Apa yang ada di benak Kawan GNFI semua kalau mendengar kata Malingmati? Apakah tempat para maling dibunuh atau tempat keramat sampai maling-maling pada mati di sana?
Pertanyaan itu juga yang hinggap ke kepala kami ketika kedapatan lokasi KKN Tematik Kolaboratif Univesitas Bojonegoro tahun 2024 ini di Desa Malingmati. Malingmati adalah sebuah desa di barat Kota Bojonegoro yang tanah desanya lebih banyak berupa ladang dari pada pemukiman.
Atas dasar itu, kami melakukan sebuah penelusuran dan pendokumentasian sejarah cikal bakal nama desa yang terlampau unik ini.
Kita menemui pemerintah desa, warga desa, sampai juru kunci punden.
Punden adalah sebuah tempat keramat, kadang-kadang ada makam atau petilasan dari seseorang yang menjadi cikal bakal desa.
Di Desa Malingmati ini memiliki dua punden, yakni punden pesarehan dan punden tapan.
Kita mulai petualangan ini dari mengulik kisah dibalik punden pesarehan. Punden Pesarehan memiliki cerita yang unik terkait asal-usul Desa Malingmati.
Legenda ini berawal dari seorang pencuri bernama Malinggentiri. Asal-usul Malinggentiri tidak jelas, namun beberapa orang mengatakan bahwa Ia bertapa di Gunung Mendhut di daerah Tuban. Malinggentiri dikenal suka membantu orang dengan mencuri harta benda yang kemudian diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Mirip-mirip dengan karakter Robin Hood dalam kisah klasik bangsa Inggris.
Selain mencuri, Malinggentiri sering membuat kehebodan, dan yang paling monumental adalah saat ia melancarkan aksi menculik seorang gadis bernama Lastri. Kehebohan ini karena Lastri adalah seorang putri dari Lurah Desa Ndadapan. Tentu Lurah Ndadapan geram bukan kepalang, dan untuk menyelesaikan masalah ini, Lurah mencari seribusatu cara.
Untuk mengambil kembali putrinya, lurah Ndadapan mengunakan strategi “taklukkan ular dengan kuasai kepalanya”, akhirnya Ia menghubungi guru Malinggentiri dan mengutus untuk menyelesaikan kegaduhan ini. Nama dari guru malinggentiri tidak diketahui, sehingga dalam kisah ini akan kita tulis "Sang Guru"
Atas mandat lurah, Sang Guru menemui Malinggentiri di Gunung Ngancik dengan maksud membujuk dan mengambil kembali Lastri. Namun, Malinggentiri bersikeras tidak mau mengembalikan Lastri sehingga terjadilah perkelahian Guru dan Murid, Naasnya pertempuran ikonik itu berakhir dengan kematian Sang Guru.
Kekalahan ini membuat pihak lain tersulut, salah satunya adalah Mbah Aji yang juga saudara seperguruan dengan Malinggentiri, Mbah Aji adalah orang asli daerah itu, dia adalah danyang desa. Mbah Aji tidak terima karena gurunya dibunuh oleh Malinggentiri, Karenanya Mbah Aji ingin membalas dendam atas kematian tersebut.
Mbah Aji memburu dan mencari keberadaan Malinggentiri. Tidak butuh waktu lama untuk Mbah Aji menemukan letak persembunyian Malinggentiri, karena ia tahu betul tanah cikal bakal Desa Malingmati ini.
Saat Malinggentiri ditemukan, Mbah Aji segera menyerang Malinggentiri karena sudah terbakar dendam. Perkelahian besar dimulai antara Mbah Aji dan Malinggentiri. Posisinya tidak seimbang dan Malinggentiri terpojok. Ia kelelahan dan berlari menghindar dan bersembuyi di bawah pohon asem besar. Tentu ini bukan pilihan tepat, karena hanya dengan bersembunyi di bahwa pohon asem, Mbah Aji akan dengan sangat mudah menemukannya.
