilan, perdagangan fisik, dan sektor migas.

Di sisi lain, potensi pajak dari kegiatan digital terus tumbuh setiap tahunnya. Sayangnya, potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Banyak transaksi digital sulit untuk diawasi karena sifatnya internasional dan melibatkan perusahaan multinasional yang tidak memiliki cabang di Indonesia.

Digitalisasi UMKM, Cara Pemberdayaan Ekonomi lewat Penerimaan Pajak yang Akuntabel dan Tepercaya

Hal ini menyebabkan sebagian potensi penerimaan negara belum tergali. Untuk menanggulangi masalah ini pemerintah memperkenalkan Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) sejak bulan Juli 2020.

Kebijakan ini menunjukkan hasil yang konkret. Berdasarkan informasi dari Kementerian Keuangan, total penerimaan dari pajak digital hingga akhir 2024 mencapai Rp32,32 triliun. Angka tersebut dihasilkan oleh lebih dari 168 perusahaan internasional seperti Google, Meta, Netflix, dan Amazon.

Data ini menegaskan bahwa pajak digital telah bertransformasi menjadi sumber baru yang secara langsung menambah kas negara.

Namun pertanyaan penting pun muncul, akankah pajak digital menjadi penyelamat utama penerimaan negara di masa mendatang atau hanya menjadi tambahan kecil yang tidak signifikan?

Jawabannya sangat bergantung pada penerapan kebijakan yang efektif. Jika dikelola dengan baik, pajak digital dapat menjadi kunci bagi keberlanjutan cuan negara di tengah arus ekonomi modern ini.

Masih ada sejumlah tantangan besar yang perlu diatasi agar pajak digital dapat berfungsi sebagai tulang punggung penerimaan negara.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi, peluang yang tersedia, serta langkah-langkah strategis yang harus diambil agar pajak digital tidak hanya menjadi tambahan kecil. Namun, mampu berperan sebagai penyelamat keuangan negara di masa mendatang.

Tantangan Penerimaan Negara Di Era Digital

Penerimaan negara dalam konteks digital saat ini menghadapi sejumlah persoalan serius yang tidak bisa diabaikan. Banyak perusahaan teknologi multinasional beroperasi di berbagai negara tanpa memiliki fisik di Indonesia yang membuat penegakan kewajiban pajak secara langsung menjadi menantang.

Hal ini mengakibatkan potensi penerimaan dari transaksi digital belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, aturan perpajakan yang masih berfokus pada transaksi fisik sering kali tidak dapat mengikuti perkembangan model bisnis digital yang berubah dengan cepat seperti layanan berbasis aplikasi, iklan digital, hingga transaksi aset kripto.

Rendahnya pemahaman mengenai pajak di kalangan pelaku usaha digital, terutama pada UMKM juga memperburuk situasi karena banyak dari mereka belum menyadari tanggung jawab perpajakan mereka.

Mengenal PMK 37 Tahun 2025: Aturan Baru Pajak untuk Pedagang Online di Marketplace

Tantangan lainnya adalah kurangnya infrastruktur digital dan sistem pengawasan yang belum sepenuhnya mampu menjangkau kegiatan yang melintasi platform dan negara.

Meskipun pemerintah mulai berupaya memperbaiki dengan menghadirkan sistem administrasi modern seperti Core Tax Administration System (CTAS), efektivitasnya masih memerlukan waktu, penyesuaian, dan penguatan dalam lembaga terkait.

Peluang yang Bisa Dimanfaatkan

Di balik berbagai tantangan, terdapat peluang besar yang dapat memperkuat penerimaan negara. Sejak diberlakukannya Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) pada Juli 2020, pemerintah mencatat adanya kenaikan penerimaan dari perusahaan-perusahaan global.

ingga akhir 2024, total penerimaan dari PPN PMSE, pajak fintech, kripto, dan SIPP mencapai Rp32,32 triliun, dengan rincian PPN PMSE Rp24,5 triliun, pajak kripto Rp1,09 triliun, pajak fintech Rp3,03 triliun, dan pajak SIPP Rp2,85 triliun.

Angka tersebut memperlihatkan bahwa kebijakan pajak digital memiliki potensi signifikan sebagai sumber penerimaan negara.

Dengan pengelolaan yang tepat, termasuk memperluas cakupan pajak pada sektor kripto, fintech, dan layanan aplikasi digital, ekonomi digital dapat menjadi motor penggerak baru dalam struktur fiskal Indonesia sekaligus mengurangi ketergantungan pada sektor tradisional.

Apa yang Perlu Dilakukan?

Agar pajak digital dapat benar-benar memberikan kontribusi bagi penerimaan negara tindakan strategis harus segera diambil. Pemerintah harus memperkuat regulasi yang fleksibel dan memanfaatkan teknologi big data untuk memantau transaksi internasional dengan lebih efisien.

Pendidikan dan peningkatan literasi fiskal di kalangan pelaku usaha digital terutama UMKM juga harus diperkuat agar kepatuhan meningkat tanpa memberikan beban berlebihan.

Selain itu, perluasan basis pajak digital di sektor-sektor baru seperti aset kripto, fintech, dan layanan berbasis aplikasi perlu dilakukan agar kontribusi tersebut menjadi lebih berarti.

Keterbukaan dalam pengelolaan hasil pajak digital menjadi penting untuk membangun kepercayaan masyarakat misalnya dengan mengarahkan penerimaan tersebut kepada pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik.

Melalui langkah-langkah ini, pajak digital bukan hanya menjadi tambahan yang kecil, tetapi dapat berfungsi sebagai fondasi baru bagi penerimaan negara yang berkelanjutan di era digital.

Thomas Stamford Raffles dan Land Rent System: Awal Sejarah Pajak Tanah di Jawa

Pajak digital semakin menunjukkan pentingnya sebagai salah satu elemen vital dalam pendapatan negara di zaman sekarang. Berbagai tantangan seperti lemahnya peraturan, rendahnya pengetahuan pajak, dan pengawasan transaksi internasional tentu tidak bisa diabaikan.

Namun, meningkatnya kontribusi dari PPN PMSE, fintech, dan aset kripto menegaskan bahwa sektor digital telah menjadi penyumbang signifikan bagi keuangan negara.

Untuk meningkatkan peran ini diperlukan regulasi yang fleksibel, peningkatan pengetahuan fiskal, perluasan basis pajak digital, serta keterbukaan dalam pengelolaannya.

Masa depan penerimaan negara terletak pada digitalisasi yang diimplementasikan dengan prinsip transparansi, inklusif, dan progresif, sehingga pajak digital tidak hanya menjadi tambahan kecil, tetapi dapat berfungsi sebagai penyelamat pendapatan negara di masa yang akan datang.

Kini saatnya pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat bersama-sama memastikan digitalisasi perpajakan benar-benar menjadi tonggak baru bagi keberlanjutan fiskal nasional.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NE
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.