Permasalahan sampah hingga kini masih menjadi tantangan klasik di berbagai wilayah pedesaan, termasuk di Desa Sindangsari, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang. Menyadari urgensi persoalan ini, mahasiswa IPB University melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKN-T Inovasi) hadir membawa angin segar berupa pendekatan solutif dan berkelanjutan. Program bertajuk “Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Edukasi dan Teknologi untuk Lingkungan Berkelanjutan” ini menawarkan dua strategi utama, yaitu pemanfaatan teknologi insinerator minim asap dan inovasi daur ulang sampah anorganik menjadi paving block.
“Pemusnahan sampah di sini umumnya dilakukan dengan cara pembakaran terbuka di sekitar rumah warga pada skala rumah tangga tanpa dibedakan antara sampah organik dan non-organik. Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara karena peningkatan polusi udara. Melalui insinerator ini, kami ingin memperkenalkan metode pembakaran yang lebih bersih dan efisien,” jelas Muhammad Rizki Anggara, Koordinator Tim KKN-T Inovasi IPB University.
Dokumentasi Pribadi | Devina
Penerapan insinerator minim asap dimulai pada tanggal 3–5 Juli 2025 di Dusun 02, Borontok Timur, RT 08. Kegiatan ini turut dihadiri oleh Kepala Desa Sindangsari, H. Kaning, beserta perangkat desa lainnya.
Dalam demonstrasi ini, tim KKN-T Inovasi memanfaatkan bahan-bahan mudah ditemukan seperti daun kering dan sekam padi. Insinerator dirancang dengan bahan sederhana tapi inovatif, menghasilkan emisi asap yang sangat rendah—tercatat hanya muncul selama tiga detik pertama proses pembakaran. Teknologi ini dirancang agar mudah dioperasikan oleh masyarakat, ramah lingkungan, serta terjangkau dalam proses pembuatannya.
Kehadiran teknologi ini pun mendapatkan respon positif dari warga setempat. Salah satu contohnya datang dari Kepala Dusun 04, Nana, yang menyatakan ketertarikannya. “InsyaAllah, selanjutnya saya mau bikin di belakang rumah,” ungkapnya.
Tak hanya fokus pada sampah organik, tim KKN-T Inovasi juga memperluas kontribusi mereka melalui program daur ulang sampah plastik menjadi paving block. Paving block merupakan material konstruksi yang digunakan sebagai pelapis permukaan tanah, baik untuk jalan, area parkir, jalur pejalan kaki, hingga taman (Mulyati, 2023).
Kegiatan ini melibatkan Pondok Pesantren Al-Istiqomah sebagai mitra pelaksana. Di lokasi ini, kebiasaan warga dalam mengelola sampah plastik dilakukan dengan cara mengumpulkannya dalam wadah jaring besar, kemudian dijual kepada alumni pondok seharga Rp1.000 per kilogram. Sampah plastik yang dulunya tidak bernilai tinggi, kini diolah menjadi produk konstruksi yang kuat dan bernilai ekonomis.
Dokumentasi Pribadi | Bilqis
Proses pembuatan paving block dilakukan dengan mencampurkan limbah plastik, pasir, dan sedikit oli, kemudian dicetak menggunakan alat berbentuk balok. Untuk memenuhi standar kekuatan tekan sesuai SNI 03-0691-1996 kategori mutu D. Tim KKN-T Inovasi mendemonstrasikan pembuatan paving block dengan menerapkan perbandingan campuran 40 persen pasir dan 60 persen plastik (Zafran et al., 2024).
Kegiatan ini menarik minat para guru dan santri di Pondok Pesantren Al-Istiqomah. Mereka antusias mengikuti seluruh proses, mulai dari edukasi hingga praktik langsung. Para santri menunjukkan kegembiraan saat terlibat dalam proses pembuatan, sementara para guru aktif mengajukan pertanyaan seputar teknik dan bahan yang digunakan.
Melalui serangkaian kegiatan tersebut, tim KKN-T Inovasi berharap munculnya kesadaran yang lebih tinggi di tengah masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah yang bijak dan berkelanjutan. Tidak sekadar menjadi pengetahuan, namun mampu menjadi kebiasaan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, semangat gotong royong yang terbangun selama program berlangsung menjadi pondasi penting bagi tumbuhnya inovasi lokal yang berdampak nyata bagi lingkungan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


