hutan rawa gambut aset penting untuk keseimbangan ekologi dan sosial ekonomi - News | Good News From Indonesia 2024

Hutan Rawa Gambut, Aset Penting untuk Keseimbangan Ekologi dan Sosial Ekonomi

Hutan Rawa Gambut, Aset Penting untuk Keseimbangan Ekologi dan Sosial Ekonomi
images info

Ekosistem hutan rawa gambut di Indonesia merupakan salah satu aset penting yang menyimpan keanekaragaman hayati sekaligus berperan krusial dalam keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial.

Dengan luas mencapai 13,43 juta hektar dan menyimpan sekitar 57,4 gigaton karbon—setara dengan 65% cadangan karbon gambut tropis dunia—hutan rawa gambut memiliki karakter biofisik dan kimia unik yang membentuk sistem tanah dan air saling terhubung.

Namun, tekanan terhadap hutan rawa gambut terus meningkat seiring pertumbuhan populasi sebesar 1,13% per tahun yang memicu kebutuhan lahan untuk pangan, sandang, dan papan. Akibatnya, banyak kawasan gambut mengalami degradasi serius.

Restorasi hutan rawa gambut

Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN, I Wayan Susi Dharmawan, menegaskan perlunya restorasi intensif untuk mengatasi kondisi kritis tersebut.

“Pendekatan yang tepat dalam restorasi hutan rawa gambut tidak hanya memulihkan fungsi ekosistem, tetapi juga dapat menghasilkan tegakan tanaman produktif, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem yang mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar,” ujarnya dalam Webinar Jamming Session ke-24, Kamis (19/12).

Diskusi daring tersebut berfokus pada pendekatan berbasis vegetasi adaptif, yang dinilai sesuai dengan karakteristik lahan gambut, seperti ketebalan gambut, karakter kimia, dan tinggi muka air.

Pendekatan ini diharapkan mampu mempercepat pemulihan hutan gambut terdegradasi sekaligus menjaga fungsinya sebagai penyangga kehidupan.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN, Asep Hidayat, mengemukakan pentingnya pengelolaan vegetasi adaptif dalam upaya restorasi hutan rawa gambut yang terdegradasi.

Ia menyebutkan bahwa pengelolaan lahan gambut merupakan isu strategis yang relevan di tingkat nasional dan global.

“Ekosistem gambut tidak hanya menjadi penyimpan karbon terbesar, tetapi juga habitat penting bagi flora, fauna, dan mikroorganisme, serta penopang kehidupan masyarakat sekitar. Namun, aktivitas pemanfaatan sumber daya hutan yang berlebihan dan tidak berkelanjutan telah menyebabkan kerusakan signifikan pada hutan rawa gambut di Indonesia,” jelasnya.

Baca juga Hutan Borneo, Hutan Tertua Melebihi Hutan Hujan Amazon yang Ada di Indonesia

Pentingnya hutan rawa gambut

Asep menekankan bahwa upaya pemulihan harus menjadi prioritas. BRIN memandang pengembangan pengelolaan vegetasi adaptif sebagai langkah penting untuk memperbaiki lahan gambut yang terdegradasi.

Pendekatan ini sangat krusial untuk melindungi keseimbangan ekosistem, yang vital bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat.

Ia juga mengungkapkan bahwa pada 2025, PREE BRIN akan meluncurkan pembangunan Kebun Raya Gambut dengan konsep CBSC (Climate, Biodiversity, Social Economy Combined).

“Konsep ini mengintegrasikan empat pilar penting sebagai langkah pemulihan komprehensif untuk hutan rawa gambut yang terdegradasi. Di kebun raya ini, akan ada stasiun riset dengan sensor canggih yang memungkinkan pengumpulan data secara real-time dan dapat diakses oleh peneliti dari berbagai pihak,” papar Asep.

Inisiatif ini diharapkan menjadi platform kolaborasi antara peneliti dan berbagai lembaga untuk menemukan solusi terbaik dalam mengelola vegetasi adaptif. “Melalui pendekatan ini, kami berkomitmen untuk terus memulihkan ekosistem hutan rawa gambut yang terdegradasi di Indonesia,” tutup Asep.

Semakin terancam degradasi

Di sisi lain, Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN, Hengki Siahaa, menyampaikan bahwa sebagian besar lahan gambut di Indonesia mengalami degradasi akibat pengelolaan yang tidak tepat, seperti drainase tanpa perencanaan, penebangan liar, dan konversi lahan masif.

‘’Akibatnya, gambut menjadi kering dan rentan terbakar. Kebakaran berulang menghambat regenerasi alami, memperlambat pertumbuhan vegetasi pohon, dan merusak benih di tanah, sehingga lahan didominasi rumput dan tanaman pakis,’’ jelasnya.

Hengki menyoroti pentingnya vegetasi adaptif dalam restorasi lahan gambut terdegradasi. Vegetasi adaptif dinilai mampu meningkatkan biodiversitas dengan menciptakan habitat bagi berbagai organisme dan mendiversifikasi penutup tanah melalui konsep agroforestry.

Selain itu, vegetasi adaptif menunjukkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan regenerasi alami, meningkatkan kualitas tanah dengan siklus hara yang lebih efisien, serta menyerap logam berat dan polutan.

‘’Tanaman adaptif juga berkontribusi meningkatkan muka air tanah, mendukung proses rewetting melalui sekat kanal, dan memperbaiki mikroklimat dengan kanopi yang mengurangi radiasi matahari, menurunkan suhu, serta meningkatkan kelembaban tanah dan udara,’’ ujar Hengki.

Penerapan vegetasi adaptif 

Hengki memaparkan salah satu model vegetasi adaptif yakni melalui pendekatan paludikultur dan agroforestry. Paludikultur adalah teknik budidaya di lahan basah yang mempertahankan muka air tanah.

Sedangkan konsep agroforestry, lanjutnya, menggabungkan penanaman pohon dan tanaman pertanian untuk pemanfaatan ruang tumbuh yang efisien serta diversifikasi pendapatan. Dari model-model ini, diharapkan diperoleh data dan strategi yang mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan.

Hengki menambahkan, pengembangan paludikultur yang produktif juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan diversifikasi pendapatan melalui pemanfaatan ruang tumbuh yang optimal. Teknologi adaptif seperti sistem surjan, amelioran, dan polybag dapat diterapkan untuk mencegah genangan yang merugikan tanaman.

“Model vegetasi adaptif ini merupakan pendekatan strategis untuk revegetasi lahan gambut terdegradasi, yang tidak hanya memperbaiki kualitas ekosistem, tetapi juga mendukung keanekaragaman hayati, menjaga muka air tanah, memperbaiki iklim mikro, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal,” pungkas Hengki.

Baca juga Suara dari Kalimantan di COP16 CBD: Peran Masyarakat Adat dalam Menjaga Biodiversitas Hutan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.