keunikan pelinggih mobil di desa sangket - News | Good News From Indonesia 2025

Keunikan Pelinggih Mobil di Desa Sangket, Simbol Perlindungan Spiritual dan Jejak Perjuangan

Keunikan Pelinggih Mobil di Desa Sangket, Simbol Perlindungan Spiritual dan Jejak Perjuangan
images info

Desa Pakraman Sangket di Kabupaten Buleleng, Bali, menyimpan sebuah warisan budaya dan spiritual yang unik: pelinggih berbentuk mobil.

Keberadaan pelinggih ini tidak hanya mencuri perhatian karena bentuknya yang tak lazim, tetapi juga sarat dengan nilai simbolik, spiritual, dan historis.

Berdasarkan penuturan Jero Mangku dan masyarakat setempat dapat dimaknai bahwa pelinggih-pelinggih ini mencerminkan perpaduan harmonis antara kepercayaan tradisional dan perkembangan sosial masyarakat Bali.

Keberadaan pelinggih mobil ini bermula dari berbagai kejadian gaib yang dirasakan oleh masyarakat setempat, seperti suara kendaraan militer di malam hari dan peristiwa kerauhan yang terjadi saat upacara pujawali.

Dalam keadaan kerauhan, seorang warga menyampaikan permintaan agar dibangun pelinggih berbentuk mobil. Masyarakat akhirnya memenuhi permintaan tersebut dengan mendirikan tiga pelinggih di luar area Pura Kahyangan Tiga.

Tiga pelinggih tersebut melambangkan konsep utama dalam filosofi Hindu: utpatti (penciptaan), stiti (pemeliharaan), dan pralina (peleburan atau kematian). Pelinggih mobil sedan di Pura Desa melambangkan utpatti sebagai simbol awal mula kehidupan.

Desa Bali di Hainan, Rasa Lokal yang Membumi di Tanah Tiongkok

Pelinggih truk TNI di Pura Mangening mewakili stiti sebagai lambang pemeliharaan dan perlindungan, sementara pelinggih pick-up di Pura Dalem melambangkan pralina atau akhir dari suatu siklus kehidupan.

Menurut narasumber Jro Mangku Made Mudita, pelinggih ini dipercaya sebagai tempat memohon keselamatan, ketenangan, dan sebagai tempat naur sesangi (menepati janji). “Dulu sering terdengar suara truk militer dan ada yang kerasukan meminta dibuatkan pelinggih. Setelah dibangun, gangguan itu hilang,” jelasnya.

Namun, keunikan spiritual Sangket tidak berhenti di situ. Salah satu pelinggih yang paling sarat makna adalah Pelinggih Ida Bhatara Langlang Bhuwana. Berdasarkan keterangan Jro Mangku, pelinggih ini merupakan simbol perjuangan masyarakat di masa penjajahan.

Lokasinya dahulu digunakan sebagai tempat persembunyian, dan masyarakat yang selamat dari kejaran penjajah berjanji akan mendirikan pelinggih di sana sebagai wujud syukur jika mereka tidak ditemukan.

Janji tersebut ditepati, bahkan masyarakat juga menambahkan komitmen spiritual dengan menggelar pertunjukan kesenian selama satu bulan tujuh hari menurut kalender Bali.

Secara arsitektural, kawasan pura di Sangket menyimpan berbagai elemen simbolik. Terdapat pelinggih-pelinggih lain seperti Dewa Ayu Mangening, Ida Lingsir, Taksu Seliksik, hingga kolam dengan patung Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Bahkan ada batu besar menyerupai celeng yang tidak bisa dibelah saat renovasi pura, menambah aura mistis dari tempat ini. Masyarakat percaya bahwa batu tersebut merupakan perwujudan dari kekuatan spiritual yang bersemayam di pura.

Pelinggih mobil juga memiliki tata krama tersendiri. Para sopir kendaraan berat yang melewati kawasan pura biasanya diminta untuk permisi atau sembahyang sebagai bentuk penghormatan.

Terdapat kisah tentang seorang sopir yang mengalami kecelakaan karena melintas tanpa izin, memperkuat keyakinan masyarakat akan kekuatan gaib di tempat tersebut.

Filosofi Makepung Jembrana, Magnet Budaya dan Warisan Harmoni Bali

Selain itu, terdapat larangan untuk mempersembahkan atau mengonsumsi daging babi di area pura, yang semakin menunjukkan kekhususan tata ritual di lokasi ini.

Narasumber juga menegaskan bahwa pelinggih mobil bukan sekadar bangunan sakral yang unik, melainkan juga simbol dari relasi mendalam antara masyarakat dan dimensi spiritual yang tak kasat mata.

Pelinggih ini menjadi bagian penting dalam sistem keagamaan, sosial, dan budaya masyarakat Desa Sangket. Keberadaannya menyiratkan betapa masyarakat Bali masih menjunjung tinggi nilai-nilai niskala di tengah derasnya arus modernisasi.

Pemerintah daerah dan masyarakat adat diharapkan dapat terus menjaga dan merawat warisan ini, baik secara fisik maupun spiritual. Pengenalan terhadap makna filosofis pelinggih ini perlu dilakukan secara luas, terutama kepada generasi muda. Dengan demikian, mereka memiliki kesadaran dan kebanggaan dalam melestarikan warisan luhur yang tak ternilai ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

VA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.