kenali sistem penulisan aksara lontara - News | Good News From Indonesia 2024

Kenali Sistem Penulisan Aksara Lontara

Kenali Sistem Penulisan Aksara Lontara
images info

Sebagai bagian dari budaya suatu bangsa, aksara menjadi salah satu warisan budaya yang mencerminkan identitas peradaban masyarakatnya. Setiap aksara mengandung sejarahnya masing-masing dan selalu berkaitan dengan tradisi maupun gaya hidup penduduk setempat.

Terlebih lagi bagi Indonesia yang jumlah keberagaman budayanya mencapai ribuan. Tidak heran bila bahasa dan aksara daerah di Indonesia memiliki bentuk yang bermacam. 

Aksara Lontara menjadi salah satu yang digunakan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Ahmad (2014) menyatakan, bahwa dulunya aksara ini dibagi dua, yaitu aksara Makassar dan aksara Bugis.

Karena keduanya memiliki cara penulisan yang hampir identik, dan aksara asli Makassar juga sudah terkena pengaruh Bugis, maka kedua aksara itu pun dijadikan ke dalam satu istilah, yaitu aksara Lontara. 

Abugida menjadi sistem penulisan yang diterapkan dalam aksara Lontara, terdiri dari 23 aksara dasar. Artinya, aksara ini menekankan pada kombinasi huruf konsonan dan vokal.

Lontara juga termasuk salah satu turunan dari jenis aksara Brahmi, yaitu sistem tulisan paling tua di India yang mendasari munculnya banyak aksara di Asia Tenggara dan Selatan. 

Struktur Aksara Lontara

Aksara Lontara ditulis dari kiri ke kanan tanpa spasi. Aksara ini mempunyai tiga bagian, di antaranya adalah aksara dasar, diakritik, dan tanda baca. 

Aksara dasar disebut juga sebagai ina’ sure’ (ᨕᨗᨊᨔᨘᨑᨛ) dalam bahasa Bugis. Sedangkan, dalam bahasa Makassar, disebut sebagai anrong lontara’ (ᨕᨑᨚᨒᨚᨈᨑ). Aksara dasar Lontara terdiri dari huruf konsonan dengan vokal bawaan /a/, seperti yang ada pada gambar di bawah ini. 

23 Aksara Lontara | balaibahasasulsel.kemdikbud.go.id
info gambar

Namun, dikutip dari situs Balai Bahasa Sulawesi Selatan, empat aksara yang merepresentasikan suku kata pra-nasal, seperti nka, mpa, nra, dan nca, tidak pernah digunakan dalam materi berbahasa Makassar, melainkan ciri khas tulisan Bugis.

Akan tetapi, dalam penulisan tradisionalnya pun keempatnya justru sering tidak digunakan secara konsisten. Bahkan oleh juru tulis profesional sekalipun.

Lalu, bagaimana jika ingin menulis aksara dasar dengan vokal yang berbeda, seperti “ki”, “gu”, dan sebagainya? Nah, di situlah fungsinya bagian diakritik, Kawan.

Dalam bahasa Makassar, diakritik disebut sebagai ana’ lontara’ (ᨕᨊᨒᨚᨈᨑ). Sedangkan dalam bahasa Bugis diistilahkan ana’ sure (ᨕᨊᨔᨘᨑᨛ).

Terdapat lima diakritik dalam aksara Lontara. Penulisan dan cara bacanya seperti gambar di bawah ini.

Lima diaktrik Aksara Lontara | balaibahasasulsel.kemdikbud.go.id
info gambar

Bagaimana penerapannya? Misalkan, Kawan ingin menulis aksara no. Langkah pertama yang harus Kawan lakukan adalah tulis aksara dasarnya terlebih dahulu, yaitu ᨊ (na). Lalu, untuk membuatnya berbunyi “no”, tambahkan diakritik -o sehingga akan menjadi ᨊᨚ (no). Hal ini juga berlaku bila Kawan ingin menulis aksara dasar lainnya dengan bunyi vokal -i, -u, -e, dan -e’

Tidak seperti alfabet yang dapat digunakan untuk kata berakhiran mati, aksara Lontara tidak memiliki diakritik virama atau tanda baca pemati. Walaupun pernah sejumlah ilmuwan pernah mengusulkan adanya diakritik virama ini, tetapi tidak disetujui oleh berbagai pihak.

Salah satunya adalah Nurhayati Rahman, pakar sastra Bugis, yang menyatakan hal tersebut lewat bukunya yang berjudul Suara-suara dalam Lokalitas. Karena itu, sampai saat ini, tidak ada diakritik pemati dalam aksara Lontara. 

Sebagaimana tulisan lain pada umumnya, aksara Lontara juga memiliki tanda baca asli yang hanya ada dua macam, yaitu pallawa dan tanda akhir bagian. 

Dilansir dari situs Aplikasi Appilajara’ (Aplikasi Belajar Lontara), Pallawa, atau passimbang dalam bahasa Makassar, berfungsi sama seperti tanda titik atau koma dalam huruf latin. Tanda baca yang berbentuk titik tiga miring (᨞) ini membagi teks menjadi penggalan yang menyerupai bait atau kalimat—meski tidak sepenuhnya sama—dan ditemukan di seluruh naskah beraksara Lontara.

Baca Juga: Naskah La Galigo, Sebuah Pesan Melestarikan Lontara di Era Globalisasi 

Sedangkan, tanda akhir bagian (᨟) membagi teks menjadi bagian-bagian seperti bab, tetapi hanya ditemukan dalam lembar contoh aksara Bugis yang dicetak oleh Percetakan Nasional Prancis (Imprimerie Nationale) pada akhir tahun 1800-an. 

Aksara Lontara bukan sistem tulisan semata, melainkan cerminan identitas dan sejarah masyarakat Sulawesi Selatan, terutama Bugis, Makassar, dan Mandar. Walau penggunaannya telah berkurang drastis di zaman modern, berbagai upaya untuk melestarikan aksara ini telah dilakukan, seperti lewat pembuatan aplikasi belajar aksara Lontara, pelajaran mulok (muatan lokal) untuk anak sekolah, papan nama jalan dan nama kantor, serta karya seni.

Namun, pelestarian ini tidak hanya untuk penduduk Sulawesi Selatan, melainkan kita, seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, dengan mempelajari dan memanfaatkan aksara tersebut, maka kita juga telah berpartisipasi memberikan penghormatan pada sejarah panjang keberadaan Nusantara. 

 

Referensi:

  • Ahmad, A. A. (2014). Melestarikan Budaya Tulis Nusantara: Kajian tentang Aksara Lontara. Jurnal Budaya Nusantara, 1(2), 148-153.
  • Noorduyn, J. (1993). Variation in the Bugis/Makasarese script. Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde, (3de Afl), 533-570.
  • Rahman, N. (2007). Suara-suara dalam lokalitas.
  • https://belajarlontara.com/ 
  • https://balaibahasasulsel.kemdikbud.go.id/duta-bahasa/teman-bahasa-manba/lontara/ 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.