sisi lain nusakambangan melihat masyarakat hidup berdampingan dengan alam di pulau penjara - News | Good News From Indonesia 2025

Sisi lain Nusakambangan: Melihat Masyarakat Hidup Berdampingan dengan Alam di “Pulau Penjara”

Sisi lain Nusakambangan: Melihat Masyarakat Hidup Berdampingan dengan Alam di “Pulau Penjara”
images info

Cerita ini sudah lama sebenarnya, takala cuitan di akun X @maryamatmarini dengan judul “Nusa Kambangan: Pulau Neraka di Indonesia yang Menyimpan Berbagai Rahasia” lewat beranda media sosial saya. Menggerakannya untuk berbagi prespektif baru dari perjalanan yang saya lalui selama 3 hari di Nusakambangan.

Bulan Oktober 2024 lalu, saya bertugas sebagai asisten lapangan untuk salah satu mata kuliah di kampus. Di mana mengadakan kunjungan labolatorium alam di Pulau Nusakambangan, Namanya Arboretum Mangrove Kolak Sekancil.

erjalanan darat dari Kota Solo ke Kabupaten Cilacap ditempuh dalam waktu 6 jam melalui jalur selatan. Kemudian, dilanjutkan transportasi kapal dari Pelabuhan Seleko sampai di Desa Ujung Alang dalam waktu 2 jam.

Setelah bebersih dan istirahat sebentar, kami melanjutkan agenda untuk pengambilan data lapangan ke beberapa desa di pulau ini. Sebagai informasi, tempat ini masuk dalam administrasi Kecamatan Kampung Laut.

Pulau Nusakambangan, secara admisistratif masuk dalam wilayah Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Terdiri dari 4 Desa, Ujung Alang, Ujung Gagak, Klaces, dan Desa Panikel.

Mistis dalam Pacu Jalur: Antara Dukun, Kayu Bertuah, dan Roh Penunggu Sungai

Saya bersama rekan-rekan mengunjungi 3 desa, di antaranya Ujung Alang, Ujung Gagak, dan Desa Klaces.

Ujung Barat wilayah Nusakambangan juga berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, sedangkan di Utara dan Timur berbatasan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Cilacap.

Kondisi Sosial-Budaya Masyarakat di Pulau Nusakambangan

Stigma terasingkan, penjara, kelam, dan dijuluki sebagai ‘Alcatraz versi Indonesia’ di Nusakambangan memang lekat. Namun, nyatanya masih ada kehidupan normal yang dijalani penududuk di Kecamatan Kampung Laut. Dihuni sekitar 14.000 jiwa dengan sebagian besar warganya bermatapencaharian sebagai nelayan, petani, dan buruh serabutan.

Wilayah Nusakambangan dibagi menjadi 2 sisi, sebagaimana dikenal sebagai “Pulau Penjara”. Sisi inilah yang kerap kali dikenal oleh masyarakat luar menjadi salah satu wilayah paling mengerikan. Sebab, digunakan untuk mengeksekusi tahanan 'kelas kakap'.

Untuk wilayah yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM, memang tidak dapat dilalui sembarang orang karena masuk dalam wilayah berizin khusus.

Sisi lainnya adalah wilayah yang dihuni oleh penduduk sipil seperti biasanya. Bahkan, wilayah hutan mangrove sebagai laboratorium alam yang masih alami terbentang luas di sana sebagai salah satu tempat penelitian dan terbuka untuk wisatawan.

Masyarakat di Kecamatan Kampung Laut menjalani kehidupan sebagaimana mestinya. Orang tua bekerja, melaut, dan menjajalkan hasil lautnya. Anak-anak bersekolah dan bermain. Sibuk dengan banyak aktivitas.

Saya sendiri berbincang dengan salah satu tokoh masyarakat, Wahyono, seorang kepala dusun di Desa Ujung Alang. Beliau berpenghasilan utama dari nelayan budidaya kepiting dan udang tambak.

“Kepiting sendiri jadi salah satu komoditas unggulan di sini, karena dekat dengan pasar ikan besar di teluk penyu itu. Dari segi harga juga tinggi, meskipun memang pemeliharaannya menguras tenaga dan tidak semua orang bisa budidaya mandiri. Jadi, banyak juga warga yang kerja sama yang punya tambak istilahnya ngeburuh,” ujarnya. 

Aktivitas Masyarakat
info gambar

Beliau juga menjelaskan, selain menjadi nelayan dan pelihara tambak, banyak warga juga yang bekerja sebagai petani. Namun, keterbatasan lahan karena wilayahnya sebagian besar rawa petani padi misalnya sebagian besar ada di desa yang lebih dekat dengan daratan.

Menariknya, tidak jarang juga warga menggantungkan nasibnya pada tanaman mangrove yang dapat dimanfaatkan dari daun, batang, hingga buahnya.Parmin, warga Desa Klaces, memanfaatkan nipah atau janur mangrove yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan sapu, piring anyam, dan kerajinan lainnya.

Impian ke Tanah Suci Terwujud: Marbot Masjid Istiqlal Berangkat Umrah Berkat Le Minerale

Hasil kerajinan ini tidak hanya dipasarkan di wilayah Kecamatan Kampung Laut saja, tetapi didistribusikan ke berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Besar kecilnya penghasilan ditentukan oleh jumlah pasokan bahan baku mangrove, jumlah kerajinan yang dihasilkan oleh warga, dan permintaan seperti pesanan dari luar daerah.

