Festival Kolintang di Surabaya telah diselenggarakan di Atlantis Land Function Hall, Kenjeran Park, pada Sabtu, 31 Mei 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN) Indonesia, sebagai salah satu pionir pelestarian musik kolintang di tingkat nasional yang telah berdiri sejak 2014.
PINKAN menjadi wadah bagi para pecinta dan pemain kolintang dari seluruh Indonesia untuk berkumpul, berkolaborasi, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan musik kolintang.
Kegiatan ini turut dihadiri dan dibuka oleh Penny Marsetio selaku Ketua Umum PINKAN Indonesia dan Soetiadji Yudho selaku Ketua PINKAN Jawa Timur.
Kolintang, alat musik tradisional khas Minahasa, Sulawesi Utara, kini telah mendapatkan pengakuan resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO. Pengakuan ini diberikan pada 5 Desember 2024. Pengakuan Kolintang sebagai Warisan Budaya Takbenda mencakup lima aspek utama yang menjadi bagian penting dari warisan budaya takbenda.
Kelima aspek tersebut meliputi: tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial dan ritual, pengetahuan ekologis, dan kerajinan tradisional.
Rangkaian roadshow festival kolintang ini menjadi bentuk rasa syukur atas diakuinya kolintang secara global oleh UNESCO.
Festival ini diikuti oleh 43 group kolintang yang terdiri dari kategori siswa sekolah dan dewasa wanita. Telah diambil 10 group terbaik yang telah memberikan penampilan terbaik dengan 2 lagu yang harus dinyanyikan, yakni lagu daerah dan lagu pop dengan genre bebas.
Setiap grup peserta menampilkan kekhasan masing-masing melalui tema busana yang beragam dan kreatif. Beberapa tampil dengan pakaian adat dari berbagai daerah, sementara yang lain mengenakan batik, jas formal, hingga kostum yang disesuaikan dengan lagu yang dibawakan.
Para peserta mendaftarkan diri melalui pelatih masing-masing yang sebelumnya telah diinformasikan oleh PINKAN terkait kegiatan ini.
Selama festival berlangsung, suasana terasa meriah dan penuh semangat kebersamaan. Tidak hanya sekadar pertunjukan, festival ini juga menjadi ajang pertukaran pengetahuan dan teknik antar-pemain kolintang lintas generasi.
Penonton yang hadir pun menunjukkan antusiasme tinggi, mulai dari keluarga peserta hingga masyarakat umum yang penasaran dengan kekayaan budaya ini. Sorak sorai dan tepuk tangan kerap terdengar setelah tiap penampilan, menambah hangatnya atmosfer festival.
Tak hanya itu, beberapa pelatih kolintang juga turut hadir dan dan ada yang ikut tampil bersama group yang diajar, sebagai bagian dari proses regenerasi pemain kolintang di sekolah-sekolah dan komunitas lokal.
Ini menjadi salah satu poin penting dalam keberlanjutan pelestarian musik kolintang ke depan. Diharapkan, melalui kegiatan seperti ini, kolintang tidak hanya menjadi tontonan sesaat, melainkan terus hidup dan berkembang sebagai bagian dari kehidupan masyarakat.
Noufry Rondonuwu, Ketua Pelaksana Festival Kolintang, menyatakan bahwa acara ini merupakan bagian dari roadshow yang sebelumnya digelar di Manado (13 Mei 2025) dan akan berlanjut ke Jawa Tengah pada September 2025.
"Animo peserta sangat positif, mereka antusias mengikuti festival ini," ujar Noufry.
Ia juga berharap, dengan diakuinya kolintang oleh dunia, kegiatan terkait kolintang akan semakin berkembang. "Para pelaku musik kolintang diharapkan terus berkarya, sementara komunitas-komunitas kolintang diharapkan aktif mendukung musisi di daerah masing-masing," tambahnya.
Melalui festival ini, diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, semakin mencintai dan melestarikan warisan budaya bangsa. Kolintang tidak hanya sekadar alat musik, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya dan kekayaan sejarah Indonesia yang patut dibanggakan.
Festival ini pun menjadi bukti nyata bahwa musik tradisional masih relevan, mampu menyatukan berbagai kalangan, serta dapat menjadi bagian penting dari industri kreatif nasional jika dikelola secara serius dan berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News