Dalam era digital ini, akses tantangan menghadapi percepatan teknologi semakin besar. Teknologi itu sendiri tak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga memunculkan dampak negatif lainnya.
Ini bisa berdampak, salah satunya pada kebiasaan dan perilaku manusia modern yaitu fenomena paparan informasi yang sangat cepat dan instan, seperti konten TikTok, reels Instagram, dan artikel berita yang ringkas yang menjadikan pola konsumsi informasi yang serba cepat, tapi cenderung membuat mereka cenderung lebih mudah bosan. Perilaku tersebut juga yang mempengaruhi minat baca manusia modern dan kebiasaan berpikir kritis.
Pada mahasiswa pentingnya kebiasaan membaca ini dapat melatih pemahaman atas suatu materi dan kemampuan berpikir kritis yang bisa mereka bawa di dunia kerja setelah perkuliahan. Namun hasil survei menunjukan dari koresponden mahasiswa di suatu Universitas Negeri 57,1% dari mereka merasa ragu atas atas kebiasaan membaca mereka dapat membantu akademik mereka di perkuliahan.
Dalam acara publikasi hasil Kajian Perpustakaan Indonesia 2024 oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Senin (30/12/2024) di Hotel Luminor, Jakarta Barat, Perpusnas RI IPLM 2024 mencatat pencapaian luar biasa dengan skor 73,52, melampaui target capaian 71,4 dan hasil tahun lalu yang berada di angka 69,42.
Hal tersebut terasa tidak kontras dengan survei pengaruh literasi pada akademik mahasiswa yang masih dirasa kurang. Seharusnya dengan tingginya peningkatan capaian literasi nasional bisa dibarengi dengan dampak yang juga dirasakan masyarakatnya khususnya kali ini pada mahasiswa.
Hal ini menunjukan bahwa dampak yang dirasakan mahasiswa atas kebiasaan membaca yang selama ini mereka lakukan dirasa tidak begitu berpengaruh pada akademik mereka. Beberapa koresponden merasa ragu dan tidak terbantu karena merasa minat baca mereka tidak relevan dengan jurusan yang mereka ambil, contohnya koresponden dari jurusan matematika merasa tidak terbantu dengan kebiasaan membaca mereka karena minat baca mereka ke jenis buku fiksi.
Fakta bahwa mayoritas mahasiswa tidak yakin akan manfaat kebiasaan membaca mereka menunjukkan adanya disorientasi literasi akademik yaitu hasil dari kurikulum sistem pendidikan yang berfokus pada hafalan.
Kurikulum dan sistem pendidikan yang kurang mendukung ini tidak bisa dipungkiri mempengaruhi cara belajar dan kebiasaan membaca mahasiswa sejak dibangku sekolah. Mereka jadi tidak terbiasa membaca kritis sejak dini dan kurangnya diskusi kebudayaan di sekolah menjadikan mereka kurang mengapresiasi karya literatur dan menganggap buku fiksi hanya wadah hiburan semata.
Meski dianggap sebelah mata membaca buku fiksi sebenarnya memiliki peran signifikan dalam pengembangan empati, imajinasi, dan kemampuan berpikir kritis seseorang. Bagi seorang mahasiswa ini jelas dapat membantu mereka dalam mengembangkan cara berfikir dan memahami sudut pandang yang berbeda.
Kemampuan tersebut dapat membantu mahasiswa memecahkan suatu masalah dan membuat mereka terbiasa berfikir kritis. Dengan membaca buku fiksi, mahasiswa tak hanya meningkatkan kemampuan bahasa dan pemahaman, tetapi juga memperkaya wawasan sosial serta emosional mereka.
Jadi bisa disimpulkan bahwa membaca buku baik fiksi maupun non-fiksi dapat membantu mahasiswa di bidang akademik sekalipun tidak relevan dengan apa yang mereka baca.
Ditengah pesatnya perkembangan teknologi fenomena seperti ini tidak bisa dibiarkan, jika tidak generasi muda Indonesia akan kalah bersaing dan adanya menurunnya prestasi akademik dan non-akademik.
Generasi muda seperti mahasiswa adalah pilar penerus perkembangan bangsa, maka penting bagi lembaga pendidikan untuk kembali mendorong budaya membaca yang lebih terarah khususnya dengan pengembangan kurikulum yang tidak hanya berfokus pada hafalan namun pemahaman dan berfikir kritis sejak dibangku sekolah agar generasi muda bisa berkembang menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas membangun negeri dan bersaing dengan global.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengubah pandangan masyarakat pada kebiasaan membaca khususnya pada kalangan mahasiswa.
Merubah Sistem Pendidikan
Merubah sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih interaktif dan tidak berpatok pada hafalan bisa mendukung pemahaman siswa terhadap materi yang lebih aplikatif. Perubahan tersebut juga dapat membuat siswa bisa berlatih berpikir kritis dengan materi yang diberikan.
Kemampuan membaca yang lebih komprehensif juga dapat didapatkan apabila siswa terbiasa membaca dengan kritis melalui materi sekolah ataupun juga lewat cerita fiksi yang sesuai dengan usianya.
Cerita fiksi yang sering dianggap sebagai media hiburan saja sebenarnya bisa berdampak banyak khusunya pada perkembangan kemampuan siswa. Dengan certia fiksi dapat mengembangkan kemampuan kreativitas dan imajinasi, melatih kemampuan berpikir kritis, dan meningkatkan daya ingat siswa.
Membudayakan Kebiasaan Diskusi Bacaan
Di Indonesia budaya diskusi buku bacaan masih asing dilakukan khususnya di sekolah dan lingkungan pendidikan, menandakan bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia hanya dilakukan secara kasual tanpa diiringi diskusi kritis mengenai bacaan tersebut. Hal ini kurang mendukung dalam menciptakan lingkungan masyarakat yang terbiasa berpikir kritis terhadap permasalahan sosial di sekitanya.
Membudayakan kebiasaan diskusi buku bacaan ini dapat diawali dengan pemberdayaan perpustakaan daerah dan program diskusi di setiap perpustakaan yang ada. Dengan ini pemerintah bisa mengelola perpustakaan dengan teratur serta menyediakan lingkungan ramah baca dan aktif diskusi disetiap daerahnya.
Namun hal ini hanya dapat tercapai bila dilakukan dan didukung bersama baik dari masyarakat, dan pemerintah. Dengan perubahaan pandangan atas kebiasaan baca di masyarakat juga dapat merubah minat baca dan belajar jadi semakin luas yang mana meningkatkan juga minat belajar pada siswa dan mahasiswa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News