Ada yang menarik tatkala menyusuri jalanan tengah kota di sekitar Plaza Surabaya. Kapal selam dipajang menjulang di Jalan Pemuda No, 39, Embong Kaliasin, Genteng Surabaya. Bagian dalam tubuh KRI Pasopati 410 disulap menjadi museum kapal selam bernama Monkasel (Monumen Kapal Selam Surabaya).
KRI Pasopati 410 merupakan kapal selam terbesar pertama yang dimiliki Indonesia, terlibat dalam Operasi Gabungan Trikora di Irian Barat.
Menyusur Ruang Kenang KRI Pasopati 410
Terdapat tujuh ruang dalam kapal selam KRI Pasopati 410. Ruang pertama, ruang torpedo haluan. Menjadi ruang persenjataan, torpedo merupakan senjata utama kapal selam.
“Panjang torpedo 7 meter, berat 1,9 ton. Terdapat dua peluncur torpedo di ruang ini,” ujar Erny Purwanti, guide lokal pemandu Monkasel.
Dalam sebuah operasi, Erny mengatakan kapal selam Pasopati 410 membawa 12 torpedo, 6 di antaranya disimpan sebagai cadangan di sisi kanan dan kiri ruang torpedo haluan.
Ruang kedua berisi kamar tidur khusus tamtama. Sebanyak 16 tempat tidur portabel terpasang di sisi kanan dan kiri ruang kapal, digantung dengan alat semacam rantai. Berbahan kain dengan pinggiran berupa besi, tempat tidur ini bisa diringkas dengan diletakkan secara tegak ketika sedang tak digunakan. Pelampung dan alat keselamatan diri disimpan dalam lemari di ruang ini.
Ruang berikutnya terdapat enam tempat tidur perwira. Berbeda dengan ruang sebelumnya, tempat tidur di ruangan ini menggunakan kasur. Terdapat ruang kerja perwira, terpisah di ujung ruang.
Terdapat corong warna merah yang menempel pada dinding kapal. Menurut Erny, tahun itu belum ada telepon, sehingga alat komunikasi antar ruang menggunakan corong.
Selanjutnya ruang kendali kapal. Sistem kendali menggunakan kendali vertikal dan horizontal. Periskop digunakan sebagai alat mendeteksi objek di atas permukaan laut kala kapal menyelam hingga 9 meter. Kedalaman lebih dari 9 meter, sistem deteksi menggunakan sonar.
Tempat tidur bintara senior terletak di ruang empat. Terdapat meja makan yang digunakan secara bergentian. Alat pemanas makanan kaleng tergolek di ruangan dapur.
Erny menceritakan ruang mesin menjadi ruang paling berisik kala mesin beroperasi. Mesin diesel digunakan ketika kapal berjalan di atas permukaan air. Kecepatan kapal mencapai 18 knot.
Sementara saat kapal menyelam menggunakan motor. Ada dua jenis, motor ekonomi dan motor listrik. KRI Pasopat 410 bisa menyelam hingga kedalaman maksimal 250 meter di bawah permukaan air laut.
Ruang terakhir buritan, runag paling belakang dari kapal. Terdapat 2 peluncur torpedo tanpa cadangan. Kemudi darurat dapat dioperasikan di ruang ini ketika kemudi tengah tak berfungsi. Pintu masuk dan keluar ABK terdapat di bagian atas kapal ruang ini.
Wagino, asisten manager Monumen Kapal Selam Surabaya, menyatakan seluruh benda koleksi di museum ini masih seperti aslinya. Dirawat secara periodik, sesuai sistem PMS, Planning Maintainance System.
“Koleksi monumen Kapal Selam masih original, hanya dikurangi. Seperti diesel generasi yang aslinya empat buah dikurangi hanya menjadi dua yang dipajang, untuk kenyamanan pengunjung” kata Wagino.
Sejarah Monumen Kapal Selam Surabaya
Sejarah Monumen Kapal Selam Surabaya dapat disimak pengunjung melalui film dokumentasi yang diputar di ruang Video Rama setiap pukul 15.00 WIB. Film berdurasi belasan menit ini mengajak penonton untuk mengenal kapal selam dalam lingkup TNI AL.
“Medan tugas yang eksterem di bawah permukaan air membutuhkan teknologi dan awak buah kapal (ABK) khusus. Kapal selam menjadi Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT),” suar audio dalam film.
Mengusung motto Wira Ananta Rudira yang artinya tangguh sampai akhir menjadi semangat juang pasukan Korps Hiu Kencana, satuan kapal selam TNI AL.
TNI AL memiliki kapal selam sebagai persenjataan pada 12 September 1959.
TNI AL pada 1959 menambah sistem persenjataanya berupa kapal selam. 12 September 1959, Pemerintah Indonesia menerima dua buah kapal whiskey class dari Pemerintah Uni Soviet, diberi nama RI Cakra dan RI Nanggala.
Tanggal inilah yang lantas ditetapkan sebagai hari lahirnya Korps Hiu Kencana. Pada Januari – Desember 1962, 10 buah kapal selam tiba di Surabaya, RI Nagabanda, RI Tjandrasa, RI Trisula, RI Nagarangsang, RI Widjajadanu, RI Hendradjala, RI Bramasta, RI Pasopati, RI Tjundamani, RI Anugoro.
Kapal selam Pasopati 410 buatan Rusia tahun 1952 bergabung pada TNI AL pada 1 Juli 1961.
Bima Tri Pradicta dan Sumarno dalam artikel ilmiahnya yang berjudul “Peran Kapal Selam KRI Pasopati 410 dalam Satuan Korps Hiu Kencana pada Saat Operasi Trikora Merebut Irian Jaya 1961-1963” menuliskan KRI Pasopati berperan dalam operasi Trikora. KRI Pasopati 410 menjalankan operasi bawah laut melalui aksi anti shipping musuh, aksi penenggelaman kapal selam, aksi pendaratan secara diam–diam hingga tugas pengintaian (recce).
Badan kapal selam KRI Pasopati 410 dijadikan monument untuk menghormati jasa Korps Hiu Kencana TNI A. Juga upaya pelestarian bangunan kapal selam. Didirikan di Jl. Pemuda No.39, Embong Kaliasin, Genteng, monumen ini menjulang di tepi sungai Kalimas.
Diresmikan oleh Kepala Staf TNI AL Laksamanan TNI Arief Kushariadi pada 27 Juni 1998. Pengunjung dapat singgah ke monumen ini pada hari Senin hingga Minggu pukul 8.00-21.00 WIB. Penguncung dipatok tiket seharga Rp15 ribu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News