melihat peluang budi daya cacing dari sosok lilis hadirkan cacing kering dan bubuk cacing - News | Good News From Indonesia 2025

Melihat Peluang Budi Daya Cacing dari Sosok Lilis: Hadirkan Cacing Kering dan Bubuk Cacing

Melihat Peluang Budi Daya Cacing dari Sosok Lilis: Hadirkan Cacing Kering dan Bubuk Cacing
images info

Lilis, wanita asal Desa Margamekar, Pangalengan, Jawa Barat sukses melakukan budi daya cacing. Dari hasil usahanya, Lilis kerap menyetor cacing yang dikembangbiakkan ke pabrik farmasi untuk bahan pembuatan obat hingga kosmetik.

Cacing-cacing yang telah dibudidayakan Lilis selama bertahun-tahun ini jadi salah satu bahan baku penyokong di industri farmasi.

Tidak hanya itu, Lilis juga memproduksi cacing kering dan bubuk cacing yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Seperti yang sudah diketahui, cacing memang memiliki beragam manfaat untuk pertanian, peternakan, hingga farmasi.

Lilis paham benar peluang budi daya cacing terbuka cukup lebar. Selain mudah dipelihara, permintaan terhadap komoditas cacing untuk berbagai tujuan juga sangatlah besar.

Sedangkan, kuantitas budi daya cacing tidak lagi moncer. Untuk itu, Lilis bersama suaminya mengambil peluang tersebut dengan melakukan budi daya cacing.

Sosok Waitatiri yang Bukunya Jadi Kurikulum Sekolah di Amerika Serikat

Rantai Alami Budi Daya Cacing

Lilis melakukan budi daya cacing dengan modal yang bisa dibilang tidak begitu besar. Ia membudidayakan cacing di lahan belakang rumahnya. Bahkan, dalam mengembangbiakkan cacing, ia kerap mengandalkan rantai alami.

Tinggal di Desa Margamekar yang merupakan kawasan pegunungan dan kondisi tanah kaya n akaunsur hara menjadi keuntungan tersendiri. Lilis lebih mudah melakukan pengembangbiakan cacing, didukung dari kondisi alam.

Selain mengembangbiakkan, ia juga memanfaatkan cacing-cacingnya untuk menjaga ekosistem dengan menyuburkan tanah di lahannya. Sementara itu, Lilis memberikan limbah organik dari peternakan sebagai pakan.

Siklus ini menjadikan budi daya cacing sebagai usaha yang mudah, murah, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

“Usaha ini menjanjikan, neng. Ibu punya rumah sama kendaraan juga hasil dari sini,” jelasnya.

Cerita Widianti Widjaya Teruskan Batik Oey Soe Tjoen, dari Terpaksa hingga Penuh Cinta

Mengintip Bagaimana Lilis Panen Cacing

Biasanya, Lilis beserta suaminya memanen cacing saban pagi. Cara yang digunakan masih terbilang tradisional; memisahkan cacing dari tanah menggunakan tangan.

Pada tahap ini, Lilis juga harus memastikan cacing-cacing yang dipanen dalam kondisi sehat dan segar. Sebab, kondisi cacing menjadi faktor utama agar cacing dapat bertahan lama. Oleh karena itu, proses ini memerlukan kesabaran dan ketelitian yang tinggi.

Setelah itu, cacing dicuci menggunakan air mengalir hingga bersih. Proses pembersihan cacing ini dapat dilakukan berkali-kali hingga benar-benar bersih.

Pada tahap ini, cacing dapat langsung dijual untuk berbagai keperluan. Akan tetapi, untuk membuat cacing kering, Lilis harus terlebih dahulu merebus cacing menggunakan air mendidih dan mengeringkannya menggunakan oven.

Sawitri Khan, Ketika Dirundung karena Kulit Hitam Kini Justru Jadi Model Internasional

Setelah cacing kering sempurna, cacing dipisahkan berdasarkan ukuran. Cacing berukuran kecil atau cacing jenis Lumbricus rubellus akan dikirim ke pabrik farmasi. Cacing tersebut dihargai sekitat Rp200.000 per kilogramnya.

Sementara itu, cacing berukuran besar atau jenis Perionyx excavates diolah menjadi bubuk cacing. Sebagian bubuk cacing dikirim ke produsen jamu di Jawa Tengah dan sebagian lainnya dijual di e-commerce.

“Ibu juga jualan di online buat yang bubuk cacing. Kalau online yang beli dari mana-mana. Pernah kirim ke Jawa Tengah. Ke Flores juga pernah. Ada yang pesan sekilo pun tetap Ibu layanin,” imbuhnya.

Prof. Emil Salim, Sang Pelopor Lingkungan yang Membawa Indonesia ke Panggung Global

Kemauan untuk Maju dan Berkembang

Telah 13 tahun menggeluti budi daya cacing, Lilis selalu sadar bahwa dirinya perlu untuk melakukan pengembangan. Awalnya ia hanya menjual cacing hidup. Lilis kemudian bertekad mengembangkan usahanya dengan membuat variasi produk seperti cacing kering dan bubuk cacing, setelah mengikuti program penyuluhan.

“Akhirnya, Ibu ditawarin ikut penyuluhan. Setelah ikut penyuluhan selama satu bulan, Ibu langsung praktik dan ternyata hasilnya bagus. Dari situ, Ibu buat produk cacing kering sama yang bubuk,” jelasnya.

Di masa awal pengembangan, ia juga turut mengalami berbagai kendala, terutama perihal fasilitas. Ia mengaku kesulitan saat masih menggunakan oven berukuran sedang. Selain prosesnya yang cukup lama, kendala ini juga turut memengaruhi kualitas cacing yang dihasilkan.

Hasil Pemikiran Mahasiswa UB di Kolam: Limbah Sayuran Jadi Pakan Ikan

Setelah melakukan diskusi, Lilis kemudian bergabung dengan Amartha, sebuah perusahaan teknologi keuangan yang fokus menyalurkan akses permodalan kepada UMKM di Indonesia. Lilis mendapat dukungan penuh dari perusahaan tersebut berupa modal senilai Ro4.000.000 yang didapatkan tanpa potongan untuk membeli oven berukuran besar.

Hasilnya, kuantitas produksi Lilis meningkat. Bahkan, ia perlu merekrut dua karyawan tambahan guna memenuhi permintaan pelanggannya.

Keingintahuan Lilis terhadap pengembangan produk dan pemasaran, khususnya ranah digital tidak berhenti. Ia masih ingin terus belajar untuk menyesuaikan zaman.

Ia bercita-cita memperdalam pengetahuannya di bidang teknologi digital agar usahanya dapat berkembang dan bisa memberdayakan lebih banyak masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

Yulion Mirin, Siswa dari Papua yang Sisihkan Uang untuk Bantuan Pendidikan Papua

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.