Indonesia terus berupaya memperkuat sistem peringatan dini tsunami setelah bencana besar di Aceh pada 2004.
Salah satu terobosan terbaru dalam usaha deteksi awal bencana alam tsunami adalah pemanfaatan kabel optik bawah laut sebagai jaringan sensor tsunami. Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan memperluas cakupan deteksi, terutama di zona megathrust yang rawan gempa dan tsunami.
Perusahaan RI Bangun Kabel Laut 11.000 KM, Hubungkan Asia-Timur Tengah
Kabel Optik Bawah Laut: Pengganti Buoy yang Lebih Efisien
Selama ini, Indonesia mengandalkan Buoy sebagai alat pendeteksi tsunami. Buoy merupakan alat terapung yang mampu mendeteksi gelombang air yang disebabkan oleh gempa bumi di bawah laut. Namun, teknologi ini memiliki beberapa kelemahan, seperti kerusakan akibat cuaca ekstrem dan rawannya terjadi pencurian.
Untuk menjawab permasalahan itu, pemerintah melalui BMKG bekerja sama dengan UGM dan Telkom Indonesia mengembangkan sistem berbasis kabel optik bawah laut.
Kawan, kabel optik ternyata tidak hanya berfungsi sebagai infrastruktur telekomunikasi, tetapi juga mampu mendeteksi perubahan tekanan dan gelombang di dasar laut.
InaTEWS, Sistem Deteksi Tsunami Andalan RI yang Bantu Pantau Pergerakan Megathrust
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa teknologi ini dapat memperluas jangkauan sensor ke wilayah yang belum terjangkau Buoy.
"Jika kabel optik ini dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, maka distribusi sensor bisa lebih merata ke seluruh wilayah, termasuk kawasan laut yang saat ini belum memiliki sistem deteksi," ujar Dwikorita.
Akan tetapi, sebelum diintegrasikan ke dalam Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), teknologi ini harus melalui uji kelayakan dan memenuhi standar nasional.
Antisipasi Megathrust, Inilah Mitigasi Gempa Bumi Sebelum, Saat, dan Sesudah Bencana
Ancaman Zona Megathrust dan Pentingnya Teknologi Baru
Indonesia dikelilingi oleh 13 zona megathrust, dua di antaranya adalah Selat Sunda (Jawa-Bali) dan Mentawai-Siberut (Sumatera). Kedua zona ini berpotensi memicu gempa besar dan tsunami karena belum melepaskan energi secara maksimal selama ratusan tahun.
Sistem deteksi dini yang andal sangat dibutuhkan untuk meminimalisir korban jiwa jika terjadi bencana alam tsunami.
InaTEWS, yang diluncurkan pada 2008, saat ini mengandalkan kombinasi seismometer, GPS, Buoy, dan tide gauge. Namun, dengan tambahan kabel optik, sistem ini diharapkan menjadi lebih cepat dan akurat.
Dwikorita menegaskan bahwa sistem peringatan dini tsunami bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga kecepatan respons dan ketepatan informasi.
”Sistem peringatan dini tsunami bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kecepatan respons, ketepatan informasi, dan keselamatan jutaan jiwa. Oleh karena itu, integrasi teknologi harus memenuhi standar ketat,” tegasnya.
ISO 22328-3, Peringatan Dini Tsunami Berstandar Internasional yang Diinisiasi Indonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News