Modifikasi cuaca bukanlah hal baru di Indonesia. Praktik ini sudah mulai dilakukan sejak tahun 1970-an untuk mengatasi masalah kekeringan dan kebakaran hutan. Seiring waktu, teknologi dan metode yang digunakan semakin berkembang sehingga penerapannya kini jauh lebih efektif dan terukur.
Apa Itu Modifikasi Cuaca?
Modifikasi cuaca adalah upaya manusia memengaruhi proses alami di atmosfer, terutama untuk meningkatkan atau menurunkan curah hujan sesuai kebutuhan. Di Indonesia, lembaga yang memiliki kewenangan melakukannya adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).
Menurut studi oleh Magdalena Sidauruk dkk. yang bertajuk Pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca sebagai Upaya Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi di Indonesia, modifikasi cuaca adalah "usaha manusia untuk mempengaruhi proses alami di atmosfer dengan tujuan meningkatkan atau mengurangi intensitas curah hujan." Teknik ini melibatkan penyebaran zat seperti garam, perak iodida, atau bahan higroskopis lain ke dalam awan untuk merangsang turunnya hujan.
Pelaksanaannya biasanya dilakukan saat status darurat cuaca diterbitkan oleh BNPB atau kepala daerah, misalnya dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta didasarkan pada data musim (hujan atau kemarau) serta analisis curah hujan.
Dalam praktiknya, BMKG berperan sebagai lembaga utama yang mengkoordinasikan operasi ini. BMKG bekerja sama dengan TNI AU, yang menyediakan armada pesawat untuk penyemaian awan, serta BNPB yang menangani aspek penanggulangan bencana. Selain itu, BRIN (dulu BPPT) juga ikut berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan penelitian. Kolaborasi ini membuat modifikasi cuaca lebih tepat sasaran, karena setiap langkah didahului dengan analisis meteorologi yang detail untuk menentukan awan target yang ideal.
Manfaat Melakukan Modifikasi Cuaca
Modifikasi cuaca dini bisa berdampak besar positif, dan di Indonesia manfaat utamanya meliputi:
- Mengatasi kekeringan: Meningkatkan ketersediaan air untuk irigasi, PLTA, industri, dan air minum.
- Mengurangi bencana hidrometeorologi: Seperti banjir, kabut asap, dan kekeringan.
- Mendukung sektor produktif: Meningkatkan hasil pertanian, listrik, pertambangan, dan perkebunan.
- Menjamin kelancaran infrastruktur dan acara nasional: Misalnya untuk event outdoor besar yang harus aman cuaca-nya.
- Mitigasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla): Misalnya di Kalimantan dan Sumatera, cloud seeding mengurangi titik api (hotspot) hingga 50% dalam dua minggu.
Secara umum, modifikasi cuaca memungkinkan penyesuaian cuaca agar lebih aman, produktif, dan sesuai kebutuhan masyarakat serta lingkungan.
Baca Juga:Ciri-ciri Musim Kemarau, Cuaca Kering yang Biasa Terjadi di Indonesia
Cara Kerja Modifikasi Cuaca
1. Metode Penyemaian Awan (Cloud Seeding) – Dinamis & Statis
- Dinamis (dengan pesawat)
Pesawat mengangkut dan menyebarkan bahan semai seperti garam atau perak iodida ke awan target. Bahan tersebut menjadi inti kondensasi, mempercepat terbentuknya tetesan air, sehingga hujan turun dalam 30–60 menit setelah penyemaian. - Statis (GBG – Ground Based Generator)
Sistem berbasis darat berupa tiang tinggi yang menyebarkan bahan higroskopis di pegunungan, memodifikasi awan orografik yang melintas. Metode ini diprioritaskan saat awan hujan sulit dijumpai, seperti saat awal atau akhir musim hujan.
2. Tahapan Operasional
- BMKG melakukan analisis cuaca, mencakup penentuan lokasi awan target, arah dan kecepatan angin.
- Material semai disiapkan, biasanya 150 kg bahan semai per 1000 liter larutan.
- Setelah penyemaian, tim memantau turunnya hujan dan melakukan evaluasi efektivitas untuk operasi selanjutnya.
3. Teknologi Pendukung dan Evolusi
Seiring kemajuan teknologi, metode ini terus berkembang. Di antaranya penggunaan drone, satelit, radar, bahkan teori eksperimen seperti teknologi elektromagnetik meski masih dalam tahap pengembangan global.
Baca Juga:Cara Efektif Atasi Banjir Saat Cuaca Ekstrem, Belajar dari Sistem Drainase Jepang
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News