Meskipun tidak dapat dijadikan sumber pencarian utama, kearifan ini dapat menopang sebagian penghasilan masyarakat.

Pakai Kapal Klotok Ke Mana Saja

Hal menarik yang baru saya ketahui ketika berada di lokasi adalah trasportasi warga desanya. Tidak terbayang sebelumnya kalau Pulau Nusakambangan ini berbentuk rawa-rawa dan sebagian besar transportasinya mengandalkan kapal kelotok warga.

Rasa-rasanya seperti bukan di Jawa Tengah, tapi seperti di luar Jawa seperti yang saya lihat di iklan-iklan televisi. Melihat mereka menggunakan kapal sebagai alat transportasi.

Harganya pun bervariasi. Namun, untuk kelancaran penelitian saya dan tim memborong untuk transportasi kapal perhari di harga Rp250 ribu. Jarak antardesa di sana jika ditempuh menggunakan kapal ini sekitar 30 menit.

Jarak yang cukup lama kalau dalam kondisi genting untuk mengakses fasilitas kesehatan terdekat.

Tidak hanya masalah jarak, tapi aksesnya yang cukup sulit untuk sampai di Puksmas terdekat di Desa Klaces. Saya berandai-andai, kalau malam-malam ada orang harus dapat penanganan dokter, gimana ya?

Jalannya gelap, menembus hutan mangrove, harus pakai kapal lagi. Namun, mungkin mereka yang asalnya dari situ sudah beradaptasi dengan keterbatasan yang ada, mau tidak mau harus sabar.

Komunitas Hayu Ameng, Berawal dari Tugas Kuliah hingga Jadi Sarana Pengenalan Permainan Tradisional

Soal sinyal jangan ditanya, hanya ada sinyal di untuk provider 'orang borjuis'alias Telkomsel saja. Yap, saya yang pengguna provider lainnya ini cukup menangis di pojokan. Atau harus nunggu ke penginapan yang ada WiFi-nya dulu baru tersambung internet.

Memang ada sinyal untuk provider lainnya ketika saya dan tim berada di ‘Ibu Kota Kecamatan-nya’ yaitu di Desa Klaces.

Desa ini memang jadi pusat kegiatan seperti kantor kecamatan, fasilitas kesehatan seperti puskesmas, dan wisata Goa Masigit Sela di sana. Selain di Desa Klaces, akses sinyal saya rasa masih belum merata.

Transportasi Warga
info gambar

Sesuai tujuan awal, kami mengunjungi Arboretum Mangrove Kolak Sekancil yang jadi laboratorium alam untk penelitian mangrove. Wilayah hutan mangrove ini jadi yang ‘paling mencolok’ di Kampung Laut.

Hutan yang masih alami dan sebagai salah satu penyangga ekosistem ini bisa dilihat sepanjang jalur dari desa satu ke desa lainnya. Pohon Mangrove sebagai sebagai pohon penopang abrasi pantai memberikan banyak manfaat baik lingkungan di Pulau Nusakambangan maupun bagi sosial masyarakat.

Sebagaimana masyarakat yang mengantungkan hidup dari melaut, hutan mangrove yang masih alami ini menjadi habitat bagi kepiting, udang, berbagai jenis ikan, dan hewan lainya.

Di lokasi pun boleh dibilang saya sedang jalan-jalan di habitat asli berang-berang, ikan berudu, kepiting bercapit merah, burung-burung, dan masih banyak lagi yang membentuk ekosistem di Pulau Nusakambangan.

Lingkungan seperti inilah yang harus dipertahankan, ucap seorang warga yang saya temui. Alam memberikan manfaat dan kita merawatnya dengan baik dan bijak. Secara tidak langsung memang warga di Kecamatan Kampung Laut ini hidup berdampingan dan bergantung pada alam di sana.

Pintu Masuk Kawasan Konservasi
info gambar

Akses Ke Nusakambangan bagi Masyarakat

“Bagaimana kalau masyarakat umum mau berkunjung ke sana?” pertanyaan ini saya dapat dari salah satu komentar di akun X.

Sebenarnya ada beberapa opsi buat mengunjungi pulau ini. Dulu saya pernah ke salah satu sisi Pulau Nusakambangan, yaitu Pantai Pasir Putih yang dapat diakses melalui Pantai Teluk Penyu.

Di sana akan banyak dijumpai kapal-kapal nelayan yang sedang sandar dan ketika melihat wisatawan biasanya akan ditawarkan “Nusakambangan, Nusakambangan, Pasir Putih, Pasir Putih.”

Opsi lainnya yaitu melalui Pelabuhan Seleko yang biasa digunakan oleh warga Kecamatan Kampung Laut untuk distribusi logistik dan akses mereka ke kota di Kabupaten Cilacap.

Memang tidak semua sisi dapat dikunjungi oleh masyarakat umum. Namun, kunjungan ke sebagian kecil pulau ini mungkin dapat menambah harfiah kunjungan anda ke pulau-pulau “terasingkan” di Indonesia.

Tidak semenyeramkan itu kok! Ya, bagaimana? Apakah ada di antara kalian yang tertarik megunjungi Pulau Nusakambangan?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.