Jejak kemerdekaan yang diabadikan dalam catatan sejarah menjadi bukti nyata kerasnya perjuangan yang dilakukan para pahlawan untuk membebaskan diri dari jajahan bangsa asing.
Untuk mengenang jasa para pahlawan, 17 Agustus pun ditetapkan. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk penanaman rasa nasionalisme dan patriotisme kepada Tanah Air.
Di hari yang khidmat itu, berbagai perayaan semarak dan semangat kemerdekaan diadakan, salah satunya adalah pembacaan puisi.
Pemilihan puisi yang tepat menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan agar sejalan dengan tema yang diusung.
Dikutip dari berbagai sumber, yuk, simak kumpulan puisi-puisi bertema kemerdekaan untuk 17 Agustus yang menyentuh hati berikut ini, Kawan!
Baca Juga: 10 Hadiah Lomba 17 Agustus Bermanfaat untuk Kehidupan Sehari-hari
Baca Juga: 20 Ide Lomba 17 Agustus Unik dan Kreatif untuk Meriahkan Hari Kemerdekaan
Kumpulan Puisi Hari Kemerdekaan untuk Perayaan 17 Agustus
a. Puisi Kemerdekaan 17 Agustus Singkat
Puisi 1: Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguh pun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
(Sumber: Buku Sajak-sajak Chairil Anwar 1942-1949)
Puisi 2: Pejuang Kemerdekaan
Karya: Rahmy Ardhie
Merah darahmu menggelora
Semangat juangmu membara
Tak pernah padam
Meski harus berkorban nyawa
Meski harus menderita
Kau telah memperjuangkan
Kemerdekaan Indonesia
Dengan perkasa
Dengan susah payah
Tanpa keluh kesah
Tak akan kami sia-siakan hasil
Perjuanganmu
Akan kami isi dengan membangun negeri
Agar Indonesia semakin mandiri
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 3: Merah Putih untuk Pertiwi
Karya: Alfin Nihayatul Islamiyah
Guratan tinta emas dalam kertas bekas
Memori masa kelam terlintas
Dalam balutan darah yang masih menggenang
Melaju melewati masa menjadi kenangan
Maksud terbuai dalam hati yang luluh
Kisah puluhan tahun yang beradu dalam peluh
Kelu; rasanya hati berdayuh-dayuh
Kertas bekas waktu menjadi rapuh
Merdeka! Diiringi Indonesia Raya yang menggema
Air mata yang siap meluncur kapan saja
Penantian di penghujung usia
Akhir kata yang menjadi lega seluruh warga bumiputera
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 4: Merdekalah Bangsaku
Karya: Yamin
Sejarahmu terus terkenang di ingatanku
Tujuh belas Agustus saksi bisu hari kebebasanku
Para pahlawan bertaruh keras pertahankan keutuhanmu
Sebagai kenangan sepanjang hidup
Indonesia kini merdeka
Berkibarnya sang merah putih
Bawa napas lega tanpa nestapa
Mengenang cerita berderailah air mata
Kemerdekaan hilangkan jeritan lara
Indonesia merdeka
Lahirkan pemuda-pemudi bangsa
Terbang ke awan menguak
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 5: Merdeka Sejak Muda
Karya: Ozy V. Alandika
Indonesia sudah menua
Aku masih muda
Tunas baru bertumbuh
Membaca teks proklamasi
Masih mengeja
Tapi biarlah
Kita sudah merdeka sejak muda
Boleh belajar dan berkarya
Boleh berpendapat dan berbicara
Boleh bermimpi dan bercita-cita
Baik hari ini maupun seterusnya
Puisi 6: Pertemuan Merdeka
Karya: Siti Nurhasanah
Di pertemuan ini
Kita tak sekedar bercengkerama
Di pertemuan kita ini
Ada warisan berperadaban
lestari pahlawan
Semangat yang hadir hingga ke langit
Hasilkan cinta dan karya abadi
Rancangan cita dalam takjub
Wariskan tekad bersama
membara isi kemerdekaan
dan semangat itu
Adalah pergiliran semangat KEABADIAN
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 7: Merah Putih di Sanubari
Karya: Siska Dewi Siregar
Hamparan danau ranau yang luas
Sawah penduduk yang menghijau
Bagaikan permadani di bawah gunung Seminung
Inilah tempat kami, bagian dari Negara kita
Subur tanahnya, luas pulaunya dan melimpah airnya
Namun, alangkah malang rakyatnya
Sebutan kata sudah merdeka
Tapi banyak jiwa yang terkorbankan
Musibah demi musibah wabah demi wabah silih berganti
Bangkitlah rakyat Indonesia! Mari mencintai negeri ini
Tanamkan merah putih di sanubari
Tumbuhkan kesadaran
Buktikan perkataan dan perbuatan
Demi tanah air Indonesia
Merdeka!
