- Kuya Belawa adalah salah satu satwa khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Cirebon.
- Saat ini tersisa sekitar 200–300 ekor Kuya Belawa dewasa di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Cirebon.
- Kuya Belawa dikaitkan dengan legenda kisah pemuda bernama Jaka Saliwa.
Kuya Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) merupakan salah satu satwa khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Cirebon, khususnya di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang.
Kura-kura air tawar ini memiliki keunikan morfologis yang membedakannya dari jenis kura-kura lain, terutama pada bentuk tempurungnya yang menyerupai punggung manusia.
Berdasarkan penelitian IPB University, Kuya Belawa memiliki karapas (tempurung) yang cekung, berbeda dengan kura-kura lain dari genus Amyda yang umumnya memiliki tempurung cembung.
Secara fisik, Kuya Belawa dewasa dapat tumbuh hingga satu meter dengan berat mencapai 20–80 kilogram. Panjang karapasnya berkisar antara 26,5–72,5 cm, sementara berat tubuhnya bervariasi dari 2–35 kg.
Warna tubuhnya cenderung gelap, dan tekstur tempurungnya tidak sekeras kura-kura pada umumnya. Uniknya, semakin tua usia Kuya Belawa, tempurungnya akan semakin membentuk pola cekung yang khas.
Kuya Belawa termasuk hewan semi-akuatik, yang berarti menghabiskan sebagian besar waktunya di perairan berlumpur dan hanya naik ke daratan untuk bertelur atau mencari makan.
Konservasi Kuya Belawa
Habitat utama Kuya Belawa berada di kawasan Cikuya, Desa Belawa, yang kini dikembangkan sebagai objek wisata dan pusat konservasi. Kawasan ini terdiri dari kolam-kolam besar dengan vegetasi rindang, menciptakan lingkungan yang ideal bagi kehidupan kura-kura ini.
Menurut data terbaru, terdapat sekitar 200–300 ekor Kuya Belawa dewasa dengan usia bervariasi, mulai dari satu tahun hingga 30 tahun. Selain itu, sebanyak 2.242 tukik (anak kura-kura) telah berhasil ditetaskan pada tahun 2024, menunjukkan keberhasilan program penangkaran.
Namun, populasi Kuya Belawa sempat mengalami ancaman serius pada tahun 2010, ketika sekitar 300 ekor mati secara misterius. Diduga, kematian massal ini disebabkan oleh pencemaran air akibat limbah pertanian atau perubahan ekosistem.
Berkat upaya bersama antara warga, pemerintah setempat, dan lembaga konservasi, populasi Kuya Belawa berhasil dipulihkan melalui program penangkaran yang ketat. Prosesnya meliputi penyelamatan telur, penetasan terkontrol, pemantauan kesehatan tukik, serta pelepasliaran kura-kura dewasa ke habitat alaminya.
Baca juga Byuku (Orlita borneoensis), Kura-Kura Raksasa Sang Penjaga Sungai di Kalimantan
Kuya Belawa dan Legenda Jaka Saliwa
Keberadaan Kuya Belawa tidak terlepas dari cerita rakyat yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Cirebon. Salah satu legenda yang paling terkenal adalah kisah Jaka Saliwa, seorang pemuda berwajah hitam dan putih yang datang ke Desa Belawa untuk menuntut ilmu agama.
Konon, karena suatu kesalahan, Jaka Saliwa merobek kitab yang dipelajarinya. Dari sobekan kitab itu, muncul mata air dan seekor kura-kura pertama, yang kemudian berkembang biak di sekitar sumber air tersebut.
Selain legenda tersebut, terdapat mitos kuat di masyarakat bahwa siapa pun yang membawa Kuya Belawa keluar dari Desa Belawa akan mengalami nasib buruk. Kepercayaan ini telah menjadi semacam "penjaga alami" yang mencegah perburuan liar dan perdagangan satwa ini. Mitos ini juga memperkuat identitas Kuya Belawa sebagai satwa yang sakral dan harus dilindungi.
Wisata dan Edukasi Kuya Belawa
Selain sebagai satwa langka, Kuya Belawa juga menjadi daya tarik wisata edukasi di Cirebon. Objek Wisata Cikuya Belawa tidak hanya berfungsi sebagai tempat penangkaran, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran bagi pelajar, peneliti, dan masyarakat umum.
Pengunjung dapat menyaksikan langsung proses budidaya, mulai dari penetasan telur hingga perawatan kura-kura dewasa.
Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga terus mengembangkan kawasan ini sebagai destinasi wisata berkelanjutan.
Dengan menggabungkan unsur konservasi, edukasi, dan budaya, diharapkan keberadaan Kuya Belawa dapat terus dilestarikan sekaligus menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar.
Meskipun upaya konservasi telah menunjukkan hasil positif, ancaman terhadap populasi Kuya Belawa masih ada. Perubahan iklim, pencemaran air, dan alih fungsi lahan menjadi tantangan yang harus diwaspadai.
Untuk itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menjaga kelestarian satwa ini. Penelitian lebih lanjut mengenai perilaku, reproduksi, dan genetika Kuya Belawa juga diperlukan untuk memastikan keberlangsungan populasinya.
Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan Kuya Belawa tetap menjadi bagian dari kekayaan alam dan budaya Cirebon yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Baca juga Peneliti BRIN Temukan Dua Spesies Baru Kumbang Kura-Kura di Sulawesi, Seperti Apa Bentuknya?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News