Semakin berkurangnya jumlah persawahan akibat naiknya intensitas pertumbuhan pembangunan untuk industri dan pemukiman menimbulkan berbagai kekhawatiran. Jika terus dibiarkan, hal ini dapat mengancam kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Salah satu upaya Kementerian Pertanian untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan memperluas baku lahan sawah. Selain itu, penting juga untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta memberdayakan petani agar kesejahteraannya meningkat.
Cetak sawah, menjadi sebuah solusi atas permasalahan tersebut. Cetak sawah adalah penambahan luas baku lahan sawah di berbagai tipologi yang belum pernah diusahakan untuk pertanian dengan sistem sawah.
Cetak sawah merupakan upaya strategis untuk menghadapi dampak perubahan iklim dan ketidakstabilan harga pangan global. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia melalui penciptaan lahan baru yang jauh lebih produktif.
Program cetak sawah dianggap penting demi memastikan pasokan pangan di Indonesia tetap stabil. Pada periode 2025-2027, tiga juta hektare lahan sawah direncanakan akan dicetak demi mendukung kedaulatan pangan dan mewujudkan mimpi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Beberapa lokasi strategis sudah dipetakan oleh Kementerian Pertanian untuk mewujudkan program ini, di antaranya Merauke, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, dan beberapa provinsi potensial lainnya.
Menukil dari situs sdlp.bsip.pertanian.go.id milik Kementerian Pertanian, proses penambahan luas lahan pangan itu memerlukan perencanaan yang matang. Keberhasilan program ini juga ikut bergantung pada kondisi tanah dan jenis tanaman yang ditanam.
Irigasi dan Perluasan Lahan Jadi Bekal Penting untuk Swasembada Pangan, Alasannya?
Apakah Program Cetak Sawah Berhasil?
Kabar baik datang dari Merauke, Papua Selatan. Daerah yang ditargetkan untuk memiliki satu juta hektare cetak sawah ini sukses melakukan panen raya perdana. Panen itu dilakukan pada Minggu (9/3/2025).
Kementerian Pertanian menyebut, luas panen perdana ini berada di lahan seluas 43 hektare dari total luasan 987 hektare. Tidak hanya itu, biaya produksi juga berhasil ditekan hingga 50 persen berkat penggunaan mekanisasi penuh lewat combine harvester.
Untuk mendukung keberhasilan tersebut, sebelumnya Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan) dan benih secara cuma-cuma. Tidak hanya itu, para petani juga diberikan pendampingan berkelanjutan.
Produktivitas lahan ini mencapai 3,8 ton per hektare atau 2,7 ton setara beras. Jika dilakukan dengan serius, tentu saja progam cetak lahan dapat menjadi salah satu solusi untuk mewujudkan swasembada pangan.
Bahkan, Papua Selatan diklaim memiliki tingkat kelayakan tanam yang sangat tinggi. PH air di sana sangat baik. Air bakunya juga baik hingga dapat menjadi demplot sawah percontohan.
Luar biasanya, Kementerian Pertanian turut menyatakan bahwa lahan sawah di Merauke memungkinkan untuk dapat ditanami tiga kali dalam setahun. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi air yang melimpah.
Senada dengan Merauke, Kalimantan Tengah dalam upaya untuk ikut menyukseskan swasembada pangan melalui program serupa. Provinsi ini ditargetkan untuk dapat mencetak sawah seluas 500 hektare atau lebih.
"Dengan mekanisasi penuh, panen lebih cepat, hasil lebih optimal, dan kesejahteraan petani meningkat. Semua ini kita lakukan bersama demi Indonesia yang lebih kuat dan terwujudnya swasembada pangan," tegas Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, melalui akun Instagram resmi @kementerianpertanian.
Teknologi Smart Farming, Dukung Percepatan Swasembada Pangan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News