5 kepercayaan tradisional di indonesia yang jarang orang ketahui - News | Good News From Indonesia 2025

5 Kepercayaan Tradisional di Indonesia yang Jarang Orang Ketahui

5 Kepercayaan Tradisional di Indonesia yang Jarang Orang Ketahui
images info

Indonesia dikenal memiliki ratusan suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut tentu menyimpan banyak sekali kebudayaan dari setiap sukunya. Salah satunya terkait dengan sistem kepercayaan.

Sebelum agama-agama besar masuk ke Indonesia, berbagai suku di Indonesia telah mengenal dan menganut sistem kepercayaan mereka berdasarkan pengetahuan lokal mereka yang diterapkan sampai sekarang. Berikut adalah kepercayaan-kepercayaan tradisional yang masih diterapkan hingga saat ini:

Kejawen (Jawa)

Kejawen adalah suatu kepercayaan lokal yang banyak dianut oleh masyarakat Suku Jawa tradisional. Kejawen merupakan segala hal yang berkaitan erat dengan adat dan kepercayaan yang sudah mendarah daging dalam kepribadian masyarakat Jawa.

Masyarakat Jawa penganut kepercayaan kejawen adalah masyarakat yang sangat taat dengan prinsip keagamaannya. Ajaran Kejawen mendorong mereka untuk selalu taat kepada Tuhan, sebagaimana inti ajaran kejawen yaitu “Sangkan Paraning Dumadi” yang artinya darimana datang dan kembalinya hamba Tuhan (Faris, dalam Imron et al 2023).

Pada masa kini, ajaran kejawen banyak diakulturasi dengan agama-agama yang diakui oleh pemerintah, sehingga banyak lahir istilah seperti Islam Kejawen, Kristen Kejawen, Buddha Kejawen, dan sebagainya.

Sosok Ulama Penyebar Agama Islam di Semarang, Diziarahi Jutaan Orang saat Malam Selikuran

Mereka menganut agama dengan tetap mempraktikan ajaran-ajaran kejawen dalam kesehariannya, mulai dari filosofi hidup, tata krama, dan tradisi. Tradisi yang mereka pertahankan di antaranya nyadran, satu suro, wetonan, mitoni, dan masih banyak lagi.

Kaharingan (Dayak)

Kaharingan merupakan kepercayaan tradisional yang dianut oleh sebagian masyarakat Dayak di Kalimantan. Kaharingan berasal dari kata Haring, yang artinya sesuatu yang lahir dengan sendirinya tetapi selalu ada di mana-mana (Hartatik, 2019).

Kaharingan muncul pada pertengahan abad ke-20 yang disiasati oleh tetua adat masyarakat Dayak Ngaju berdasarkan sejumlah unsur kepercayaan dalam masyarakat Dayak. Kepercayaan kaharingan menjadi sebuah identitas religius masyarakat Dayak di Kalimantan melalui kekuatan politik dan agama yang berkembang di sana. 

Ajaran Kaharingan membawa masyarakat penganutnya untuk menghormati arwah nenek moyang, karena dipercaya nenek moyang hadir untuk menjaga mereka. Masyarakat Dayak penganut Kaharingan memiliki beragam upacara adat dalam kehidupan mereka, seperti upacara pernikahan, Wadian (upacara pengobatan), Balampah (upacara bertapa), dan Tiwali (upacara kematian).

Parmalim (Batak)

Parmalim adalah penganut kepercayaan tradisional bagi masyarakat Batak di Sumatra Utara. Agama resmi dari Parmalim adalah Ugamo Malim. Persebaran Parmalim banyak ditemui di Tapanuli Utara dan Tobasa, di mana kultur dan adat Batak masih terus diajarkan sampai sekarang.

Dalam kepercayaan Ugamo Malim, pencipta dan penguasa alam semesta adalah Debata Mulajadi Nabolon. Parmalim percaya bahwa eksistensi Debata Mulajadi Nabolon membawa rahmat, khususnya dalam memberikan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Praktik keagamaan Ugamo Malim banyak melibatkan berbagai tradisi, upacara adat, dan ritual sebagai jembatan antara manusia dengan Tuhan dan alamnya.

Nyi Mas Rara Santang, Kisah Hebat Perempuan Pensyiar Agama Islam di Cirebon

Penghormatan terhadap Debata Mulajadi Na Bolon melalui praktik ibadah seperti persembahan dan doa yang dilakukan di setiap kegiatan penting di kehidupan mereka.

Bagi masyarakat Batak, Ugamo Malim bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi menjadi bagian dari identitas dan kebudayaan yang tidak bisa lepas dari kehidupan mereka. Parmalim memegang peran penting dalam membentuk norma dan nilai sehingga terus bertahan sebagai warisan budaya Batak di Indonesia.

Tolotang (Bugis)

Tolotang adalah kepercayaan tradisional asli yang berkembang pada masyarakat suku Bugis di Sulawesi. Kata Tolotang berasal dari kata Tau dan Lotang yang berarti orang selatan.

Istilah tolatang adalah paggilan yang digunakan oleh Raja Sidenreng La Patiroi terhadap kelompok masyarakat yang kemudian melekat sebagai suatu aliran yang berkembang disana.

Sejarah kepercayaan tolatang dipercaya telah mengakar sebelum agama Islam datang ke Sulawesi. Kepercayaan tolatang berkembang melalui tradisi lisan yang disampaikan secara turun menurun dan sedikit menyesuaikan dengan kitab Weda dari ajaran agama Hindu.

Bagi masyarakat penganut tolatang, Tuhan disebut dengan Dewata Seuwae yang dipercaya menentukan nasib Masnusia. Dewata Seuwae adalah kekuasan tertinggi yang menjadi pusat penyembahan terakhir manusia.

Marapu (Sumba)

Marapu merupakan kepercayaan tradisional yang berkembang pada masyarakat Sumba, NTT. Kata Marapu berasal dari kata Ma dan Rappu, yang berarti sesuatu yang disembah dan dihormati.

Bagi masyarakat Sumba, marapu dianggap nenek moyang mereka yang menjadi wujud penghormatan akan eksistensi leluhur masyarakat di sana.

Ritual Suci di Malam Imlek, Ini Makna Sembahyang Leluhur dalam Tradisi Agama Khonghucu

Berdasarkan Dinas Kependudukan Sumba Timur (dalam Sholihin, 2013), jumlah penganut kepercayaan marapu sekitar 10% dari total penduduk disana. Eksistensi penganut kepercayaan marapu banyak ditemukan di Kecamatan Umalulu, Sumba Timur.

Kepercayaan marapu digolongkan sebagai agama arkais yang mengedepankan kepercayaan mereka terhadap roh halus, pengultusan arwah leluhur, pemujaan benda sakral, dan kekuatan-kekuatan ghaib.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.