filosofi makepung jembrana magnet budaya dan warisan harmoni bali - News | Good News From Indonesia 2025

Filosofi Makepung Jembrana, Magnet Budaya dan Warisan Harmoni Bali

Filosofi Makepung Jembrana, Magnet Budaya dan Warisan Harmoni Bali
images info

Tradisi lokal di Indonesia selalu sarat dengan makna dan filosofi. Salah satu yang menarik perhatian adalah filosofi Makepung Jembrana, sebuah tradisi pacuan kerbau khas Bali yang bukan sekedar ajang olahraga, tetapi juga simbol harmoni dan kearifan lokal masyarakat Jembrana.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif bagaimana tradisi ini berkembang, filosofi yang terkandung di dalamnya, serta perannya sebagai magnet budaya yang terus memikat masyarakat dan wisatawan.

Mengenal Filosofi Makepung Jembrana

Sebelum menyelami lebih jauh, penting untuk memahami latar belakang dan konteks lahirnya tradisi Makepung di Kabupaten Jembrana, Bali. Tradisi ini tumbuh dari akar kehidupan agraris masyarakat yang erat dengan aktivitas bertani dan memelihara kerbau sebagai mitra kerja di sawah.

Sejarah dan Perkembangan Tradisi Makepung Jembrana

Tradisi Makepung bermula pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1920-an, saat buruh angkut padi berlomba menggunakan cikar untuk mengangkut hasil panen dengan cepat (Negara, Pramana & Raharjo, 2021:30). Perlombaan sederhana ini kemudian mendapat sentuhan estetika dan aturan yang lebih terstruktur dari para tuan tanah setempat, sehingga dikenal sebagai atraksi pekepungan.

Pada era 1930-an, Makepung dikenal sebagai “Makepung Sawah”, diadakan di sawah berlumpur dengan joki mengenakan kostum prajurit kerajaan Bali, lengkap dengan atribut seperti destar, pedang, dan pakaian tradisional (Aggariyana, Sunu & Sanjaya, 2019:46).

Namun, perubahan lingkungan mendorong evolusi tradisi ini menjadi “Makepung Darat” pada tahun 1960-an, dengan lintasan di jalan sawah dan kostum joki yang lebih modern (Suhendra, 2023:14).

Filosofi Makepung Jembrana: Tri Hita Karana dan Nilai Kehidupan

Salah satu aspek utama yang membuat tradisi ini istimewa adalah filosofi yang melekat dalam setiap gelarannya. Filosofi Makepung Jembrana erat kaitannya dengan konsep Tri Hita Karana, yaitu harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan sekitar.

Harmoni dengan Tuhan (Parhyangan)

Makepung bukan sekadar lomba; ia merupakan ungkapan rasa syukur atas keberlimpahan hasil bumi. Melalui upacara yadnya yang dilakukan sebelum dan sesudah perlombaan, masyarakat Jembrana menunjukkan penghormatan kepada Tuhan dan alam (Purnama, 2016:75).

Penghormatan ini tercermin dalam ritual yang menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan dunia spiritual.

Harmoni dengan Sesama (Pawongan)

Nilai kebersamaan dan kerja sama sangat kentara dalam tradisi ini. Perlombaan menjadi momen berkumpulnya masyarakat, memperkuat solidaritas antar warga, dan mempererat hubungan sosial.

Keputusan terkait pelaksanaan Makepung diambil secara musyawarah mufakat, mencerminkan nilai demokrasi lokal yang berakar kuat (Suarka et al., 2012).

Harmoni dengan Alam (Palemahan)

Kerbau sebagai mitra kerja petani mendapat perhatian khusus dalam Makepung. Hewan ini bukan hanya alat produksi, tetapi juga bagian dari lingkungan yang harus dijaga dan dihormati. Perawatan dan pelestarian kerbau menjadi simbol penghargaan terhadap alam yang menopang kehidupan masyarakat (Suarka et al., 2012).

Makepung Jembrana Sebagai Magnet Budaya dan Pariwisata

Selain nilai filosofis, tradisi Makepung juga berperan penting sebagai daya tarik budaya yang mampu mengundang wisatawan lokal maupun mancanegara.

Keunikan Tradisi dan Hiburan Budaya

Perpaduan antara pacuan kerbau yang seru, iringan musik jegog khas Bali, serta warna-warni hiasan kerbau menciptakan suasana meriah dan berbeda dari lomba hewan lain di Indonesia. Sorak-sorai penonton dan kegembiraan yang muncul saat acara ini menambah nilai hiburan yang menarik (Suarka et al., 2012).

Simbol Identitas dan Citra Jembrana

Sebagai warisan budaya, Makepung menjadi simbol kepribadian masyarakat Jembrana yang hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama. Filosofi Tri Hita Karana yang dihayati menjadikan Makepung bukan hanya lomba, tapi juga refleksi kearifan lokal Bali secara keseluruhan (Purnama, 2016:75).

Tantangan dan Upaya Pelestarian Filosofi Makepung Jembrana

Pelestarian tradisi ini tidak terlepas dari tantangan zaman modern, seperti perubahan gaya hidup dan lingkungan. Namun, peran aktif masyarakat, dukungan pemerintah, serta perhatian media menjadi kunci keberlanjutan tradisi ini.

Program pelestarian yang menggabungkan edukasi budaya dan pengembangan pariwisata berkelanjutan sangat dibutuhkan agar filosofi Makepung Jembrana tetap hidup dan relevan.

Filosofi Makepung Jembrana adalah perpaduan nilai-nilai tradisional dan modern yang terwujud dalam sebuah tradisi pacuan kerbau unik.

Melalui nilai Tri Hita Karana, kebersamaan, sportivitas, dan penghormatan terhadap alam, Makepung bukan hanya menjadi magnet budaya di Bali, khususnya Jembrana, tetapi juga warisan kearifan lokal yang patut dijaga dan dikembangkan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.