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
b. Puisi Kemerdekaan 17 Agustus 2–3 Bait
Puisi 1: Satu Kata “Merdeka”
Karya: Yamin
Hingga detik ini
Darah tertumpah membanjiri persada
Ribuan nyawa melayang
Tulang belulang berserakan
Sebuah pengorbanan yang harus dibayar mahal
Demi terwujudnya kata
Merdeka
Jiwa gugur tak terhitung jumlahnya
Darah segar merasuk di sela-sela tanah air.
Dengan bangga jasadmu tersenyum
Menyaksikan kemerdekaan negeri tercinta
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 2: Merdeka atau Mati
Karya: Yamin
Darah menggenang di tanah tak bertuan
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemenangan
Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati
Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 3: Bebas!
Karya: Debora Agatha Chandra E.
Di tanah sendiri tanpa kebebasan menjadi tidak berarti?
Menyusup berlindung dalam perdu
Tergores berdarah pun sudah tak lagi kurasa sakitnya
Dingin? Kulit kami keras bagai kulit kayu
Sekali lagi
Masihkah ada?
Satu jalan untuk kembali pulang
Menyebutnya sebagai rumah tanpa harus terjajah
Jauh tinggalkan hutan menuju perkampungan
Melepas tombak tergantu dengan erat genggaman
Masihkah ada?
Satu titik untuk ku sobek lebarkan sebagai cahaya
Mengusir kutu penghisap darah kaya
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 4: Penuh Peluh
Karya: Alwiyah Dwi P.
Aku menyaksikan dari jauh
Senjata itu kian menusuk tubuh
Dan kini hanya tinggal separuh
Tak lagi terlihat utuh
Jiwaku terasa ikut terbunuh
Semakin terdengar suara gemuruh
Semakin aku tak bisa menahan peluh
Berjuang dengan semangat penuh
Meski keadaan semakin gaduh
Semangatnya yang semakin rusuh
Di balik pakaiannya yang lusuh
Masih terdapat semangat yang tetap utuh
Selalu berpegang teguh
Untuk menjaga Indonesia ingin membuatnya runtuh
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 5: Sejarah Bercerita
Karya: Diana Hersiyatul Milliyah
Angin menerpa wajah di pagi hari
Hari demi hari begitu cepat berlalu
Dulu engkau hanya lambing harapan
Dulu hanyalah engkau yang diperjuangkan
Renungan demi renungan hanya untuk sebuah kejayaan
Berpikir keras hanya untuk sebuah kejayaan
Sejarah bercerita tentang perjuangan
Tentang nyawa yang menjadi taruhannya
Semangat yang terus berkobar
Tanpa ada kata menyerah
Bambu demi bambu menjadi senjata
Mengusir penjajah berpeluru
Demi gugusan pulau
Kau taruhkan nyawamu
Demi merah putih
Kau rela berlumur darah di sekujur tubuhmu
Semua perjuanganmu
Hanya untuk nama Indonesia
Negeriku berjayalah
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 6: Merdeka, Kini dan Nanti
Karya: Ahmad Suryadi
Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal Lelah
Usaha yang tak pernah menyerah
Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah
Yang setia mencucur hingga melimpah ruah
Merdeka ini adalah Lelah
Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa
Merdeka ini tak mudah digapai
Karena berjuta ton darah raib serta tergadai
Merdeka didapat dengan taruhan nyawa
Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang
Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih
Demi merdeka untuk senyum bangsa Indonesia
Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 7: Sebuah Mimpi
Karya: Dewi Ramadhanti
Apa itu merdeka?
