belajar hidup selaras dengan alam dari masyarakat adat kampung naga - News | Good News From Indonesia 2025

Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Masyarakat Adat Kampung Naga

Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Masyarakat Adat Kampung Naga
images info

Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Masyarakat Adat Kampung Naga


Kampung Adat Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung ini memiliki luas sekitar 1,5 hektare dan dibatasi oleh parit kecil. Untuk mencapai kampung ini, pengunjung harus menuruni 444 anak tangga. 

Meskipun berada di tengah keramaian desa modern, Kampung Adat Naga tetap bertahan dengan adat dan budayanya yang khas. 

Masyarakat adat Kampung Naga hidup dalam kesederhanaan. Mereka tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan dan masih mengandalkan kayu bakar untuk memasak, bukan kompor gas seperti masyarakat pada umumnya. 

Ketua Adat atau Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin (66), menjelaskan bahwa kunci keberlangsungan adat dan budaya di kampung ini terletak pada landasan filosofi yang kuat. 

"Kampung Naga ini dikepung keramaian dan bisa bertahan di era digitalisasi. Kenapa? Karena kami memiliki landasan adat dan budaya, di mana adat adalah milik keturunan, dan budaya milik bangsa," ujar Ade, Rabu (30/7/2025).

Ade menegaskan bahwa budaya tidak hanya sekadar seni atau pertunjukan, tetapi juga mengandung nilai-nilai kebijaksanaan dan kearifan lokal. Nilai-nilai ini terus ditanamkan kepada generasi muda melalui berbagai media, salah satunya adalah lagu-lagu tradisional.

Mewariskan Nilai Luhur Lewat Terbang Sejak

Pertunjukan musik tradisional Terbang Sejak
info gambar

Pertunjukan musik tradisional Terbang Sejak


Terbang Sejak merupakan pertunjukan musik tradisional khas Kampung Adat Naga yang ditampilkan dengan berbagai alat musik tabuh seperti kempling, bangsing, gedembung, tuluktuk, bajidor, dan indung.

Pertunjukan ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarana pendidikan moral bagi masyarakat. Lagu-lagu yang dinyanyikan mengandung petuah leluhur yang masih relevan hingga saat ini.

Selain musik, Terbang Sejak juga diiringi dengan tarian bebas yang mengikuti alunan irama. Pertunjukan ini menjadi salah satu cara masyarakat Kampung Naga melestarikan warisan budaya mereka sekaligus mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada generasi muda.

Rumah adalah Gambaran Tubuh Manusia 

Kampung Adat Naga memiliki 111 bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu albasia, sejenis pohon yang banyak tumbuh di sekitar wilayah tersebut. Uniknya, semua bangunan di kampung ini memiliki orientasi yang sama, yaitu menghadap ke arah Timur-Barat dengan posisi pintu menghadap Utara atau Selatan.

Struktur rumah di Kampung Naga tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Setiap bagian rumah diibaratkan seperti tubuh manusia.

Bagian atap rumah melambangkan kepala, yang dalam kehidupan manusia merupakan pusat pemikiran dan kebijaksanaan. Dalam konteks rumah adat, atap berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang keluarga. 

Ruang tengah rumah diibaratkan sebagai badan manusia. Ruangan ini menjadi pusat aktivitas keluarga, digunakan untuk tidur, beristirahat, dan berkumpul dengan sanak saudara. Sementara bagian bawah rumah dianggap sebagai kaki, yang biasanya difungsikan sebagai kandang ayam. 

baca juga

Tiga Petilasan Kampung Adat Naga

Selain rumah tinggal, Kampung Adat Naga memiliki tiga bangunan sakral yang disebut petilasan. Pasolatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan dan spiritual masyarakat. Di sinilah warga berkumpul untuk berdoa dan melaksanakan ritual-ritual penting.

Lumbung merupakan tempat penyimpanan sumber pangan masyarakat. Keberadaan lumbung menunjukkan sistem ketahanan pangan yang telah diatur secara turun-temurun. 

Bumi Ageng berfungsi sebagai balai pertemuan adat dan tempat pelaksanaan tradisi penting. Bangunan ini menjadi simbol otoritas lembaga adat dalam mengatur tata kehidupan masyarakat. Setiap keputusan penting mengenai kampung dibahas dan diputuskan di tempat ini oleh para tetua adat.

Struktur Sosial dan Kelembagaan Adat

Kampung Adat Naga merupakan komunitas kecil yang terdiri dari 102 kepala keluarga dengan total penduduk 287 jiwa. Masyarakatnya hidup dengan mata pencaharian utama sebagai petani sawah dan ladang. Selain bertani, warga juga membuat kerajinan tangan tradisional untuk menambah penghasilan.

Sistem pemerintahan di Kampung Naga memiliki keunikan tersendiri dengan struktur kepemimpinan adat yang masih dipertahankan secara turun-temurun. Kuncen atau Juru Kunci merupakan pemimpin tertinggi adat yang bertanggung jawab atas seluruh tatanan kehidupan adat dan menjadi penjaga tradisi leluhur.

Di bawah Kuncen terdapat Lebeh yang bertugas menegakkan syariat agama dalam kehidupan sehari-hari. Lebeh berperan penting dalam memastikan semua kegiatan keagamaan dan upacara adat dilaksanakan sesuai aturan.

Di bawah Lebeh terdapat Punduh Adat yang bertugas mengatur tingkah laku dan tata krama dalam masyarakat. Punduh Adat berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemasyarakatan dan memastikan semua warga mematuhi norma-norma adat yang berlaku. 

Meskipun memiliki sistem adat yang kuat, Kampung Naga juga mengakui sistem pemerintahan modern seperti RT dan RW sebagai bentuk pengakuan terhadap negara Indonesia.

Hidup Selaras dengan Alam

Masyarakat Kampung Adat Naga hidup selaras dengan alam. Mereka meyakini bahwa alam bersifat Rahman dan Rahim (pengasih dan penyayang), sehingga bencana alam terjadi akibat karma dari ulah manusia.

Prinsip selaras dengan alam diterapkan dalam sistem pertanian tradisional, di mana masyarakat menggunakan benih padi lokal yang hanya ditanam dua kali dalam setahun.

Hal ini bertujuan memberikan waktu istirahat bagi tanah. Selain itu, jeda antar musim tanam sengaja diberikan selama 1-2 bulan untuk memberi makan hama dengan tunas padi yang tumbuh setelah panen.

"Padi setelah dipanen akan tumbuh rebung-rebung (tunas) yang bisa dimakan oleh hama. Ini adalah salah satu prinsip kita selaras dengan alam. Kita memberikan makan kepada hama sebelum memulai musim tanam berikutnya," jelas Ijat (46), seorang warga sekaligus pemandu di Kampung Adat Naga.

Selain pertanian, masyarakat juga menjaga kelestarian hutan larangan dan hutan keramat. Warga dilarang mengambil apapun dari hutan ini, bahkan dilarang mempublikasikannya ke luar. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sanksi adat, yakni pengasingan dan pembongkaran rumah.

"Kami lebih baik tidak ada kayu daripada harus menebang pohon yang belum kami tanam penggantinya," tegas Ijat.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.