Sonokeling merupakan salah satu jenis kayu mewah asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kayu ini berasal dari pohon sonokeling (Dalbergia latifolia) yang termasuk dalam famili Fabaceae. Dalam dunia perdagangan internasional, kayu ini dikenal dengan berbagai nama seperti Indian rosewood, Bombay blackwood, atau Java palisander.
Pohon sonokeling mampu tumbuh mencapai ketinggian 25-40 meter dengan diameter batang hingga 1,5 meter. Menurut penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (2018), sonokeling termasuk jenis kayu keras yang pertumbuhannya relatif lambat, membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai ukuran yang layak tebang.
Persebaran Sonokeling di Indonesia
Di Indonesia, sonokeling terutama tumbuh di hutan-hutan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah seperti Blora, Grobogan, Bojonegoro, dan Tuban dikenal sebagai sentra produksi sonokeling berkualitas tinggi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian LHK mencatat bahwa populasi alami sonokeling kini semakin menyusut akibat eksploitasi berlebihan dan alih fungsi hutan. Selain di Jawa, sonokeling juga ditemukan secara alami di beberapa bagian Sumatera dan Nusa Tenggara, meskipun dalam jumlah yang lebih terbatas.
Habitat ideal sonokeling adalah di daerah dengan ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan antara 1.500-3.000 mm per tahun. Pohon ini tumbuh baik di tanah berkapur dan daerah dengan musim kemarau yang jelas.
Studi ekologi yang dilakukan oleh IPB University (2019) menunjukkan bahwa sonokeling termasuk jenis pionir yang mampu beradaptasi di berbagai kondisi tanah, meskipun pertumbuhan optimalnya membutuhkan tanah yang dalam dan berdrainase baik.
Ciri Khas Kayu Sonokeling
Kayu sonokeling memiliki karakteristik fisik yang sangat khas dan dihargai di pasar global. Warna kayu terasnya bervariasi dari coklat keemasan hingga coklat tua keunguan dengan garis-garis hitam yang membentuk pola indah. Tekstur kayunya halus dan merata dengan serat yang lurus hingga bergelombang.
Menurut standar Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan (2020), kayu sonokeling memiliki berat jenis 0,70-0,90 (termasuk kayu berat), dengan kekerasan yang sangat baik.
Salah satu keunggulan sonokeling adalah stabilitas dimensinya yang tinggi. Kayu ini kurang mengalami penyusutan dan pengembangan meskipun terjadi perubahan kelembaban udara.
Sifat fisik lainnya termasuk daya tahan alami terhadap serangan rayap dan jamur, serta tingkat keawetan yang termasuk kelas I-II (sangat awet). Karakteristik ini membuat sonokeling menjadi primadona dalam industri mebel dan konstruksi.
Baca juga Kayu Asal Hutan Jawa Ini Paling Dilindungi, Diincar Pembalak Liar untuk Dijual ke AS dan Jepang
Kegunaan dan Pemanfaatan Kayu Sonokeling
Kayu sonokeling memiliki beragam aplikasi bernilai tinggi. Dalam industri mebel, kayu ini banyak digunakan untuk pembuatan meja makan, kursi tamu, lemari, dan berbagai furnitur eksklusif.
Kualitas finishing-nya yang sangat baik memungkinkan permukaan kayu mencapai tingkat kilap tinggi. Di industri musik, sonokeling menjadi bahan baku utama untuk pembuatan gitar akustik berkualitas, khususnya untuk bagian badan dan neck gitar.
Aplikasi lain yang penting adalah dalam industri interior dan konstruksi. Sonokeling sering digunakan sebagai bahan lantai parket (parquet flooring), panel dinding, hingga tangga mewah.
Dalam budaya Jawa, kayu ini memiliki nilai tradisional yang tinggi, sering digunakan untuk pembuatan ukiran dan kerajinan seni. Penelitian Balai Besar Kerajinan dan Batik (2021) menunjukkan bahwa sonokeling masih menjadi pilihan utama para pengrajin mebel tradisional di Jepara dan Surakarta.
Harga dan Pasar Kayu Sonokeling
Harga kayu sonokeling di pasaran tergolong sangat tinggi. Data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) tahun 2023 menunjukkan harga sonokeling berkualitas A berkisar antara Rp15-25 juta per meter kubik untuk kayu gelondongan, tergantung diameter dan kualitas. Untuk kayu olahan dalam bentuk papan, harganya bisa mencapai Rp30-50 juta per meter kubik.
Di pasar internasional, harga sonokeling bisa 2-3 kali lebih tinggi, terutama untuk kayu dengan pola serat yang unik. Permintaan terbesar datang dari Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat yang menghargai kayu ini untuk industri mebel dan alat musik.
Namun, perdagangan internasional sonokeling kini semakin dibatasi karena statusnya yang masuk dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), yang berarti ekspornya membutuhkan izin khusus.
Upaya Pelestarian dan Tantangan
Kelangkaan sonokeling di alam liar telah mendorong berbagai upaya pelestarian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan kuota tebang yang sangat ketat untuk jenis ini. Beberapa perusahaan hutan tanaman industri (HTI) mulai mengembangkan budidaya sonokeling, meskipun pertumbuhannya yang lambat menjadi tantangan tersendiri.
Upaya lain termasuk pengembangan teknik silvikultur intensif untuk mempercepat pertumbuhan dan program pembibitan masal. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang meneliti teknik perbanyakan vegetatif untuk mempertahankan kualitas kayu pada tanaman hasil budidaya. Tantangan utama adalah memenuhi permintaan pasar tanpa mengorbankan populasi alaminya yang semakin menipis.
Baca juga Kualitas Unggul Kayu Jati dari Bojonegoro, Diakui Sejak Zaman Kolonial hingga Diekspor ke Eropa
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News