Pada tanggal 17 Februari 1745, sebuah peristiwa penting terjadi yang menjadi tonggak sejarah berdirinya Kota Surakarta. Peristiwa tersebut dikenal sebagai "Boyong Kedhaton", yaitu pemindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala, yang kemudian berkembang menjadi Surakarta Hadiningrat.
Pemindahan ini tidak hanya mengubah lokasi pusat pemerintahan, tetapi juga membawa dampak signifikan terhadap perkembangan budaya, politik, dan sosial di wilayah tersebut.
Latar Belakang Pemindahan Keraton
Keraton Kartasura didirikan oleh Amangkurat II pada akhir abad ke-17, tepatnya setelah meletusnya pemberontakan Trunajaya di Plered. Setelah pemberontakan tersebut, ibu kota Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Plered ke Wonokarto, yang kemudian dikenal sebagai Kartasura.
Namun, keraton ini mengalami berbagai gejolak, termasuk pemberontakan dan serangan yang mengakibatkan kerusakan parah pada struktur fisik dan stabilitas politiknya.
Salah satu peristiwa yang paling signifikan adalah "Geger Pecinan" pada tahun 1743, di mana terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi atau dikenal sebagai Sunan Kuning.
Pemberontakan ini melibatkan etnis Tionghoa dan Jawa yang merasa kecewa dengan sikap Sunan Pakubuwono II yang berpihak kepada VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Konflik ini menyebabkan kerusakan besar pada Keraton Kartasura dan menimbulkan ketidakstabilan di wilayah tersebut.
Dalam situasi yang semakin tidak kondusif, Sunan Pakubuwono II memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi yang lebih aman dan strategis.
Pemilihan Lokasi Baru, Desa Sala
Setelah mempertimbangkan beberapa lokasi alternatif, pilihan jatuh pada Desa Sala. Desa ini dipilih karena lokasinya yang strategis di tepi Sungai Bengawan Solo, yang memudahkan akses transportasi dan komunikasi.
Selain itu, tanah di Desa Sala dianggap subur dan cocok untuk pengembangan permukiman serta pertanian. Pemindahan ini juga diharapkan dapat membawa semangat dan harapan baru bagi kerajaan setelah berbagai konflik yang melanda Kartasura.
Proses Boyong Kedhaton
Proses pemindahan keraton, atau yang dikenal dengan istilah "Boyong Kedhaton", dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh simbolisme. Pada tanggal 17 Februari 1745, iring-iringan kerajaan yang terdiri dari keluarga kerajaan, prajurit, abdi dalem, serta berbagai perlengkapan dan pusaka kerajaan, bergerak dari Kartasura menuju Desa Sala.
Perjalanan ini melewati rute yang kini dikenal sebagai Jalan Slamet Riyadi, kemudian melalui Laweyan, hingga akhirnya tiba di lokasi keraton yang baru.
Setibanya di lokasi baru, Sri Susuhunan Pakubuwana II mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Desa Sala resmi menjadi pusat pemerintahan dengan nama Surakarta Hadiningrat.
Nama "Surakarta" sendiri memiliki makna "keberanian yang sempurna", mencerminkan harapan akan masa depan yang lebih baik dan stabil bagi kerajaan.
Logo HUT ke-280 Kota Solo (Sumber: surakarta.go.id)
Perayaan HUT ke-280 Kota Solo, Merayakan Sejarah dan Budaya dengan Ragam Kegiatan
Hari ini, 17 Februari 2025, Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Solo merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-280 dengan serangkaian acara yang telah dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
Perayaan ini tidak hanya menjadi momentum untuk mengenang sejarah panjang kota, tetapi juga sebagai ajang untuk menampilkan kekayaan budaya dan inovasi yang dimiliki oleh Solo.