Kata bebas yang diimpikan
Indonesia berjuang
Ikhtiar Tawakal tak terhenti
Tangis darah air mata
350 tahun lamanya
Buih indah itu datang
Tangis haru bahagia
Berkah kesabaran nan perjuangan
Kini waktu berlalu
Definisi bebas penuh makna
Perjuangan kita berbeda
Nafkah, rezeki, sehat
Tetaplah melangkah menuju harap
Merdeka ‘kan kita dapat
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 8: Atas Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono
Kita berkata: jadilah
Dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
Di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
Di tepinya cakrawala
Tererat juga akhirnya
Kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
Sebelum Hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
Dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu:
Inilah kemerdekaan itu, nikmatilah.
Puisi 9: Satu Kata “Merdeka”
Karya: Alina Yulia Utami
Hati Bergetar
Jiwa bergelora
Semangat ini tak pernah padam
Dari dirimu
Dengan sebuah bambu runcing
Kau lawan musuh-musuhmu
Tetesan darah mengalir membasahi tubuhmu
Namun kau tak pernah menyerah
Dengan penuh keyakinan kau kobarkan semangat
Harapan untuk bisa terbebas dari belenggu penjajahan
Kau teriakkan kata MERDEKA
Merdeka untuk nusa dan bangsa
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila, dan Pendidikan)
Puisi 10: Merah Darah Putih Tulang
Karya: Fransiskus Dika Sidabutar
Merdeka telah diperjuangkan
Eulogi kami panjatkan bagi para pahlawan
Rela tinggalkan keluarga
Air mata dan darah pun diikhlaskan
Hanya untuk kemerdekaan
Perjuangan takkan ku henti
Untuk memperjuangkan tanah air
Tekad akan ku jahit
Intuisi akan terus berlari
Hanya tuk mengharumkan negeri
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Baca Juga: 10 Ide Lomba 17 Agustus yang Hemat Biaya tapi Seru, Bisa Jadi Referensi
c. Puisi Kemerdekaan 17 Agustus 4 Bait
Puisi 1: Pahlawanku
Karya: Yamin
Darah mengalir terus dikenang
Sengsara kehausan serta kelaparan
Langkah sedikit lengah
Terpeleset jurang yang mendalam
Karena jasamu Indonesia mampu bernapas lega
Menghirup udara kebebasan
Aman dari sergapan senjata
Jauh dari serangan penjajah tak terduga
Tanpamu kami tidak tahu keadaan sekarang
Keberanianmu larut dalam daarah juang
Kekuatanmu sekeras baja
Keyakinanmu kuat dalam hati sanubari
Pahlawanku
Kau berikan kebahagiaan anak cucu bangsa
Kau tinggalkan kenangan sejarah tuk pijakannya
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 2: Detik-detik Kemerdekaan
Karya: Rahmy Ardhie
Telah tersekat nafas-nafas
Rakyat menunggu cemas
Dalam derita dan nestapa
Nyawa-nyawa melayang tak berharga
Saat itu, penjajah merangsek ke pelosok desa
Memutarbalikkan fakta
Menghasut dalam dusta
Membungkam berita
Detik-detik kemerdekaan telah sampai
Di penghujung pagi
Seokarno Hatta tampil ke depan
Proklamasi kemerdekaan dibacakan
Kata merdeka telah menggema
Mengangkasa ke penjuru bangsa
Menyusup ke dalam sukma
Seluruh rakyat gembira menyambut
Kemerdekaan Indonesia
Dalam haru dan bahagia
(Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi)
Puisi 3: Perjuangan yang Belum Usai
Karya: Magdalena Ariadne Sinaga
Dulu, semasa kebebasan hanya ilusi
Semasa penjajahan yang rakus terus menggerus negeri
Semasa tali penindasan dan kebodohan menjerat pribumi
Para pahlawan bangkit berdiri
Dengan tak gentar mereka maju berjuang
Bersatu padu dengan gagah melawan
Waktu dan tenaga mereka curahkan
Lelah dan penat jadi makanan
