Pernikahan merupakan fase dalam hidup yang cukup sakral dan krusial. Sebab, pernikahan menjadi momen untuk mempersatukan dua manusia yang berbeda. Berbeda dari segi latar belakang ekonomi, pendidikan, budaya, dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, banyak tahapan atau tradisi yang harus dipenuhi oleh seseorang saat akan melangsungkan pernikahan.
Tradisi ini bukan tanpa alasan. Tradisi yang telah lama dianut masyarakat ini diharapkan mampu membuat pasangan saling memahami perbedaan sehingga keduanya menjadi pasangan yang bahagia dan harmonis.
Di Indonesia, ada berbagai tradisi yang harus dijalani saat melangsungkan pernikahan. Misalnya, di Jawa Tengah ada ruwatan, sedangkan di Banyuwangi Jawa Timur dikenal sebagai adu tumper.
Mengulik Tradisi Mas Kawin Gading Gajah dalam Pernikahan Masyarakat Flores
Tradisi Adu Tumper dalam Suku Osing di Banyuwangi
Adu tumper merupakan bagian dari tradisi Suku Osing yang mendiami kawasan Banyuwangi.
Hal yang unik dari Suku Osing ialah suku ini merupakan perpaduan antara Suku Bali dan Suku Jawa. Perpaduan dari dua suku ini menyebabkan adanya kemiripan tradisi yang dimiliki suku Osing dengan tradisi suku Bali maupun Jawa.
Meski demikian, tidak seluruhnya kepercayaan suku Jawa maupun Bali diadaptasi oleh suku Osing, salah satunya ialah tradisi adu tumper.
Mitos Pengantin Dikutuk Jadi Batu hingga Larangan Nikah Antar Dua Desa
Tradisi adu tumper dilakukan jika calon pengantin pria merupakan anak sulung atau anak pertama, sedangkan calon pengantin wanita adalah anak terakhir atau bungsu.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, pertemuan antara anak pertama dan terakhir justru dianggap ideal karena keduanya saling melengkapi.
Akan tetapi, dalam suku Osing, perpaduan ini justru menjadi tantangan tersendiri dan jarang terjadi. Sebabnya, anak perempuan bungsu dinilai menjadi anak kesayangan dalam keluarga. Oleh karena itu, tidak sembarangan orang bisa mempersunting anak bungsu perempuan.
Untuk membuktikan keseriusannya, calon pengantin pria harus bisa melewati berbagai tantangan yang diberikan oleh keluarga pihak perempuan.
Tradisi Unik Nikah 'Malem Songo' Masyarakat Tuban, Jawa Timur
Apa Itu Adu Tumper?
Suku Osing hidup penuh dengan simbol-simbol. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan adu tumper.
“Adu” artinya mengadu atau mempertandingkan, sedangkan “tumper”adalah sebutan bagi bara api pada sebatang kayu. Tumper juga bisa merujuk pada bara api pada pangkal pelepah batang kelapa yang disebut bongkok.
Dalam tradisi adu tumper, dua bara api pada batang kayu (tumper) dipertemukan untuk dipertandingkan. Pertemuan dua bara api ini menjadi simbol bertemunya dua emosi yang berbeda dari anak sulung dan anak bungsu.
Adu tumper juga menjadi simbol keberanian sang pria untuk menghadapi tantangan dari keluarga wanita, menghadapi sifat wanita, dan keseriusannya untuk menjaga calon istrinya tersebut.
Rincian Mekhadat, Biaya yang Disepakati untuk Gelar Pernikahan di Aceh Tenggara
Menariknya, adu tumper digelar setelah akad dilangsungkan. Adu tumper biasanya dilakukan saat surup atau petang menjelang maghrib.
Adu tumper dilakukan dengan mempertemukan bara api dari dua tumper membentuk huruf A. Kemudian, bara api yang telah bertemu itu disiram dengan air suci kambang setaman.
Harapannya, dengan padamnya dua bara api tersebut, dua energi negatif dari kedua mempelai pengantin juga dapat mereda sehingga rumah tangga dilimpahi ketenangan dan kebahagiaan.
Mengenal Adok, Tradisi Pemberian Gelar Adat dalam Upacara Pernikahan Suku Komering
Referensi:
Ibrahim, Ibtihal. 2020. Tradisi Adu Tumper dalam Membangun Keluarga Sakinah. Skripsi. Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Maulana Malik Ibrahim
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News