Dan tepat saja, Mbah Aji menemukannya, Ia menyudutkan Malinggentiri. Ia pasrah dan siap saja kalau harus mati ditanggan Mbah Aji. Saat akan mulai eksekusi, terdapat syarat yang diajukan Malinggentiri yang sudah terpojok pada Mbah Aji, yakni Mbah Aji harus melubangi pohon asem selama 15 menit. Syarat itu diiyakan, dan tak butuh 15 menit, Mbah Aji malah hanya membutuhkan 1 menit untuk melubangi pohon. Anehnya, setelah pohon berlubang, Malinggentiri tidak mati, tapi hilang secara misterius. Mbah Aji bingung dan heran.
Mbah Aji menunggu Malinggendiri yang hilang di lokasi itu, ia bertahan untuk menunggu saudara seperguruannya yang hilang. Mbah Aji bertahan hingga ajal menjemputnya.
Tempat peristirahatan terakhir bagi Malinggendiri dan Mbah Danyang, ditandai dengan patok atau batu nisan. Dan dari peristiwa itulah tercetus nama malingmati.
***
Keseruan dari desa ini tidak hanya dari cerita itu. Punden pesarehan, lokasi pertempuran terakhir Malinggetiri dan Mbah Aji, memiliki nilai spiritual yang tinggi. Setiap hari Jumat Pon, banyak masyarakat datang untuk berdoa dan meminta berkah. Tempat ini diyakini oleh masyarakat setempat sebagai lokasi untuk meminta kesembuhan dan berbagai hajat lainnya, dengan syarat memberikan sesajen berupa ayam. Punden pesarehan ini berupa makam yang berada di bawah pohon asem, konon memiliki terowongan hingga tembus ke daerah Grogolan di Dander. Masyarakat percaya bahwa terowongan tersebut merupakan jalan gaib.
Selain itu, pernah ada peristiwa mistis yang melibatkan perangkat desa yang menjual ranting dari pohon beringin di dekat punden pesarehan. Akibatnya, desa tersebut diterjang angin puting beliung yang merobohkan lima rumah warga.
***
Selain Punden Pesarehan, Di Desa Malingmati terdapat satu punden lagi yang tak kalah seru untuk dikulik sejarahnya, Kawan GNFI. Punden menarik lain di desa Maling mati adalah Punden Tapan.
Cerita yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa punden Tapan yang berada di bagian barat Desa Malingmati membawa nasib buruk bagi siapa saja yang mengunjunginya. Konon, pengunjung punden ini akan mengalami kegagalan dalam mencapai cita-cita atau tujuan hidup. Terdapat kisah legendari terhadap punden tapan ini, suatu masa ada seorang mengunjugi punden tapan, sekonyong-konyong, dalam waktu hanya dua bulan ia kehilangan pekerjaannya. Selain itu ada juga seorang polisi yang pernah berkunjung ke punden Tapan juga setali tiga uang, ia mengalami penurunan pangkat.
Pada zaman dahulu, Punden Tapan adalah batu besar yang diangkat dari dataran rendah ke atas bukit oleh seorang yang memiliki gangguan jiwa. Batu itu besar dan orang yang mengangkat bertubuh kecil, tapi orang itu dapat mengangkat batu itu, ini adalah hal aneh yang terjadi. Bahkan belum ada jalanan, saat itu yang dilintasi adalah semak belukar. Karena hal-hal aneh itu, punden ini sering digunakan untuk pertapaan oleh orang-orang yang memiliki hajat, sehingga disebut "Tapan" yang berarti tempat pertapaan.
Punden tapan tidak hanya memiliki kisah, tetapi juga manfaat dulunya. Punden ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat karena sempat menyelamatkan masyarakat pada masa penjajahan Belanda. Punden Tapan adalah tempat persembunyian masyarakat dari kejaran Belanda. Belanda tidak dapat menemukan mereka karena punden Tapan terletak jauh dari pemukiman dan berada di dataran tinggi, membuatnya sulit dilacak. Oleh karena itu, masyarakat percaya bahwa tempat ini melindungi mereka.
Sangat menarik kisah dua punden di Desa Malingmati ini, apakah selesai sampai sini? Ternyata belum. Terdapat kisah menarik yang berhubungan dengan desa-desa disekitar Malingmati, tapi tentu tidak dapat disampaikan sekarang, Kawan GNFI. Sampai jumpa di tulisan kisah lain. See You.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News