Keringat dan darah mengucur, nyawa terbuang
Tapi api semangat yang membara di sanubari pahlawan
Tiada seorang dapat padamkan
Laksana singa di padang rerumputan
Ganas menerjang rebut kemerdekaan
Hingga akhirnya perjuangan mereka capai titik terang
Proklamasi kemerdekaan dibacakan lantang
Air mata haru jatuh tak tertahan
Melihat Sang Saka berkibar bebas di tingginya tiang
Kita kini sudah merdeka
Hidup baru kita mulai
Namun perjuangan kita belum usai
Kini saatnya kita generasi penerus ambil bagian
Mantapkan hati, langkahkan kaki untuk berkarya
Jangan hanya jadi penonton, kawan
Mari kita bersama-sama jaga api perjuangan
Kemerdekaan sudah diperjuangkan habis-habisan
Sekarang saatnya kita kerja keras mengisinya
Mari hantar negara tercinta ini menuju kemajuan
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 4: Pahlawan Tak Dikenal
Karya: Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang Nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
Puisi 5: Merdeka Itu Mahal
Karya: Ahza Purnama
Jika kau ingin bebas
Jika kau ingin tak terikat
Jika kau ingin tak tertekan
Jika kau ingin hidup damai
Berarti kau ingin merdeka kawan
Tapi apa yang kau buat
Apakah sudah berkorban
Apakah sudah juang
Apakah sudah perang
Atau hanya berpangku tangan kawan
Tahukah kau
Ribuan jiwa runtuh tertimbun
Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji
Walau darah membanjiri raga kawan
Ingat merdeka itu mahal
Jangan sia-siakan kemerdekaan ini
Merdeka itu tak bisa dibeli
Jangan samakan seperti roti
Merdeka itu sebuah ikatan hati
Dari pejuang untuk pertiwi
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 6: Mentari Indonesia
Karya: Bunda Azki
Derap langkah para penjaga paksa
Letupan senjata tanpa aksama
Ribuan nyawa hilang tanpa dosa
Hanya derai air mata yang berkuasa
Ketika doa dan air mata bersama
Penjuru bumi langit berkuasa
Sebilah bambu runcing mencakar angkasa
Kekuatan besar mencabar bumi seisinya
Merdeka, merdeka, merdeka
Peluh dan lara berganti indahnya nirwana
Luka tikam menganga berganti senyuman sukma
Ribuan dera tergantikan secercah sinar khatulistiwa
Kisah romansa akan indah pada waktunya
Bukan karena kamu dan aku saja
Namun korelasi keduanya
Karena kita sama, kita adalah Indonesia
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 7: Merdeka Sejati
Karya: Dina Mariana
Pemuda pemudi,
Bukan saling berkompetisi mengejar ambisi
Melainkan bersinergi menyelamatkan bangsa Indonesia ini
Dari kemerosotan moral tanpa henti, runtuhnya sikap saling toleransi
Jangan mudah terbawa emosi
Apalagi terhanyut arus teknologi
Mental harus teruji,
Menghadapi masalah mini
Sampai sebesar kobaran api
Jadikan diri contoh pahlawan masa kini
Jiwa raga merdeka membawa misi
Melakukan perubahan bukan pada diri sendiri
Merangkul lingkungan bersama membenahi
Karena sendiri, tak akan berarti
Mari dirikan merdeka sejati!
Kerahkan kontribusi yang mampu mendamaikan bumi
Gebrakkan langkah mendulang prestasi
Satukan persepsi untuk Indonesia berdikari
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
d. Puisi Kemerdekaan 17 Agustus Menyentuh Hati
Puisi 1: Indonesia Merdeka
Karya: Khilma Aulia Mufida
Tangan pemuda tak lagi menggenggam bambu tajam
Kaki hitam legam tak lagi berjalan langkah bergetar
Rahang-rahang kokoh tak lagi terlihat di medan perang
Badan kurus kering tak lagi merasakan lecutan
Rintih, lirih, perih
Tak lagi terdengar di tanah Indonesia
Merdeka.. Merdeka.. Merdeka..
