Membaca adalah nyawa perubahan. Dari membaca, peradaban takkan pernah usang. Sejarah abadi berkat literasi yang tak pernah henti. Hal inilah yang dirasakan oleh Muhammad Maftuh Isa, seorang mantan karyawan TransJakarta yang menjadikan buku sebagai teman sejatinya.
Bagi Isa, siapa pun berhak membaca. Tidak ada keterbatasan latar belakang untuk mengabdikan diri sebagai pegiat literasi. Isa telah membuktikannya, ia aktif dalam sebuah komunitas literasi bernama Kumpulbaca.
Komunitas kumpulbaca bak wadah ilmu untuk Isa. Seperti ruang kelas, Isa memanfaatkan momen bersama komunitas ini untuk saling belajar dan bertukar pikiran. Siapa pun boleh jadi guru, dan siapa pun boleh menyiapkan telinga, mendengarkan dengan seksama.
“walaupun background-nya transportasi umum, tetapi saya punya keinginan untuk belajar lebih lanjut dengan mereka-mereka (anggota kumpulbaca) yang boleh jadi sejarah, sebagai guru saya,” tutur Isa, ketika diwawancarai di Kedai Patjarmerah, Jakarta.
Isa percaya, literasi adalah solusi untuk setiap permasalahan yang tak kunjung menemukan jawaban. Sebab buku adalah sumber pengetahuan, dan dengan membaca jendela ilmu itu terbuka lebar.
Menilik Manfaat Membaca Buku Fiksi yang Jarang Orang Tahu
Belajar Memahami Lingkungan Lewat Buku
Buku adalah solusi untuk beragam isu. Dalam komunitas kumpulbaca, Isa turut menyoroti perihal isu lingkungan. Pemerintah acap kali bolak balik mengesahkan kebijakan lingkungan. Namun, dalam fakta lapangan, strategi ini nihil aksi dan berujung buntu.
Isa melihat, lingkungan adalah sebuah ekosistem yang kompleks. Membersihkan paru-paru kota bukan saja soal membuka puluhan taman terbuka. Namun juga membuka mata terhadap hal-hal kecil yang berpengaruh besar pada keberlanjutan lingkungan.
Masalah transportasi misalnya. Ribuan kendaraan besi menumpuk mengotori padatnya ibu kota, dan inilah problematika sebenarnya. Isa menilai transportasi dan lingkungan adalah ikatan yang tak dapat terpisahkan.
“Lingkungan dan transportasi itu nggak bisa kita pisahkan, karena mereka punya keterkaitan, ibarat kakak sama adik,” jelas Isa.
Namun, ternyata akar permasalahannya bukan karena moda kendaraan yang menumpuk atau kurangnya lahan hijau kota. Lagi-lagi, titik utamanya bertumpu pada rendahnya minat literasi baca Indonesia. Isa menekankan pentingnya edukasi dalam menjaga lingkungan melalui bacaan.
Sigupai Mambaco, Gerakan Literasi dari Aceh untuk Tumbuhkan Kecintaan Anak pada Buku
Setiap peraturan, setiap kebijakan, dan setiap perundang-undangan tak akan pernah berjalan jika warga negaranya enggan membaca. Kebijakan yang strategis hanya berperan sebagai pedoman tertulis, maka membaca adalah salah satu cara menyelamatkan manusia dari kehancuran kota.
“Jadi kalau misalnya pemerintah kita mau peduli akan lingkungan, maka, satu, peduli akan lingkungan tingkatkan dulu masyarakat mengenai edukasinya, membaca, membaca buku mengenai lingkungan,” ungkap Isa.
Dari Membaca, Satu Per Satu Jalan Terbuka
Selain aktif dalam komunitas kumpulbaca, Isa kerap kali hadir dalam kegiatan bedah buku. Salah satunya adalah bedah buku “Membangun MRT: Pengalaman Kepemimpinan William Sabandar”. Berkat kegemarannya dalam membaca, keberuntungan pun jatuh pada Isa.
Isa berkesempatan berjumpa langsung dengan William Sabandar, mantan Direktur Utama PT MRT Jakarta.
Isa adalah bukti bahwa membaca dapat membawa kita satu langkah lebih maju. Membuka wawasan, memperluas jaringan, hingga bertemu dengan tokoh impian. Keberuntungan menghampiri Isa satu per satu.
“Pernah saya ikut bedah buku “Membangun MRT”, ini bukunya ini dikasih gratis kak, aku gak bohong, ini dikasih gratis waktu di Taman Literasi Blok M. Itu acara bedah buku langsung Pak William yang cerita mengenai buku ini,” kata Isa.
Kebahagiaan Isa terajut dengan sempurna. Jarum jam seolah berhenti bekerja, waktu berpihak pada Isa. Seorang mantan karyawan TransJakarta, bersua dengan salah satu tokoh pembangunan Ibu Kota.
Alwijo Sebut Satu Buku yang Membuatnya Jatuh Cinta dengan Sejarah
Tak hanya bertatap muka, Isa juga berkesempatan untuk mendapatkan buku karya William Sabandar secara cuma-cuma. Ternyata, buku bukan cuma jendela dunia, tetapi cakrawala dengan semua keajaiban di dalamnya.
“Saya senang, kalau ini di tempat toko buku mahal har harganya sekitar Rp200.000. Ini ada harganya Rp200.000, tapi kalau Pak Willi yang ngasih ini gratis, free, tanpa dibayar, spesial. Ini adalah buku yang saya nggak akan jual berapa pun harganya, nggak akan,” ungkap Isa.
Sedari lahir, manusia sudah dikodratkan untuk membaca, dan inilah yang Isa tanamkan. Membaca, membaca, dan terus membaca. Kehidupan tak akan ada habisnya untuk dimengerti, maka dengan membaca, yang tersesat akan menemukan jalan keluarnya.
Membaca, membuka mata, membuka telinga, dan belajar menjadi manusia yang seutuhnya.
“Karena kita belajar pun juga pasti dari membaca, sesuai dengan Al-Quran di surah Al-Alaq, iqra' bismi rabbikalladzî khalaq. Artinya apa? Bacalah, baca,” pungkas Isa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News