Menjelang akhir tahun 2024, satu per satu festival film di Indonesia kembali hadir di kalangan publik. Salah satunya Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang tahun ini diselenggarakan ke-19 kali nya.
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) adalah sebuah festival film di Indonesia yang sering menayangkan film-film dengan segudang penghargaan sekaligus berfungsi sebagai platform yang dapat mendukung perkembangan perfilman di Asia.
Bekerja sama dengan Network for the Promotion of Asia Pacific Cinema (NETPAC), JAFF hadir untuk memperkenalkan beragam film Asia kepada publik.
Selain itu, festival ini juga menjadi ruang apresiasi bagi para pelaku sineas dan pekerja kreatif secara internasional dengan beragam jenis penghargaannya seperti Golden dan Silver Hanoman Award, NETPAC Award, serta Geber Award.
Transformasi JAFF yang Berdampak bagi Industri Perfilman Indonesia
Pada tahun ke-19 penayangannya ini, JAFF mengusung tema “Metanoia”. Tema ini menggambarkan transformasi yang terjadi secara terus-menerus untuk sinema Asia agar bisa mencapai keunggulannya meski berada di tengah tantangan global yang terjadi.
Metanoia merupakan bentuk perubahan dari sinema yang juga berperan sebagai penghubung antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Melalui tema yang diusung tersebut, JAFF 19th ini diharapkan menjadi sebuah kekuatan sineas dalam melihat isu-isu secara global.
"Metanoia kami artikan sebagai perubahan pikiran, atau refleksi terhadap apa yang telah kita lakukan selama ini, serta perubahan-perubahan lainnya dalam dunia sinema itu sendiri," ujar Direktur Festival JAFF, Ifa Isfansyah melalui Konferensi Pers JAFF secara daring dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube JAFF (8/11).
Baca juga:Banjir Film Gratis, Yogyakarta Tuan Rumah Alternativa Film Award & Festival (AFAF) 2024
JAFF hadir dan dibentuk untuk pertama kalinya pada tahun 2006 dengan basisnya pada community atau film komunitas. Tentu tidak dipungkiri juga akan adanya perubahan yang terjadi, JAFF kini semakin berkembang dengan audiens yang semakin meluas dan memberikan suatu dampak yang besar bagi industri perfilman di Indonesia bahkan di Asia.
Ifa menambahkan bahwa JAFF saat ini sudah bertransformasi menjadi sebuah “hub” pertemuan antara bakat baru, komunitas, dan juga para profesional di industri kreatif. Bukan hanya sebagai aktivitas kultural yang berbasis komunitas, JAFF sekarang sudah menjadi titik temu semua ekosistem perfilman Indonesia.
Festival film kini tidak lagi menjadi wadah untuk sekedar menampilkan beragam genre film. Mereka telah bertransformasi sebagai ruang pertemuan bagi pelaku sinema yang mendorong adanya kolaborasi dan memperluas jaringan di industri, serta terjadinya pertukaran ide dan dialog mengenai isu atau tema penting.
Dibuka Samsara dan Ditutup 1 Kakak 7 Ponakan
JAFF 19th akan menayangkan sekitar 180 film dari 25 negara Asia Pasifik, termasuk yang dikompetisikan maupun tidak.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini dua film Indonesia dipilih oleh JAFF untuk membuka dan menutup acara festival. Film Samsara karya terbaru Garin Nugroho yang akan membuka JAFF ke-19, sementara film 1 Kakak 7 Ponakan yang disutradarai Yandy Laurens menjadi penutupnya.
Tak hanya itu, ada 12 film panjang yang turut serta dalam Main Competition untuk meraih Golden dan Silver Hanoman Awards, termasuk film Viet and Nam karya Truong Minh Quy serta Crocodile Tears yang merupakan debut film panjang Tumpal Tampubolon.
Sebanyak 6 film panjang dari Indonesia pun diikutkan dalam ajang JAFF Indonesian Screen Award untuk memperebutkan beragam penghargaan.
Baca juga: Film "Women from Rote Island" dan Sebuah Pengalaman Unik
Ragam Program dalam JAFF 19th
Seperti tahun-tahun sebelumnya, JAFF kembali menggelar Cinematic Concert (Cine-Concert), di mana konser musik dihadirkan di ruang bioskop. Namun untuk tahun ini, terdapat dua pertunjukan dalam program Cine-Concert.
Performance ini menghadirkan Kunto Aji yang berkolaborasi bersama Sal Priadi. Keduanya saling bersautan lagu menggunakan karya visual.
“Rencana 8 lagu yang akan kami nyanyikan masing-masing, dengan durasi konser sekitar 1,5 jam,” jelas Sal Priadi yang turut hadir dalam Press Conference JAFF.
Selain tayang perdana dalam versi sinema, film Samsara juga hadir dengan konsep Cine-Concert yang bisa dinikmati dengan iringan musik.
Menariknya lagi, Tsai Ming Liang, turut diundang secara khusus sebagai pembicara di program Masterclass JAFF. Tsai merupakan salah satu tokoh sinema kontemporer yang berpengaruh dalam gelombang baru sinema Taiwan.
Festival film Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) dilangsungkan di Empire XXI Sudirman, Yogyakarta pada pada 30 November–7 Desember 2024. JAFF menayangkan film-film bergengsi dari beragam negara di Asia Pasifik, serta beberapa performance dari pelaku seni lainnya.