Yak ada lagi siksa yang akan kau terima
Indonesia Raya berkumandang dengan agungnya
Mengheningkan seluruh semesta raya
Menundukkan sikap durjana para penyiksa
Melumpuhkan peluru setiap senjata
Hanya karena Indonesia telah merdeka
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 2: Tetesan Darah
Karya: M. Zaky Dhiyaul Haq
Angin bertiup menerbangkan suara desing mesin
Tangisan menyayat hati terdengar sangat pilu
Asap dan debu bergumul seakan meminta mulut bisu
Karena tetesan darah sedang Bersatu
Berjuang di garda terdepan
Meninggalkan sanak saudara
Tuk meraih mimpi yang dicita-citakan
Walau darah pasti selalu bertetesan
Baju putih menjadi pilihan
Meski darah akan selalu bertetesan
Karena merah putih menjadi akhir perubahan
Sebuah semangat untuk meraih kemerdekaan
Tuhan..
Kini kemerdekaan telah tergenggam kepalan
Beri aku kekuatan
Untuk menjaga negeri penuh kedaulatan
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 3: Jeruji Belanda
Karya: Eli Sulistyowati
Bergelut dengan sengsara
Berbalut rasa menderita
Tenggelam dalam tangis air mata
Terjerat dalam jeruji Belanda
Seakan hari tak kunjung berhenti
Seakan dunia bertema neraka
Seolah nyawa tak ada artinya
Seolah waktu berhenti seketika
Tapi semangat tak pernah padam
Tapi orasi tak pernah bungkam
Demi masa depan yang tak suram
Demi Indonesia tak jadi temaram
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila dan Pendidikan)
Puisi 4: Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Karya: W.S. Rendra
Wajah-Mu membayang di kota terbakar
Dan firman-Mu terguris di atas ribuan
Kuburan yang dangkal
Anak nangis kehilangan bapak
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
Sempurnalah sudah warna dosa
Dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
Adalah satu warna
Dosan dan napasku
Adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
Kecuali menyadari
Biarpun bersama penyesalan
Apa yang bisa diucapkan
Oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lengan-Mu yang capai
Mendekap bumi yang mengkhianati-Mu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Puisi 5: Bukan Bercak, Tapi Genangan
Karya: Herlina Puji Ayu S.
Kala itu, bukan lagi bercak darah
Bukan lagi tetesan darah
Atau bukan lagi seberkas darah
Tapi sudah genangan darah
Mengalir menandakan tenang
Tapi apa ini? Darah mengalir bukan tenang dan syahdu
Melihat itu…
Membuat otakku berpikir liar
Apakah benar ini yang kulihat?
Yang kulihat genangan darah yang bernyawa
Gumpalan darah yang terisak-isak
Dorrrr….
Suara pistol menghantam di dada para pejuang
Suara isak tangis dan jeritan tak ada arti bagi penjajah
Masihkah aku menangis karena mendengar ceritanya?
Tidakkah mereka terdahulu menangis tersedu?
Tapi selepas itu ada kalimat “MERDEKA!!!!!!”
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan, Pancasila, dan Pendidikan)
Puisi 6: Menuang Tabah
Karya: Shofiyah
Atas jajah yang berebut takhta
Kuasa dengan nobat sementara
Yang singgah tentu harus kembali pulang
Tapi, kenapa kian tertantang?
Mendiamkan suatu peta daratan
Adalah kesempatan yang kadang membinasakan
Nyali yang ciut juga ketidakadilan direnggut
Ia yang menamatkan namanya
Pada sebuah nisan bersamaan dengan pejuang lain
Mengukir Indonesia tiada terbuai
Seperti tombak memancang kedukaan
Seperti pelarian tapi masih disegel keadaan
Maka, di tanah yang masih menyimpan air mata
Di situlah takkan pernah alpa
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Puisi 7: Satu Kata
Karya: Rosida Putri Sahara
Untuk siapa kemerdekaan ini?
Bila pekik kemerdekaan itu keluar dari perut anak bangsa yang kelaparan
Saat teriakan “merdeka” terucap
Naiknya merah putih membawa peluh serta rintih
Satu bangsa yang tersakiti terseok maupun terbantai
Bambu runcing, golok pun belati mulai bangkit walau tertatih
Hidup atau mati demi satu kata, Diulangi, demi satu kata Merdeka
(Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan)
Baca Juga:10 Rekomendasi Hadiah Lomba 17 Agustus yang Murah dan Hemat Biaya
Itulah kumpulan puisi kemerdekaan yang bisa dibacakan ketika peringatan 17 Agustus. Semoga bermanfaat, Kawan!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News