Indonesia memiliki luas perairan sebesar 70% dari luas total keseluruhan wilayah Indonesia. Secara historis, Indonesia juga pernah memiliki beberapa kerajaan besar yang menjadi kekuatan di laut.
Letak strategis menjadi faktor yang membuat wilayah Indonesia dilalui jalur perdagangan internasional sejak berabad-abad lalu. Tak heran pula jika masyarakat Indonesia banyak yang menggantungkan hidupnya di laut.
Artikel ini khusus akan membahas tentang 2 daerah yang ekonomi masyarakatnya berkutat di laut, yaitu Indramayu dan Makassar. Mari, simak pembahasannya!
Indramayu: Bandar Pelabuhan, Batik, dan Rumput Laut
Daerah Indramayu berada di pesisir utara Jawa Barat yang pernah menjadi kota pelabuhan ramai pada abad 16. Sebagai kota yang berada di pesisir, Indramayu menjadi pintu masuk penyebaran agama Islam dengan bukti makam dan petilasan pedepokan Syech Datuk Khapi, penyebar Islam sebelum Sunan Gunung Jati.
Berdasarkan buku Indramayu - Potret Masyarakat Pesisir Utara Jawa Barat, dikatakan bahwa pada masa kolonial, di wilayah Indramayu didirikan bendungan untuk pengatur air masuk ke sungai dan kanal-kanal.
Letak Indramayu yang berada di pesisir pantai juga dimanfaatkan untuk mengekspor beras hasil pertanian dari Indramayu. Pada masa kolonial, Indramayu menjadi salah satu produsen beras yang memiliki kualitas bagus.
Para lelaki di Indramayu mengangkut beras untuk diekspor dan para perempuan juga bekerja dengan membuat batik. Batik khas Indramayu biasa disebut dengan Batik Dermayon.
Melansir web resmi Pemerintah Kabupaten Indramayu, ciri khas motif batik Indramayu ini adalah motif iwak etong, kapal kandas, udang, dan tumbuhan laut yang merepresentasikan kehidupan laut.
Artikel terkait: Batik Paoman yang Keindahannya Menyimpan Jejak Peradaban Nelayan di Indramayu
Seiring berjalannya waktu, pelabuhan tidak lagi ramai seperti sebelumnya dan para lelaki Indramayu mulai beralih profesi menjadi nelayan.
Namun, hasil melaut tidak selalu banyak karena mereka hanyalah nelayan yang menggunakan perahu kecil.
Terkadang jika sedang bernasib baik, para nelayan mendapatkan banyak hasil laut. Sedangkan jika alam kurang mendukung, mereka hanya mendapatkan sedikit hasil laut yang tidak bisa menutupi ongkos bahan bakar perahu.
Oleh karena itu, para pemuda di Indramayu lebih memilih bekerja dengan perusahaan kapal besar di luar negeri dibanding menjadi nelayan kecil di kampung sendiri. Hal ini dikarenakan penghasilan yang lebih besar dan terjamin.
Saat para pemuda pergi dari kampungnya, masyarakat Indramayu mulai mencari cara untuk bertahan hidup dengan tidak mengandalkan profesi nelayan.
Masyarakat Indramayu mulai menanam rumput laut yang menjadi salah satu komoditas andalan di Indramayu. Perawatan rumput laut yang cukup mudah dan tidak memerlukan pupuk/obat-obatan menjadikan petani rumput laut untung besar.
Bahkan, rumput laut Indramayu menjadi pemasok rumput laut untuk PT. Agarindo yang memproduksi agar-agar bermerk Swallow.
Geliat ekonomi di Indramayu pasang surut. Namun, pada akhirnya masyarakat Indramayu tidak kehabisan akal untuk tetap menjalankan roda perekonomian.
Ekonomi Kelautan Makassar Abad 16-17
Letak Makassar sama seperti Indramayu, yaitu berada di pesisir. Sejak abad 16, Makassar telah menjadi kekuatan ekonomi besar di bawah Kerajaan Gowa-Tallo atau yang biasa disebut Kerajaan Makassar.
Pada masa ini, sistem niaga yang diterapkan, yaitu politik pintu terbuka. Siapapun yang ingin mengirim perwakilan dagang dan menjalin hubungan dagang di wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar akan diterima dengan baik.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Makassar, Jejak Peradaban Maritim Indonesia dari Masa ke Masa
Hal ini membuat wilayah Makassar dan sekitarnya menjadi salah satu pusat perdagangan yang ramai oleh perwakilan dagang Portugis, Belanda, Inggris, dan Spanyol serta pedagang Melayu dan Jawa. Sistem politik pintu terbuka itu juga membuat Kerajaan Makassar dapat melebarkan sayap perekonomiannya di Banda, Manila, dan Makao.
Dalam buku Makassar Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim, tertulis jika Makassar sebagai kota pelabuhan transit memasok berbagai komoditas dagang paling laku saat itu. Contohnya adalah rempah-rempah dari Maluku dan kayu cendana dari Sumba.
Bukan hanya sumber daya alam yang ditawarkan di kota pelabuhan itu, sumber daya manusia alias budak juga ikut dipasarkan. Masyarakat di wilayah taklukan dijadikan budak yang tidak hanya diperjualbelikan tetapi juga dimanfaatkan sebagai pendayung, pengangkut beban, dan pekerja tani.
Kebesaran Kerajaan Makassar membuat VOC yang saat itu sudah berkuasa di Pulau Jawa menjadi gerah. Terjadi berbagai konflik antara Kerajaan Makassar dan VOC yang berujung pada Perang Makassar pada tahun 1666-1667.
Perang tersebut dimenangkan oleh VOC dan akhirnya Kerajaan Makassar menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan bagi Kerajaan Makassar. Perjanjian ini membuat VOC dapat mengendalikan perdagangan yang ada di wilayah Makassar.
Salah satu komoditas yang menguntungkan bagi VOC saat memonopoli perdagangan di Makassar yaitu perdagangan budak. Para budak itu diekspor ke Batavia dan bandar Pelabuhan lain yang dikuasai VOC.
Kawan GNFI, ternyata secara historis Makassar dalam bidang ekonomi kelautan begitu menarik ya? Berawal dari pengaturan ekonomi ala Kerajaan Makassar sampai pada akhirnya ekonomi kelautan di Makassar harus dikendalikan oleh Belanda.
2 daerah pada artikel ini menyimpan dinamika perekonomian yang memiliki keunikannya masing-masing.
Ekonomi kelautan Indramayu dan Makassar menjadi tanda bahwa masyarakat Indonesia begitu bergantung pada laut yang menjadi tempat bagi komoditas dagang produk laut sekaligus penghubung antar pulau dalam perdagangan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News