Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berambisi untuk menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi. Penetapan ini sudah dilakukan sejak adanya Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi pada tanggal 19 Juni 2017.
Pulau Panas Bumi atau Geothermal Island yang disematkan pada Flores ini bukan tanpa sebab. Permata tersembunyi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menyimpan potensi untuk pengembangan pembangit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang sangat besar.
Potensi panas bumi yang besar itu juga diklaim dapat menggantikan diesel. Dalam hal ini, tenaga panas bumi menjadi satu-satunya energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan Flores untuk menggantikan diesel.
Diesel disebut-sebut menjadi beban subsidi yang cukup besar bagi negara. Dalam satu tahun, di kawasan Flores saja, Kementerian ESDM menyebut jika beban subsidi BBM-nya mencapai Rp1 triliun.
Dengan topografi wilayahnya yang luas dan cenderung tandus, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut bahwa energi terbarukan terbaik yang dapat dimanfaatkan adalah panas bumi.
“Satu-satunya anugerah dari alam (yang bisa dimanfaatkan) itu panas bumi,” jelas Eniya dalam keterangannya, dilansir dari ANTARA.
Menilik Potensi Amat Besar Panas Bumi untuk Wujudkan Swasembada Energi Indonesia
Potensi Besar Pulau Flores sebagai “Surganya” Panas Bumi
Menukil dari Kementerian ESDM, alasan utama penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi adalah potensinya yang mencapai 902 MW. Jumlah ini mencakup setidaknya 65 persen dari potensi panas bumi yang ada di NTT.
Rasio elektrifikasi yang sangat besar ini jika dimanfaatkan dapat membantu menerangi wilayah Indonesia bagian timur. Terdapat 16 titik potensi yang tersebar di beberapa area.
Beberapa daerah tersebut adalah Waisano, Ulumbu, Wai Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Ndetusoko, Sokoria, Jopu, Lesugolo, dan sebagainya.
Pengembangan panas bumi ini dapat diintegrasikan dengan berbagai sektor hilir, mulai dari industri semen, smelter, perikanan, perkebunan, dan pariwisata agar potensi itu dapat dimaksimalkan.
Di sisi lain, sasaran dari penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi adalah untuk pemenuhan kebutuhan listrik dasar (baseload). Tidak hanya itu, panas bumi juga dapat dimanfaatkan secara langsung (direct use) sebagai peningkatan nilai tambah hasil pertanian, perkebunan, hingga pariwisata.
Pemerintah turut menargetkan penambahan kapasitas PLTP sebesar 5,2 GW hingga 2035. Indonesia sendiri memiliki potensi tenaga panas bumi yang mencapai 23,74 GW, dan tersebar di 368 lokasi, termasuk di Pulau Flores.
Harus Dipastikan Operasionalnya Tidak Merusak Alam
Meskipun memiliki potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan warganya, tetapi proyek panas bumi di Flores ini ditentang oleh kelompok masyarakat, organisasi adat, hingga kelompok gereja.
Mereka menyuarakan kekhawatiran yang mungkin akan terjadi pada lingkungan dan kehidupan sosial jika proyek panas bumi itu dilakukan. Kementerian ESDM pun mengakui jika terdapat aksi protes terkait proyek-proyek tersebut.
Namun, pemerintah mengaku akan berkomunikasi intens dengan berbagai pihak di NTT, termasuk Keuskupan Ende dan berbagai badan usaha terkait.
Pengoperasian berbagai proyek besar itu sudah sepatutnya diawasi dengan baik. Jika tidak dikelola dengan bijak, penurunan kualitas lingkungan, seperti rusaknya air tanah di sekitar lokasi dapat saja terjadi dan merugikan masyarakat sekitar.
Bisa Jadi Raksasa Energi Hijau Dunia, Seberapa Besar Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News