Rangkaian Kegiatan Menyambut HUT ke-280
Perayaan HUT ke-280 Kota Solo telah dimulai sejak awal Februari dengan berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan pemerintah. Berikut adalah beberapa acara utama yang telah dan akan berlangsung:
- Kerja Bakti di Alun-alun Utara Keraton Surakarta Hadiningrat
Pada 31 Januari 2025, Walikota Surakarta, Teguh Prakosa, bersama jajaran pegawai Pemerintah Kota Surakarta, melaksanakan kerja bakti untuk membersihkan dan memperindah Alun-alun Utara. - Ziarah ke Makam Leluhur
Pada 13 Februari 2025, Pemerintah Kota Solo bersama pejabat Forkopimda dan OPD melakukan ziarah ke makam Kyai Gedhe Sala, Ki Ageng Henis, dan R. Ng. Yosodipuro sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh-tokoh bersejarah. - Bazar UMKM
Diselenggarakan pada 13-15 Februari 2025 di Balai Kota Solo, bazar ini memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM lokal untuk memamerkan dan menjual produk mereka. - Masak Besar & Pentas Seni Budaya
Pada 16 Februari 2025, di Simpang Pasar Pon yang bertepatan dengan Solo Car Free Day, acara ini menampilkan pertunjukan seni dan budaya serta kuliner khas Solo.
Puncak Perayaan pada 17 Februari 2025
Puncak perayaan HUT ke-280 Kota Solo pada 17 Februari 2025 akan dimeriahkan dengan sejumlah acara utama. Upacara peringatan HUT Kota Solo akan dilaksanakan di Stadion Sriwedari, dihadiri oleh pemerintah, tokoh masyarakat, dan warga Solo sebagai simbol penghormatan terhadap sejarah dan komitmen pembangunan kota.
Setelah itu, Festival Jenang Solo akan digelar di Koridor Ngarsopuro, memperkenalkan kuliner jenang khas Solo kepada masyarakat dan wisatawan.
Pada malam hari, Sendratari Adeging Kota Solo akan dipentaskan di Pendhapi Gede Balai Kota Solo, mengisahkan perjalanan sejarah perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala, yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Solo. Pertunjukan ini bertujuan untuk mengajak penonton memahami dan mengapresiasi sejarah panjang kota Solo yang kaya budaya.
Makna Logo HUT ke-280 Kota Solo
Dalam rangka perayaan ini, Pemerintah Kota Solo juga telah merilis logo resmi HUT ke-280, hasil karya Agus Istianto dari Yogyakarta. Logo ini mengusung elemen utama bunga pohon Sala dengan lima kelopak, yang melambangkan Pancasila dan lima kecamatan di Kota Solo.
Penggunaan dot matrix pada bagian putik bunga merepresentasikan progresivitas dan inovasi Kota Solo sebagai kota budaya yang dinamis.
Warna-warna dalam logo juga memiliki filosofi mendalam: merah melambangkan semangat dan produktivitas; hijau merepresentasikan adaptasi dan kenyamanan; biru mencerminkan welas asih; dan kuning menjadi simbol kreativitas serta optimisme.
Dengan tagline "Maju, Kreatif, dan Modern", logo ini mencerminkan keseimbangan antara pelestarian nilai tradisional dan semangat inovasi yang terus berkembang di Kota Solo.
Kasunanan Surakarta, yang berdiri sejak 17 Februari 1745, menjadi simbol kejayaan budaya Jawa yang terus bertahan hingga kini. Perayaan HUT ke-280 Kota Solo menjadi momen penting untuk merayakan sejarah, budaya, dan inovasi kota, sekaligus mengajak masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan warisan budaya menuju masa depan gemilang.
Perayaan HUT ke-280 Kota Solo tahun 2025 menunjukkan bahwa Solo tidak hanya kaya sejarah, tetapi juga dinamis dalam merayakan keberagaman dan kreativitas. Melalui berbagai acara budaya, Solo berhasil mempertahankan warisan leluhur sambil membangun masa depan yang inovatif dan inklusif, menegaskan pentingnya sejarah dan budaya sebagai identitas yang abadi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


