Temuan terbaru BRIN mengungkap bahwa selatan Jawa pernah dilanda tsunami raksasa sekitar 1.800 tahun lalu, dengan gelombang yang mungkin setara dengan tsunami Aceh 2004. Penelitian ini menjadi kunci untuk memprediksi dan memitigasi bencana serupa di masa depan.
Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana di dunia.
Terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik aktif (Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik) negeri ini rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi.
Teknologi Kabel Optik Bawah Laut: Solusi Mutakhir untuk Deteksi Dini Tsunami di Indonesia
Salah satu wilayah dengan risiko tinggi adalah pesisir selatan Jawa, yang berhadapan langsung dengan zona subduksi aktif. Namun, catatan sejarah tentang bencana besar di wilayah ini masih sangat minim. Tanpa pemahaman yang utuh tentang ancaman masa lalu, akurasi upaya mitigasi bisa tidak tepat sasaran.
Untuk mengisi kekosongan data tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian paleotsunami, studi yang mengungkap jejak tsunami purba melalui lapisan sedimen di tanah dan batuan. Studi ini dilakukan di selatan Pulau Jawa, utamanya Lebak, Banten; Pangandaran, Jawa Barat; Kulon Progo, DI Yogyakarta; dan Pacitan, Jawa Timur.
Riset di Jepang Temukan Rahasia Pohon Pinus Hitam Bisa Tahan Tsunami
Mengungkap Ancaman yang Terlupakan
Selama ini, pemahaman kita tentang tsunami di selatan Jawa masih sangat terbatas. Padahal, wilayah ini menyimpan potensi bencana besar yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Purna Sulastya Putra, peneliti sedimentologi dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, menjelaskan bahwa kita mungkin telah melewatkan ancaman besar yang pernah terjadi di masa lalu, seperti tsunami Aceh 2004.
Tanpa data historis yang lengkap, sulit untuk mempersiapkan diri secara optimal.
ISO 22328-3, Peringatan Dini Tsunami Berstandar Internasional yang Diinisiasi Indonesia
Sejak 2006 hingga 2024, tim BRIN melakukan survei di berbagai lokasi di selatan Jawa, termasuk Lebak, Pangandaran, Kulon Progo, dan Pacitan.
Mereka menemukan lapisan endapan tsunami purba yang tersebar merata di sepanjang pantai. Keseragaman temuan ini mengindikasikan bahwa bencana tersebut berskala sangat besar dan ada kemungkinan dipicu oleh gempa megathrust berkekuatan di atas magnitudo 9.
Jika gempa sebesar ini terjadi lagi, dampaknya bisa sangat berbahaya dan menimbulkan kerusakan fatal, mengingat padatnya penduduk dan infrastruktur di pesisir selatan Jawa.
Menengok Kampung Mati di Aceh yang Ditinggalkan Warganya 20 Tahun Akibat Bencana Tsunami
Temuan Riwayat Tsunami yang Mungkin Pernah Terjadi
Pada Mei 2025, BRIN melanjutkan ekspedisi di Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul dengan fokus mencari bukti tsunami yang lebih muda.
Hipotesis awal menyebutkan bahwa gempa besar dengan magnitudo di atas 9 di selatan Jawa berulang setiap sekitar 675 tahun. Jika siklus ini benar, maka kita mungkin sedang berada dalam periode ancaman berikutnya.
Tim peneliti menggunakan berbagai metode canggih, termasuk pemboran tangan, trenching (penggalian parit), dan pemetaan LiDAR (Light Detection and Ranging).
Hasilnya, ditemukan tiga lapisan pasir yang diduga kuat sebagai endapan tsunami purba. Lapisan ini mengandung foraminifera, mikroorganisme laut yang terbawa gelombang tsunami, serta struktur sedimen khas yang hanya terbentuk akibat hempasan gelombang besar.
Selain lapisan berusia 1.800 tahun, tim juga menemukan lapisan lain yang lebih muda. Temuan ini menunjukkan bahwa tsunami besar mungkin telah terjadi beberapa kali dalam kurun waktu tertentu.
Memadukan AI dan Filosofi Saling Bantu Saat Bencana, Peta Bencana Luncurkan Platform Peta Gotong Royong
Pencarian Jejak Tsunami untuk Prediksi yang Lebih Akurat
Temuan BRIN bukan sekadar catatan akademis. Data ini memiliki implikasi praktis untuk keselamatan jutaan orang.
Pertama, data paleotsunami dapat digunakan untuk menyusun peta zona rawan bencana yang lebih akurat. Dengan memahami sebaran dan periode tsunami, pemerintah dapat merancang tata ruang pesisir yang lebih aman, misalnya dengan membatasi pembangunan di daerah berisiko tinggi.
Kedua, informasi ini sangat vital untuk memperkuat sistem peringatan dini dan prosedur evakuasi. Kawasan wisata pantai seperti Pangandaran dan Pacitan, yang ramai dikunjungi wisatawan, memerlukan simulasi evakuasi yang lebih rutin dan terencana.
Mengenal AHA Centre, Komitmen ASEAN dalam Menanggulangi Bencana di Kawasan
Ketiga, temuan BRIN harus menjadi dasar dalam pembangunan infrastruktur tahan bencana. Jalan evakuasi, shelter, dan bangunan di pesisir harus dirancang untuk menghadapi potensi gelombang tinggi.
Berdasarkan data United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR), Indonesia menempati peringkat pertama dunia dalam paparan risiko tsunami. Lebih dari 5,4 juta orang tinggal di daerah yang berpotensi terdampak.
Bandingkan dengan Jepang, yang meskipun sering dilanda tsunami, memiliki sistem mitigasi yang jauh lebih matang. Ini menunjukkan betapa pentingnya temuan BRIN untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian ekonomi.
Keren! Desa-desa Ini Diakui UNESCO Berkompeten Hadapi Tsunami, Mana Saja?
Indonesia Berada di Ring of Fire: Bencana yang Tak Terhindarkan tapi Bisa Dikurangi Dampaknya
Selain tsunami, Indonesia juga menghadapi ancaman bencana lain seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan tanah longsor. Mengutip data BNPB, dalam kurun 1600-2000, tercatat 105 tsunami, 90%-nya dipicu gempa tektonik.
Wilayah seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, dan Maluku termasuk yang paling rawan. Sementara itu, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan semakin memperparah risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan kekeringan.
Namun, bencana tidak harus selalu berujung pada tragedi. Dengan data ilmiah yang akurat, kita bisa meminimalkan dampaknya. Purna menegaskan bahwa temuan BRIN harus menjadi dasar kebijakan mitigasi bencana.
“Temuan paleotsunami ini bukan sekadar catatan akademik. Data tersebut sangat penting untuk menyusun zonasi wilayah rawan bencana, menjadi pertimbangan tata ruang dan pembangunan wilayah pesisir, serta meningkatkan kesadaran publik termasuk simulasi evakuasi tsunami (tsunami drill), khususnya di kawasan wisata Pantai,” ujarnya.
Kisah Unik Desa di Sleman, Warganya Dilarang Tidur di Kasur Kapuk untuk Hindari Bencana
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News