Kabupaten Bojonegoro pernah menjadi penghasil kayu jati andalan dunia. Hal ini terjadi pada rentang yang cukup lama yaitu mulai dari 1600-1900 an atau sejak masa kolonial Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka.
Dimuat dari laman prc-initiative, pohon jati merupakan saksi sejarah perjalanan dinamika daerah Bojonegoro. Walau daerah ini cukup miskin, tetapi pemerintah kolonial memberi perhatian khusus karena sumber daya alamnya yang melimpah khususnya hutan jati.
Mitos Watu Semar, Ikon Bojonegoro yang Dianggap Dewa
Peneliti Poverty Resource Center Initiative, Aw Syaiful Huda menceritakan pada zaman dulu kayu jati dari Bojonegoro banyak dipakai untuk bahan bangunan keraton perumahan, benteng pertahanan, kapal niaga, kapal perang, dan lainnya.
“Kayu jati dari Bojonegoro diekspor ke Eropa dan memiliki nilai jual sangat mahal. Ekspor kayu jati ini menambah pundi-pundi keuangan negara pihak kolonial Belanda,” tulisnya.
Tumbuh subur
Kawasan Hutan Padangan saat ini masih terdapat pohon jati yang ditanam pada tahun 1857. Kayu sepanjang 17 meter dengan diameter 45 centimeter ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020.
Pohon jati memang tumbuh bagus di Bojonegoro karena kondisi alamnya keras, tandus, bahkan berbatu. Ketika musim kemarau, kekeringan terjadi di banyak wilayah Bojonegoro. Saat musim penghujan, banjir melanda di daerah ini.
Sejarah Hari Ini (20 Oktober 1677) - Hari Jadi Kabupaten Bojonegoro
Bagi warga Bojonegoro, pohon jati layaknya simbol karakteristik yang berjiwa keras dan penuh ujian, salah satunya menghadapi kondisi bencana kekeringan dan banjir yang silih berganti dan rutin terjadi setiap tahun.
“Dari Bojonegoro, lahirlah sosok pejuang yang hebat dan idealisme kuat. Seperti Arya Penangsang, Aria Sasradilaga, Raden Ayu Tirtonoto, dan lain sebagainya,” kata Syaiful.
Kembalikan kejayaan
Administratur (Adm) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Bojonegoro, Irawan Jati mengungkapkan Bojonegoro termasuk tiga wilayah penghasil kayu jati. Produksi kayu di KPH Bojonegoro sendiri sekitar 10 ribuan per tahun.
Irawan mengakui kayu jati dari Bojonegoro masih dilirik pabrikan besar hingga produsen olahan kayu menengah sampai kecil. Tantangannya meningkatkan produktivitas tanaman hutan, karena kalkulasinya ada 17 ribu hektare lahan hutan tidak produktif.
Malingmati: Dari Pertempuran, Perlarian, dan Kerelaan
“Namun jumlah tersebut bisa saja berubah, kedepan dihitung lagi bisa jadi naik kelas,” jelasnya.
Irawan membenarkan kayu jati di hutan Bojonegoro masih menopang kebutuhan industri pengolahan kayu domestik maupun mancanegara. Potensi terlihat dari luasan wilayah Bojonegoro 40 persen berupa hutan, KPH Bojonegoro menyumbang 50.170 an hektare.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News